“Kenapa monyet matanya masuk ke dalam, hayo?” tanya Pak Sahlan, seorang anggota Masyarakat Mitra Polhut kepada kami. Sayapun mengernyitkan dahi tanda tak menemukan jawabannya. Tak lama Erfan yang sedari tadi membuntuti di belakang menjawab, “ya karena kejatuhan buah Malaka, hehehe.”
Meski sempat bingung hubungannya, namun saat saya melihat ke sekeliling, nyatanya memang buah Malaka disini utuh. Padahal, jumlah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Pulau Saobi terbilang cukup banyak.
“Monyet disini gak ada yang doyan buah Malaka, mas. Jangankan makan, la wong manjat pohonnya saja tidak ada yang mau. Coba ingat, dari tadi pagi sampe siang kita nggak lihat ada monyet yang nangkring di Pohon Malaka kan?” Ujar Pak Sahlan sembari melemparkan pertanyaan kepada saya.
Menurut Pak Sahlan, dahulu ada sekawanan monyet makan buah Malaka, satu ekor memanjat dan yang lainnya di bawah menunggu buah yang jatuh. Ternyata saat buahnya jatuh tepat di mata si Monyet. Akhirnya, mereka kesakitan dan matanya masuk kedalam.
“Nah, sejak saat itu-lah Monyet tidak lagi makan buah Malaka” cerita Pak Sahlan yang disambut tawa oleh semua tim patroli. Meski Saya tahu itu hanya sebuah dongeng, namun apakah memang Monyet tidak memakan Buah Malaka?
“Nanti kita buktikan, apa benar Monyet nggak doyan Buah Malaka” ucap saya sambil mencoba rasa buah Malaka.
Buah Obat
Malaka yang bernama latin Phyllanthus emblica merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditemui di wilayah Cagar Alam Pulau Saobi khususnya di Blok Siken, Reng, Malaka manis, Motor tarik, Saebu, dan Tanah Gugur. Tumbuhan yang buahnya dipercaya oleh masyarakat Desa Saobi dapat mengobati penyakit maag dan mual.
Buahnya berbentuk bulat seperti kelereng dengan warna hijau seperti buah cerme. Memiliki rasa pahit, sepat dan asam menjadi satu, namun setelah dikunyah akan meninggalkan rasa manis di lidah.
Tinggi pohon sekitar 3 – 5 meter saja dengan tajuk lebar, berjenis daun tunggal dan berukuran kecil dan berselang seling pada ranting dengan, susunan seperti daun majemuk menyirip. Malaka termasuk tanaman yang meranggas yaitu menggugurkan daun ketika musim kemarau.
Malaka tersebar di India dan Asia tenggara, khususnya Pulau Jawa. Berdasarkan Mitologi Hindu, pohon Malaka disembah sebagai Earth Mother, karena buah malaka sangat bergizi bagi umat manusia. Buah malaka menjadi komoditas tanaman obat yang yang banyak digunakan penduduk India. Buah ini digunakan dalam pengobatan tradisional organisasi kesehatan tertua di India yang dinamakan Ayurvedic.
Kembali dengan pembuktian hipotesis “Monyet Tidak makan Buah Malaka”, kamipun mulai melakukan pengujian sederhana dengan menyiapkan tiga jenis buah, Pisang, Jambu dan Malaka. Ketiganya kami letakan di lokasi dekat kawanan monyet yang sedang mencari makan. Hasilnya buah Pisang dan Jambu habis, sedangkan buah Malaka tetap utuh sebanyak 20 biji.
Mungkin Monyet tidak makan buah Malaka, namun lain halnya dengan Rusa Timor. Buah Malaka menjadi sumber pakan bagi Rusa yang ada di cagar alam ini, khususnya di musim kemarau saat rerumputan mengering. Hal ini bisa dilhat dengan adanya biji Malaka pada kotorannya. Biji malaka yang kecil dan keras tidak dapat di cerna dengan baik oleh Rusa.
Meski saya tidak suka buah Malaka, namun Malaka mampu menjadi sumber kehidupan bagi satwa liar untuk bertahan hidup di sebuah hutan yang kering bernama Cagar Alam Pulau Saobi. (Didik Sutrisno, Penyuluh Kehutanan pada Seksi Konservasi Wilayah IV di Pamekasan)
Editor : Agus Irwanto