Nampaknya pilihan untuk menggunakan bandara kecil seperti Bandara Internasional Banyuwangi sebagai pintu mengeluarkan satwa liar atau bagian-bagiannya mulai menjadi opsi para pelaku tak bertanggungjawab ini. Seperti kejadian penggagalan penyelundupan 142 lembar kulit reptil jenis Sanca Kembang (Python reticulatus) kemarin petang, 12 Agustus 2019.
Balai Besar KSDA Jawa Timur melalui Resort Konservasi Wilayah 14 Banyuwangi bersama AVSEC Angkasa Pura II Bandara Internasional Banyuwangi, mengamankan kulit-kulit ular tersebut dari 2 Warga Negara Asing (WNA) asal Turki. Rencananya kulit-kulit tersebut akan dibawa ke Turki dengan penerbangan Garuda terakhir dan transit terlebih dahulu di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang – Banten.
“Mereka tidak melengkapi barang-barang bawaannya dengan dokumen yang legal, namun hanya berupa nota pembelian,” Ujar Vivi Primayanti, Kepala Resort Konservasi Wilayah 14 Banyuwangi.
Menurut pengakuan mereka, keseluruhan kulit ular yang bernilai diatas 100 juta rupiah itu didapatkan dari sebuah toko di Kota Denpasar – Bali.
Appendix II
Ular Sanca Kembang sendiri termasuk ular yang berumur panjang, hingga lebih dari 25 tahun. Sekali bertelur, ia dapat menghasilkan antara 10 hingga sekitar 100 butir. Dan telur-telur ini ‘dapat menetas setelah 80-90 hari dierami induknya. Sebarannya mulai dari dhutan-hutan di Asia Tenggara, meliputi Kep. Nikobar, Burma, Indochina, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara hingga Timor, Sulawesi, dan Filipina.
Meski tidak dilindungi, Sanca Kembang masuk dalam Appendix II CITES, artinya spesies ini belum terancam kepunahan, namun dapat terancam punah jika perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Sehingga untuk memperdagangkannya diperlukan izin pengedar dalam atau luar negeri. Pun demikian dengan mengangkutnya harus disertai surat angkut tumbuhan dan satwa liar dalam negeri (SATS-DN) atau luar negeri (SATS-LN/CITES).
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) sendiri merupakan perjanjian internasional antar negara yang disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union tahun 1963. Konvensi ini memiliki tujuan untuk melindungi tumbuhan dan satwa liar dari perdagangan internasional yang dapat mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam.
Saat ini seluruh barang bukti telah diamankan di kantor Seksi Konservasi Wilayah V Banyuwangi. Selanjutnya, pihak BBKSDA Jatim akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Balai KSDA Bali untuk menindaklanjuti asal usul ke 142 lembar kulit ular tersebut.
Penulis dan Foto : Vivi Primayanti, SH. Polhut Penyelia, Kepala RKW 14 Banyuwangi.
Penyunting : Agus Irwanto