Tim BBKSDA JATIM dan Raptor Indonesia (RAIN) melakukan monitoring potensi burung pemangsa (raptor) di Cagar Alam Gunung Picis pada penghujung bulan November yang lalu. Cagar Alam Gunung Picis merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di Desa Gondowido, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo.
Kawasan ini memiliki topografi pegunungan pada ketinggian 1200 mdpl. Tipe ekosistem dari Cagar Alam Gunung Picis adalah hutan hujan tropis pegunungan yang memiliki vegetasi dominan antara lain pohon puspa (Schima walichii), morosowo (Engelhardis spicata), pasang (Quercus sondaica). Burung pemangsa yang dijumpai di Cagar Alam Gunung Picis pada kegiatan kali ini diantaranya Elang Hitam (Ictinaetus malayensis/Black Eagle), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi/Javan Hawk-eagle) dan Elang-ular Bido (Spilornis cheela/Crested Serpent-eagle).
Elang Hitam berukuran besar 67-81 cm. Rentangan sayap yang panjang 164-178 cm. Berat tubuh antara jantan dan betina berbeda. Jantan sekitar 1 kg dan Betina 1,6 kg. Pada individu dewasa memiliki tubuh besar berwarna hitam atau hitam kecoklatan; kepala menyempit; bulu primer panjang dan sayap lebar berbentuk dayung; ekor panjang menyempit. Sekitar mata dan depan mata putih bervariasi. Mata coklat tua. Pada individu remaja: Bagian atas berwarna gelap seperti dewasa, dengan coretan melintang pada pantat; guratan tipis pada ekor; dengan kepala dan sisi kepala kuning gading. Bagian bawah tubuh, ”Bintik-bintik putih pada bagian luar bulu primer seringkali sedikit lebih besar dari dewasa. Saat pengamatan di Cagar Alam Gunung Picis dijumpai 2 individu dewasa dan 1 individu remaja.
Elang Jawa memiliki ciri-ciri sebagai berikut, kepala coklat kadru, bagian tengkuk coklat kekuning-kuningan dan selalu terlihat lebih terang dari warna bulu badannya yang lebih tua warnanya. Mahkota coklat kehitaman, disekitar mata berwarna coklat tua kelihatan gelap, lingkaran mata (iris) kuning terang. Paruhnya abu tua sampai hitam. Dahinya abu-abu, jambul terdiri dari 2-4 bulu panjang 12-14 cm. Jambul di kepalanya jarang terlihat ketika posisi dalam keadaan terbang. Bagian leher putih pucat dibatasi kumis dan setrip kumis mesial berwarna hitam. Punggung dan sayap bagian atas coklat gelap dengan garis tepi bulu berwarna bungalan. Ujung sayap primer berwarna hitam, bagian sisi atas ekor coklat tua denga 4 garis lebar coklat. Kaki tertutup bulu hingga tungkai. Jari kuning dengan kuku cakar hitam. Pada kesempatan kali ini, dijumpai 2 individu yang berbeda.
Elang-ular Bido berukuran sedang 50-74 cm, Rentang sayap 109-169 cm dan berat badan 420-1800 gram. Tubuh berwarna gelap. Sayap sangat lebar membulat, ekor pendek. Tubuh bagian atas coklat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh dan lambungnya berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor. Ciri khasnya adalah kulit kuning tanpa bulu di antara mata dan paruh. Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada pinggir belakang sayap. Suara nyaring dan lengking ”kiu-liu”, ’kwiiik-kwi, atau ”ke-liik-liik” yang khas, dengan tekanan pada dua nada terakhir dan ”kokokoko’ yang lembut. Pada kegiatan ini, Elang-ular Bido dijumpai melalui suara hal ini dikarenakan jarak tim pengamat dengan individu tersebut dan tutupan kanopi yang rapat.
Selain itu, juga dijumpai beberapa jenis anggrek di kawasan konservasi ini, antara lain :
Calanthe triplicata merupakan anggrek yang hidup secara terestrial pada humus di hutan-hutan tropis yang lembab dan teduh pada ketinggian 500 sd 1500 m dari permukaan laut. Pada umumnya jenis ini hidup di tempat yang kurang mendapat sinar matahari, banyak serasah, dan lembab.Anggrek cantik berbunga putih ini memiliki daun yang cukup lebar dengan pseudobulb berbentuk bulat telur. Dengan tangkai bunga yang cukup panjang dan bunga yang mekar berurutan dan semakin padat dipuncak, bunga anggrek ini seolah membentuk kerucut atau piramida yang menyerupai pohon cemara.
Eulophia zollingeri merupakan anggrek terrestrial yang tidak memiliki daun yang nyata. Anggrek ini memiliki umbi sebagai penyimpan cadangan makanan. Tangkai bungadapat tumbuh mencapai 1m, tangkai bunga berwarna coklat kemerahan. Bunga berwarna coklat kemerahan mencapai 20 kuntum lebih, terbuka lebar. Umum dijumpai pada ketinggian 400-1000m dpl. Berbunga di saat musim penghujan, sangat sulit sekali dideteksi keberadaannya jika musim kemarau karena anggrek ini tidak memiliki daun. Anggrek ini tersebar luas di seluruh Asia Tenggara, Papua sampai Australia.
Epipogium roseum merupakan anggrek saprofit yang memiliki umbi berbentuk bulat telur, dengan posisi horizontal. Anggrek ini mempunyai batang tegak berukuran 13 – 30 cm, berwarna coklat dibagian pangkal dan putih di bagian ujung. Bunga berwarna putih, berbulu halus, karangan bunga hingga 80 cm. Kelopak dorsal : bulat memanjang, ujung runcing, 7 – 12 x 1 – 2,5 mm. Kelopak lateral : bulat memanjang, ujung runcing, 7–12 x 1–2,5 mm. Mahkota: bulat telur terbalik, ujung meruncing. Labellum : membentuk spura, putih.
Anggrek liar membutuhkan kelembaban tinggi (40-80% tergantung jenisnya), temperatur udara yang tidak terlalu tinggi (25-32° C di dataran rendah, 10-27° C di dataran tinggi) dan cahaya matahari yang tidak terlalu terik. Hanya hutan yang masih bagus dan terjaga yang dapat mendukung kehidupan anggrek liar. Ditemukannya anggrek liar yang sehat dalam gerombolan cukup besar menunjukkan bahwa habitatnya (hutan) masih cukup bagus. Hal ini berarti juga sebaliknya. Menjaga anggrek berarti juga melindungi pohon dan hutan tempatnya tumbuh.
Dewi Sasmita
Raptor Indonesia – Jawa Timur