Badak sumatera adalah spesies mamalia besar yang paling terancam punah dan hanya ditemukan di beberapa kantong habitat di Sumatera dan Kalimantan. Di pulau Sumatera, Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis) populasinya diperkirakan kurang dari 100 individu, yang hanya ditemukan di tiga bentang alam Taman Nasional Way Kambas, Bukit Barisan Selatan dan Gunung Leuser; sedangkan di Kalimantan (D. S. harrisoni) populasinya kurang dari 25 individu di tiga bentang alam Propinsi Kalimantan Timur, Barat dan Tengah (PHKA, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Kubar, WWF Indonesia, UNMUL & YABI, 2015).
Kehilangan habitat alami badak terus turun secara dratis dengan adanya alih fungsi lahan yang tadinya hutan menjadi hutan konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), perkebunan sawit, dan pertambangan. Sisa-sisa kawasan hutan menjadi terfragmentasi. Sebaran populasi badak terpencar dalam kantong-kantong populasi kecil dan terpecil (doom area), tempat tinggal sekitar 1 hingga 3 individu, yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk dapat berkembang biak.
Untuk melakukan konservasi badak secara di luar habitatnya (ex-situ) pada tahun 1985-1992 dilakukan penangkapan 18 individu badak dari wilayah doom area di propinsi Riau dan Bengkulu. Namun program ini kurang berhasil, karena hanya tersisa dua individu yang masih hidup, yaitu individu bernama Harapan di Cincinati Zoo di Amerika dan Binadi Suaka Rhino Sumatera (SRS) di TNWK. Sisanya ada yang mati sewaktu dilakukan penangkapan, dan mati di Taman Safari Indonesia, Kebun Binatang Ragunan dan beberapa kebun binatang di Inggris dan Amerika. Asa terakhir, badak yang bernamaHarapan dari Cincinati Zoo telah dikembalikan ke area SRS di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung.
Suaka Rhino Sumatera (SRS) di TNKS merupakan cara lain yang ditempuh sejak kegagalan pelestarian badak secara ex-situ. Di SRS badak diperlakukan secara “semi in-situ”, badak dipelihara di kandang yang luas di habitat alaminya di hutan alam. Cara ini dianggap lebih alami, lebih luas, dan mengurangi intensitas gangguan pertemuan dengan manusia. Pendirian SRS sendiri diinisiasi oleh Yayasan Badak Indonesia (YABI) bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan.
Saat ini di SRS terdapat lima individu badak sumatera; dua jantan yaitu Andalas danAndatu; tiga betina yaitu Ratu, Rosa, dan Bina. Andatu adalah anak badak hasil perkawinan antara Andalas dan Ratu yang lahir pada 23 Juni 2012 di SRS. SedangkanBina adalah badak betina yang paling tua dan sudah tidak memungkinkan lagi untuk bereproduksi.
Untuk kelangsungan hidupnya, kelima individu badak tersebut memerlukan pasokan pakan secara reguler. Tumbuhan pakan alami yang berada di lokasi SRS, yang luasnya 100 ha ini, terbagi dalam 10 petak (encloser) yang dirotasi setiap tiga bulan agar pakan alaminya dapat terpelihara sepanjang tahun. Setiap individu badak sumatera dewasa dengan berat badan rata-rata sekitar 500-700 kg, memerlukan pakan sekitar 10 persen dari berat badannya per hari. Dari total pakan yang dibutuhkan oleh badak, hanya sekitar 50 persen yang dapat dipenuhi di encloser, kondisi ini menyebabkan kelima individu badak di SRS membutuhkan pakan tambahan, selain pakan alami yang ia peroleh di petak SRS.
Upaya Restorasi Lahan untuk Pengayaan Pakan Badak
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang luasnya sekitar 130.000 hektar, merupakan habitat tempat hidup, -di luar 5 ekor badak yang ada di SRS, dari sekitar 30 individu badak yang hidup di alam. Namun, dari seluruh kawasan TNWK, hanya sekitar 60.000 hektar saja yang dianggap sesuai bagi habitat badak sumatera. Sisanya berupa hutan rawa, semak belukar bekas hutan yang dirambah dan hutan yang dibakar hampir setiap tahun pada musim kemarau. Tantangan ini kemudian memunculkan upaya untuk membangun lokasi untuk memenuhi kebutuhan pakan bagi badak, yang tidak terpenuhi dari encloser.
Pada awalnya selama tahun 2003-2008, penambahan pakan tambahan bagi badak di SRS diambil dari hutan yang berbatasan dengan konsesi perkebunan PT Nusantara Tropical Fruit (NTF), namun yang terjadi badak di SRS mengalami luka-luka di bagian persendian kuku kakinya. Campuran kandungan pestisida yang ada di pakan badak, akibat akumulasi residu pestisida yang terbawa angin saat kebun buah-buahan disemprot untuk pemberantasan hama, diduga menjadi penyebab badak mengalami luka-luka. Sejak pakan badak diberhentikan dari area hutan perbatasan di lokasi tersebut, selang dalam beberapa tahun luka-luka yang ada pada badak SRS mulai nampak semakin pulih.
Belajar dari pengalaman tersebut, para ahli mencoba membangun demplot restorasi pengayaan jenis pakan badak di Rawa Kidang, Resor Margahayu, Kuala Panet pada Mei 2013. Dalam demplot seluas 50 hektar ini, diberlakukan 25 hektar area penanaman dan 25 hektar lewat pembiaran. Selain untuk menyediakan pakan tambahan bagi badak SRS, maka tujuan restorasi adalah untuk memulihkan lahan yang sudah ditumbuhi oleh alang-alang dan semak belukar. Kita boleh berbangga karena inisiatif pengayaan pakan badak ini baru pertamakalinya dilakukan di dunia.
Awalnya lokasi demplot ini adalah eks tempat perburuan liar. Para pemburu setiap musim kemarau sengaja melakukan pembakaran lahan agar pada musim penghujan di lokasi ini dapat ditumbuhi tunas rerumputan dan semak belukar segar yang menjadi makanan dari hewan buruan. Satwa yang menjadi incaran pemburu, diantaranya satwa herbivor, seperti rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus) dan napu (Tragulus napu); maupun carnivor, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang datang ke lokasi untuk mengintip mangsa.
Jenis pakan yang ditanam di area restorasi berasal dari tumbuhan yang berkecambah dari kotoran lima individu badak yang ada di SRS. Kotoran badak dimasukkan kedalampolybag dan setelah dua minggu disemaikan di kebun bibit di sekitar SRS. Dengan cara ini, jenis tumbuhan yang ditanam di lahan restorasi sangat diyakini merupakan jenis tumbuhan pakan badak sumatera. Hingga saat ini lebih dari 15 spesies tumbuhan berbiji yang telah ditemukan tumbuh dari kotoran badak.
Untuk upaya pengamanan area dari berbagai macam gangguan, di batas terluar lahan restorasi telah dibangun sekat bakar lebih dari 15 meter yang dibentuk dalam jalur berpetak untuk tiap luasan satu hektar. Selain itu, untuk upaya pemantauan di lokasi telah dibangun pos jaga yang ditempati oleh empat orang, terdiri dari dua orang petugas (1 dari YABI dan 1 dari TNWK) dan dua orang masyarakat yang membantu secara bergilir
Direncanakan setelah tiga tahun, kelompok masyarakat yang selama ini turut membantu merawat, menanam dan menyulam (mengganti tanaman yang mati atau dimakan oleh satwa herbivor) dapat memanen tanaman di area restorasi dan menjualnya ke SRS untuk memberikan pakan tambahan bagi individu badak yang ada saat ini. Dengan cara ini diharap program restorasi dapat terus bergulir dan berguna bagi masyarakat
Demikian pula, jika kegiatan restorasi pengayaan jenis pakan badak sumatera di Rawa Kidang berhasil, maka area restorasi ini pun akan menjadi tempat kajian dari berbagai disiplin ilmu termasuk botani, konservasi satwa liar, dan pengembangan ekowisata.
Sumber: mongabay.co.id