Di jantung Pulau Bawean, di antara rimbunnya vegetasi dan aliran sungai yang mulai kehilangan kejernihannya, satu jejak kehidupan kembali terungkap. Seekor labi-labi bertempurung lunak, Amyda cartilaginea, muncul dari dasar sungai di Desa Sidogedungbatu, Kecamatan Sangkapura, Gresik. Temuan ini bukan sekadar peristiwa biasa, tetapi fragmen dari sejarah alam yang perlahan menghilang.
Penemuan ini terjadi pada 27 Februari 2025, saat proyek normalisasi sungai yang dilakukan oleh UPT Pengelolaan Jalan, Jembatan, dan Sumber Daya Air (SDA) Pulau Bawean berlangsung. Alat berat yang mengeruk dasar sungai menemukan dua individu labi-labi, meskipun hanya satu yang berhasil diangkat ke permukaan. Menyadari pentingnya keberlangsungan hidup satwa ini, seorang warga bernama Abdul Razak segera melepaskannya kembali ke habitat alaminya.
Penemuan Kembali, Langkah Cepat Penyelamatan
Tak lama setelah kejadian tersebut, Tim Resort Konservasi Wilayah (RKW) 10 Pulau Bawean bersama MMP Bawean Lestari bergerak cepat. Mereka melakukan pemeriksaan morfometri dan evakuasi terhadap labi-labi yang ditemukan pada 11 Maret 2025.
Dengan panjang karapas 23 cm dan berat lebih dari satu kilogram, individu ini dipastikan berjenis kelamin betina. Namun, pertanyaan besar muncul: seberapa banyak populasi labi-labi yang tersisa di Bawean?
Kesaksian warga menambah lapisan cerita yang lebih dalam. Beberapa penduduk, seperti Hepni dari Desa Kebuntelukdalam, mengingat masa ketika labi-labi sering terlihat di berbagai aliran sungai Bawean. Kini, perjumpaan dengan spesies ini menjadi momen langka, tanda bahwa habitatnya mungkin telah mengalami degradasi yang signifikan.
Menjaga Jejak yang Kian Samar
Labi-labi bertempurung lunak bukan sekadar penghuni perairan, tetapi indikator penting bagi kesehatan ekosistem sungai. Keberadaannya di Bawean mengisyaratkan bahwa pulau ini masih menyimpan keanekaragaman hayati yang berharga. Namun, ancaman dari aktivitas manusia, degradasi habitat, serta minimnya kesadaran konservasi dapat mempercepat kepunahannya.
Untuk itu, tim Matawali RKW 10 Bawean bersama warga setempat mulai bergerak. Sosialisasi kepada masyarakat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya menjaga labi-labi. Selain itu, pemantauan lebih lanjut akan dilakukan di sekitar kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa Pulau Bawean guna memastikan keberadaan individu lain.
Kini, pertanyaan yang menggantung dalam lamunan adalah akankah Pulau Bawean kembali menjadi tempat yang aman bagi labi-labi? Ataukah kita hanya menyaksikan sisa-sisa kehidupan yang perlahan menghilang? Satu hal yang pasti, jejak terakhir ini adalah panggilan bagi kita semua untuk bertindak sebelum terlambat.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur