Setiap kepala balai yang memimpin kantor Balai Besar KSDA Jawa Timur selalu memiliki gaya dan kekhasan masing-masing. Tak terkecuali Dr. Nandang Prihadi, S.Hut., M.Sc, yang lebih akrab dipanggil Nandang. Mungkin ia salah satu kepala balai yang paling rajin berdialog dengan pegawai dan staf.
Kopi Darat bukan kali ini saja ia adakan. Beberapa kegiatan serupa sempat ia gelar meski tak sebesar Kopi Darat pada 3 Agustus yang lalu. Sebutlah Kopi Darat bersama Polisi Kehutanan di resort – resort yang dikunjunginya, seperti Pulau Bawean, Puger, Sempu, dan lainnya.
Juga Kopi Darat saat Nandang menyatroni markas Profauna di Malang. Pun demikian dengan diskusi tengah malam bersama para Kader konservasi di Jember beberapa saat lalu.
Kopi Darat 3 Agustus kemarin, Nandang mengumpulkan para breeder burung kicauan yang baru masuk satwa dilindungi pada P.20 Tahun 2018. Begitu pula dengan para penggiat lingkungan hidup dan Kelompok Pecinta Alam terkait berita-berita Gunung Argopuro.
Semua dikumpulkan di halaman kantor balai dalam suasana yang santai dengan ditemani kopi dan makan ringan berupa polo pendem rebus. Benar-benar jauh dari kata formalitas.
Kopi Darat kali ini disiarkan langsung melalui Fanpage Facebook milik BBKSDA Jatim, ini sebagai jawaban atas permintaan dari warganet dan juga akun @kementerianLHK sehari sebelumnya.
Berbagai tanggapan dilontarkan warganet atas dilaksanakannya Kopi Darat kali ini. Seperti akun @yudistyor, “Salut kepada @bbksdajatim dan para pejuang konservasi Jatim”. Pun serupa dengan @anandarifqy yang menyatakan “Terima kasih atas inisiasi dan tindak lanjutnya @bbksdajatim”.
Namun demikian, konsep Kopi Darat seperti ini nampaknya cukup ampuh untuk mempertemukan berbagai pemangku kepentingan. Dari data isian pendaftaran tak kurang dari 150 orang pendaftar untuk hadir dalam Kopi Darat kemarin. Ini sungguh membahagiakan karena ternyata mendapatkan respon yang cukup baik.
Jalan, Trail, Dan Argopuro
Salah satu berita santer yang membuat Nandang menggelar Kopi Darat kembali, yakni pembangunan dan pelebaran jalan menuju Sikasur (bukan Cikasur) Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang. Nandang menjelaskan bahwa pembangunan jalan tersebut di luar batas kawasan konservasi dan BBKSDA Jatim tidak punya wewenang terkait hal tersebut. Pembangunan jalan ini diinisiasi oleh pihak Perum Perhutani dan Pemkab. Situbondo.
Lalu, mengenai motor trail yang memasuki kawasan Taman Hidup dan Sikasur, Nandang mewakili institusi BBKSDA Jatim meminta maaf karena kecolongan. Hal ini juga tidak lepas dari jumlah pegawai yang terbatas di Suaka Margasatwa Dataran tinggi Yang.
Kelompok motor trail tersebut memasuki kawasan konservasi secara illegal dan tidak melakukan konfirmasi ataupun izin kepada pihak pengelola. Dan terkait isu 100 motor trail yang akan melakukan upacara 17 Agustus di Sikasur, dengan tegas Nandang menepis isu tersebut.
“Tugas kita adalah untuk mengawasi agar isu tersebut tidak menjadi kenyataan,” Ujar pria berkacamata minus tersebut.
Sebagai tindakan preventif, BBKSDA Jatim akan memperbaiki dan memasang portal untuk mencegah kendaraan bermotor masuk kawasan konservasi.
Diakhir sesi, Nandang meminta partisipasi para pendaki, pecinta alam untuk ikut membantu petugas dalam menjaga Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang.
“Awasi dan laporkan jika melihat pelanggaran, termasuk para pendaki bandel yang tidak membawa turun sampahnya atau membikin perapian. Karena savana Sikasur dan yang lainnya merupakan areal yang rawan kebakaran hutan,” tuturnya.
2 Pintu Pendakian Telah Diportal
Resort Konservasi Wilayah 23 Argopuro telah mendirikan portal – portal di 2 titik. Pertama di batas kawasan konservasi pada pal 93, yang menjadi pintu masuk pendaki via Baderan – Situbondo. Dan yang kedua pada batas kawasan Hutan Lindung dan Suaka Margasatwa yang melalui jalur Bermi, Krucil – Probolinggo.
Bahan portal kali ini dipilih berbahan dasar kayu. Ini mengingat portal sebelumnya yang berbahan besi raib beserta plang nama kawasan di sekitar pal 93, pintu masuk via Baderan. Ini bukan kali pertama BBKSDA Jatim kehilangan plang atau portal berbahan dasar besi. Bahkan pada kawasan konservasi yang lain, pal batas ikut raib karena diambil rangka besinya.
Portal ditanam sedalam 1,5 meter dan dibuat semakin melebar agar tak dapat dilalui sepeda motor. Portal didesian sedemikian rupa sehingga tak dapat dilalui sepeda motor, namun tetap dapat dilalui oleh pendaki. Meski bersifat sementara, namun petugas memasang portal sekokoh mungkin. (Agus Irwanto)