Tanaman Invasif Merebak di Merapi
Share
JAKARTA, KOMPAS.com – Jenis tanaman Acacia decurrens merebak di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Jika dibiarkan, ini akan mendominasi, menyebabkan pertumbuhan spesies lain terhambat dan merusak keragaman spesies di taman nasional.
Hal tersebut diungkapkan Adi Susmianto, Kepala Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi Kementerian Kehutanan. Dalam konteks ekosistem Taman nasional Gunung Merapi, Acacia deccurens tergolong tanaman invasif. Adi mengungkapkan, tanaman akasia mulai merebak setelah erupsi tahun 2010. Sejumlah lahan yang terpapar erupsi rusak. Proses suksesi kemudian memberi dukungan bagi spesies akasia untuk tumbuh di wilayah tertentu.
“Begitu kena lahar, bijinya lalu muncul,” kata Adi dalam konferensi pers diskusi bertajuk “Strategi Global untuk Konservasi Tumbuhan (GSPC) dan Upaya Implementasi Target-targetnya bagi Pelestarian Pelestarian Tumbuhan di Indonesia” di Bogor, Rabu (3/10/2012).
Kuspriadi, Kepala Taman Nasional Gunung Merapi, saat dihubungi Kompas.com hari ini membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, akasia tumbuh tersebar di spot-spot tertentu wilayah taman nasional. “Saat ini tumbuh di daerah taman nasional yang masuk Klaten dan Boyolali. Dari spot-spot itu kalau ditotal mencapai 100 hektar. Luas kawasan Taman Nasional Gunung Merapi 6400 hektar,” jelas Kuspriadi.
Menurut Kuspriadi, Acacia decurrens diintroduksi ke Merapi saat lahan Taman Nasional Gunung Merapi belum berstatus taman nasional dan masih dikelola oleh Perhutani. Akasia ditanam bersama spesies tanaman pinus.
Kuspriadi menuturkan, penanaman akasia sebelumnya oleh Perhutani tidak masalah. Namun dengan berubahnya status kawasan menjadi taman nasional dengan orientasi konservasi, pertumbuhan akasia menjadi ancaman. “Dalam konservasi, keragaman itu penting. Pertumbuhan akasia menghambat pertumbuhan beberapa spesies tanaman,” jelas Kuspriadi. Jika akasia dibiarkan mendominasi, hutan taman nasional dapat menjadi homogen.
Perlu intervensi
Menurut National Invasive Species Council (NISC) Amerika Serikat, spesies invasif didefinisikan sebagai spesies asing yang introduksinya dapat mengakibatkan kerugian ekonomi atau membayakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Pusat Konservasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan menyatakan, jumlah tanaman invasif di Indonesia meningkat dari 113 pada tahun 2007 menjadi 339 pada tahun 2010 (Kompas, 3/9/2012).
Salah satu target GSPC adalah merencanakan manajemen yang efektif untuk mencegah invasi biologis baru dan mengelola kawasan penting untuk keanekaragaman tumbuhan yang terinvasi. Dengan demikian, intervensi untuk mengontrol penyebaran akasia di Merapi diperlukan.
Adi mengatakan, pihaknya telah merencanakan langkah mengontrol penyebaran akasia di Merapi. “Cara paling aman dari sisi lingkungan adalah dengan musuh biologinya. Bisa dengan hewan yang memakannya. Hewan yang ada di situ, tidak mengimpor.”
Adi mengatakan, ancaman spesies invasif nyata. “Contohnya sekarang di Baluran. Akasia dari Afrika yang berduri tumbuh sekitar 7000 hektar. Yang terpengaruh langsung adalah banteng. Pertumbuhan rumput dan semak tertekan,” jelasnya.
Sumber : Kompas.com