MATAWALI, Barikade Baru Penyelamatan Satwa Liar dari Jawa Timur, Kini Disorot Senayan!

Share

Siang itu cuaca cukup cerah ketika rombongan Komisi IV DPR RI memasuki kantor Balai Besar KSDA Jawa Timur (11/12/2025). Namun perhatian mereka seketika tertuju pada isu yang jauh lebih hangat, isu tentang meningkatnya tekanan terhadap satwa liar di tengah krisis iklim berlapis, perdagangan ilegal lintas pulau, serta keterbatasan sumber daya yang terus menantang efektivitas pengawasan.

Dalam kunjungan kerja reses ini, untuk pertama kalinya para legislator menyaksikan langsung kerja senyap program MATAWALI (Penyelamatan Satwa Liar Illegal). Sebuah kolaborasi multipihak yang kini menjadi garda penting penyelamatan satwa Indonesia.

Pertemuan tersebut membuka data yang jarang terdengar publik, bahwa Jawa Timur merupakan barometer peredaran satwa Indonesia, menjadi simpul jalur perdagangan ilegal yang menghubungkan Sulawesi, NTT, Maluku, hingga Papua. Banyak satwa diselundupkan melalui jalur darat, laut, hingga bagasi pesawat penumpang.

“Perdagangan satwa liar kini lebih dinamis dari sebelumnya,” papar Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Nur Patria Kurniawan.

MATAWALI lahir dari kebutuhan akan sistem yang lebih cepat, terintegrasi, dan adaptif. Kolaborasi lintas instansi, dari otoritas bandara, karantina, hingga aparat penegak hukum, didorong untuk mempercepat proses rescue, rehabilitasi, dan pelepasliaran, sekaligus menutup celah peredaran ilegal yang selama ini sulit dijangkau.

Tahun 2023 menjadi puncak maraknya perdagangan satwa liar. Sejak MATAWALI diluncurkan, tren penurunan mulai tampak pada 2024–2025. Meski begitu, pola baru seperti aktivitas marketplace ilegal dan pengiriman kargo tanpa identitas menuntut penguatan cyber patrol pada tahun-tahun berikutnya.

Di sisi lain, keterbatasan sumber daya masih menjadi tantangan operasional. Anggaran satu tahun untuk kegiatan 3R (Rescue, Rehabilitasi, Release) kerap habis sebelum Oktober karena harus mencakup biaya karantina, sertifikasi kesehatan (uji laboratorium), hingga transportasi kargo pemulangan satwa ke habitat asal.

Ke depan, diharapkan alokasi anggaran untuk 3R, pemulangan/translokasi (karantina dan kargo), serta kebutuhan kesehatan dokter hewan dan keeper dapat dipisahkan agar penanganan satwa menjadi lebih optimal. Dari total satwa yang diselamatkan, 85% merupakan aves, disusul reptil dan mamalia.

Dalam sesi diskusi, para anggota Komisi IV menyampaikan apresiasi sekaligus perhatian serius. Mereka menekankan pentingnya penyederhanaan regulasi, perbaikan tata kelola perizinan, serta penambahan anggaran agar penyelamatan satwa dapat berjalan lebih efektif tanpa beban administratif yang menghambat. Beberapa legislator juga menyoroti kebutuhan peningkatan sarana rescue, penguatan regulasi karantina, hingga peluang pengembangan kawasan konservasi baru melalui sinergi pemerintah pusat dan pihak swasta.

Di balik dialog strategis tersebut, muncul satu pandangan bersama bahwa penyelamatan satwa liar bukan semata tugas konservasi, melainkan benteng terkhir yang menjaga ketahanan ekologi Indonesia di tengah perubahan iklim global. Sinergi multipihak menjadi kunci, dan Jawa Timur kini tampil sebagai panggung penting bagi penguatan kolaborasi tersebut.

Kunjungan kerja Komisi IV DPR RI diakhiri dengan komitmen untuk memperkuat dukungan anggaran, regulasi, dan mekanisme koordinasi lintas lembaga. Sebab di balik setiap satwa yang diselamatkan, ada pesan besar yang terus diingatkan bahwa masa depan ekosistem Indonesia sangat bergantung pada kemampuan kita menjaga makhluk-makhluk yang tidak bersuara itu.

Penulis: Dian Pratiwi dan Fajar Dwi Nur Aji
Editor: Agus Irwanto
Sumber: Balai Besar KSDA Jawa Timur