GORONTALO, KOMPAS.com – Perburuan kima atau kerang besar di kawasan Teluk Tomini, Gorontalo, terus berlangsung. Kini, tutupan terumbu karang habitat kima tersisa sekitar 10 persen. Kondisi terburuk ada di Gorontalo. Kima diburu karena harganya mencapai Rp 280.000 per kilogram.
Kima banyak diburu di perairan Teluk Tomini, khususnya di kampung nelayan Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato. Umumnya, daging kima dijual untuk dikonsumsi di restoran.
”Beberapa jenis kima dilindungi undang-undang, tapi tidak bagi kima yang biasa dikonsumsi. Hanya saja, perburuan kima memakai linggis merusak terumbu karang,” kata Kepala Bidang Lingkungan pada Balai Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo Rugaya Biki, akhir pekan lalu.
Perburuan kima juga marak di Sulawesi Tenggara. Ancamannya pun sama.
Data Balihristi, kondisi terumbu karang di perairan Teluk Tomini di Kabupatan Pohuwatu yang terburuk dibandingkan wilayah lain di Gorontalo. Tahun 2011, kondisi tutupan terumbu karang di Pohuwato tersisa 10 persen.
Tutupan terumbu karang terbaik ada di Taman Laut Olele di Kabupaten Bone Bolango yang mencapai 80 persen. Selain penggunaan bom ikan, perburuan kima penyebab degradasi terumbu karang di Gorontalo.
Salah seorang pengumpul kima di Desa Torosiaje, Husain Onte, mengaku rutin mengirim kima ke salah satu pelanggannya di Palu, Sulawesi Tengah. Sekitar 25 kilogram kima kering yang dikirim dalam sebulan. Kima didapat dari nelayan di Torosiaje.
Rahman Dako, pemerhati lingkungan di Gorontalo, mengatakan, hampir mustahil memisahkan kima tanpa menghancurkan terumbu karang yang menjadi tempat hidup kima. Kima menempel erat di karang dan sebagian besar di sela-sela batu karang.
Penggunaan linggis untuk menghancurkan karang lazim dipakai nelayan untuk berburu kima.