Menelusuri Jejak Macan Tutul Jawa di Rimba Raung-Ijen

Share

Di tengah heningnya belantara Bentang Alam Raung-Ijen, Jawa Timur, matahari pagi menembus celah kanopi hutan yang lebat. Tim survei dari Yayasan SINTAS Indonesia dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur menapaki jalur-jalur terjal yang jarang tersentuh manusia melalui Java-wide Leopard Survey (JWLS).

JWLS adalah upaya kolaboratif pertama untuk survei dan konservasi Macan Tutul Jawa sekala pulau, antara pemerintah selaku pemangku kawasan dan otoritas kebijakan, Yayasan SINTAS Indonesia selaku project leader, swasta dalam hal ini PT iForte- PT Profesional Telekomunikasi Indonesia selaku donor dan organisasi lokal selaku pelaku utama di tingkat tapak. Dalam misi penting ini, mereka mencari lebih dari sekadar jejak kaki di tanah basah, mereka mencari tanda-tanda kehidupan dari penghuni puncak rantai makanan: Panthera pardus melas, Macan Tutul Jawa, kucing besar terakhir di Pulau Jawa.

Antara Oktober hingga pertengahan November 2024, sebanyak 80 kamera pengintai dipasang di 40 stasiun yang tersebar di Blok Utara kawasan ini. Hasilnya menggugah—sebanyak 126 tanda kehadiran satwa terdeteksi, termasuk lima sampel feses yang diduga milik macan tutul jawa. Sampel tersebut kini tengah dianalisis secara genetik di laboratorium Fakultas Kehutanan UGM, membuka peluang besar untuk memahami dinamika populasi spesies ini lebih dalam.

Namun, harapan itu beriringan dengan kekhawatiran. Di balik rimbunnya hutan, tim juga menemukan gangguan terhadap habitat satwa belum benar-benar hilang, yang tentu saja mengintai keberadaan macan tutul dan satwa lain seperti Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) serta Kijang (Muntiacus muntjak).

“Ancaman ini bukan sekadar kerusakan alam; ini soal masa depan ekosistem yang saling terhubung,” ujar Ummi Farikhah, Koordinator Lapangan.

Survei ini bukan hanya tentang angka atau peta lokasi. Ini tentang kisah perjuangan melindungi warisan alam yang tak ternilai. Kamera-kamera yang kini terpasang akan terus merekam selama 90 hari ke depan, menjadi mata-mata senyap yang merekam aktivitas satwa liar di tengah ancaman yang mengintai. Penarikan kamera dijadwalkan hingga akhir Februari 2025, diharapkan dapat memberikan gambaran utuh tentang pola pergerakan dan preferensi habitat macan tutul jawa.

Bentang Alam Raung-Ijen bukan sekadar hamparan hijau di peta Jawa Timur. Ia adalah rumah bagi kehidupan yang harus tetap terjaga.

Ketika jejak-jejak kaki Macan Tutul itu perlahan memudar, akankah kita hanya menjadi saksi bisu, atau penjaga yang bertindak? Aksi bersama ini langkah maju, untuk menjaga kelestarian sang predator puncak.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur