Di lereng Cagar Alam Gunung Picis, yang diselimuti hawa lembap awal Desember, para penjaga hutan dari Resort Konservasi Wilayah 06 kembali menyusuri batas-batas rawan api. Meski hujan mulai turun, pekerjaan pemeliharaan sekat bakar tetap berjalan. Bagi mereka yang memahami ritme ekologis Gunung Picis, awal musim penghujan bukanlah waktu untuk beristirahat, melainkan saat paling ideal memastikan kawasan siap menghadapi musim kering berikutnya.
Selama 3 hingga 5 Desember 2025, para petugas bergerak di blok yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Produksi BKPH Wilis Barat, zona yang dikenal sebagai jalur potensial rambatan api. Dengan sabit dan cangkul, mereka membersihkan semak belukar dan rumpun rumput kering yang mudah menjadi bahan bakar ketika panas menerpa. Pemeliharaan manual ini memberi kendali penuh kepada petugas untuk membaca kondisi lapangan, ketebalan seresah, kelembapan tanah, hingga pola pertumbuhan vegetasi bawah.
Di medan dengan kemiringan 22,2 derajat, sekitar 2.400 meter persegi sekat bakar kembali dirapikan. Hujan memang menurunkan risiko kebakaran dalam jangka pendek, tetapi secara ilmiah justru menghadirkan tantangan baru. Pada awal musim penghujan, vegetasi bawah tumbuh lebih cepat karena nutrisi melimpah dan kelembapan tinggi.
Semak yang lebat hari ini akan berubah menjadi massa kering berpotensi terbakar begitu memasuki musim kemarau. Itulah sebabnya sekat bakar harus dipelihara pada periode transisi, untuk mengantisipasi akumulasi bahan bakar alami sebelum menjadi ancaman.
Pemeliharaan di musim hujan juga memungkinkan petugas bekerja lebih aman. Tanah yang lembap menekan risiko penyalaan spontan, sekaligus memberi kesempatan untuk memperdalam sekat karena kondisi vegetasi lebih lunak dan mudah dibersihkan. Secara ekologi, periode ini merupakan “jendela kerja” yang jarang dimiliki, ketika risiko rendah, kondisi lapangan mendukung, dan kesiapsiagaan dapat dibangun lebih jauh sebelum periode kering tiba.
Di sela pekerjaan, tim memeriksa tanaman Pemulihan Ekosistem (PE) Tahun 2022, memastikan tegakan muda tetap tumbuh. Jenis-jenis seperti Puspa, Morosowo, Tutup, dan Pasang menjadi indikator bahwa regenerasi hutan berjalan. Kelembapan yang merata menunjukkan hutan masih berada dalam kondisi stabil, meski ancaman kebakaran tidak pernah benar-benar lenyap dari lanskap pegunungan Jawa Timur.
Upaya perlindungan ini tidak hanya menyangkut pekerjaan fisik. Di sekitar lokasi, Masyarakat Mitra Polhut dan Masyarakat Peduli Api turut diberdayakan untuk menjaga kewaspadaan. Mereka menjadi mata dan telinga hutan, memastikan pengetahuan tentang risiko api tetap dipahami oleh masyarakat sekitar, terutama ketika musim kemarau kembali tiba.
Gunung Picis adalah rumah bagi beragam satwa dan flora pegunungan. Setiap tahun, dinamika iklim membuat ancaman kebakaran semakin sulit diprediksi. Karena itu, pemeliharaan sekat bakar di musim penghujan bukan sekadar rutinitas, melainkan strategi ilmiah untuk menjamin kesiapan kawasan jauh sebelum bahaya datang.
Di balik kerja diam para penjaga hutan, terbentang komitmen menjaga hutan tetap bernapas. Dan di garis-garis sekat bakar yang mereka rawat, tersimpan upaya menjaga masa depan Picis dari bara yang bisa muncul kapan saja. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 1 Madiun – Balai Besar KSDA Jawa Timur