Tiga setengah tahun sudah jalan aspal yang dahulu membelah Cagar Alam Manggis tempat kami bekerja ditutup, persis 7 bulan setelah erupsi Gunung Kelud, September 2014. Sebelumnya terdapat sebuah jalan aspal yang membelah cagar alam ini dari timur hingga barat sejauh 720 meter.
Awalnya, hanya tumbuhan bawah dan liana yang memenuhi bekas jalan. Tumbuhan bawah masih terdiri dari rumput, herba, dan semak belukar atau perdu. Tumbuhan ini penting dalam sebuah pemulihan ekosistem karena berfungsi sebagai penahan pukulan air hujan dan aliran permukaaan. Sehingga dapat meminimalkan erosi tanah, dan sebagai penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah.
Setelah tumbuhan bawah sukses menjalankan fungsi ekologisnya, baru pada musim hujan akhir 2015, kami mulai menjumpai permudaan pohon jenis Lengki, Tutup (Macaranga tanarius), Wadang, Berasan, Jingkat, dan Awar Awar (Ficus septica). Lengki, Basah, Berasan dan Awar Awar hanya ditemukan di dekat gapura barat saja, Namun Tutup dan Jingkat dapat dijumpai tumbuh merata dari timur hingga barat bekas jalan.
Kami tak menyangka, jalan aspal itu dapat bersuksesi sehebat ini. Padahal, dulu jalan aspal ramai oleh berbagai kendaraan masyarakat Desa satak dan Desa Manggis. Ya, jalan itu menjadi satu-satunya penghubung antara kedua desa tersebut.
Selain limpahan sampah, jalan tersebut semakin lama semakin melebar, sehingga mematikan tumbuhan di kanan kiri jalan. Hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, saat musim hujan tiba, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan menempati tanah kosong yang diiringi oleh permudaan jenis-jenis pohon.
Hampir Menjadi Hutan Primer
Hingga pertengahan Maret 2018 ini hujan masih setia mengguyur cagar alam, dan kami menjumpai semai aneka tumbuhan saat mulai melangkah dari gapura Barat. Tumbuhan seperti Lengki, Tutup, Jingkat, Awar Awar, Basah dan Berasan telah tumbuh memasuki fase pancang, dengan tinggi antara 70 hingga 150 cm.
Setelah tiga setengah tahun, dinamika vegetasi di bekas jalan ini menyerupai tahapan suksesi sekunder. Biasanya suksesi sekunder terjadi pada hutan yang mengalami gangguan dan terjadi proses pemulihan ekosistem.
Diharapkan dalam waktu kurang dari lima tahun, dapat mencapai indeks permukaan daun dan tingkat produksi primer bersih seperti hutan primer. Diikuti akumulasi biomasa daun dan akar. Begitu biomasa daun dan akar berkembang penuh, maka akumulasi biomasa kayu akan meningkat secara tajam.
Meski suksesi memerlukan 50 -100 tahun untuk mencapai klimaksnya, namun diharapkan setelah 10 tahun penutupan jalan kondisi cagar alam mulai mendekati hutan primer atau seperti saat sebelum jalan itu ada. (Siti Nurlaili, PEH Pertama pada Resort Konservasi Wilayah CA Manggis Besowo Gadungan)
Editor : Agus Irwanto