Hiu-Manta Raja Ampat Dilindungi

Share

JAKARTA, KOMPAS.com – Keberadaan ikan hiu dan pari manta di Raja Ampat, Papua Barat, diupayakan dilindungi dari eksploitasi. Kebijakan pemerintah kabupaten yang butuh dukungan patroli keamanan laut itu diharapkan dapat menekan penangkapan dan penjualan biota laut bernilai tinggi tersebut.


Kebijakan itu dituangkan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan Jenis-Jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Kabupaten Raja Ampat. Perda diluncurkan Rabu lalu.

”Populasi hiu dan pari manta penting bagi kami yang hidup dari wisata laut dan perikanan,” kata Manuel P Urbinas, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat, Kamis (21/2/2013), dihubungi dari Jakarta.

Perda itu memperkuat komitmen Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di Raja Ampat hampir 1 juta hektar, yang dicanangkan lebih dari lima tahun lalu. Kini, ikan hiu dan pari manta dilindungi pada area 4,6 juta hektar perairan laut Raja Ampat. Kehadiran ikan manta pada titik-titik penyelaman jadi daya tarik dan daya jual bagi wisata bawah air.

Sebelumnya, November 2012, ada surat edaran bupati yang menyatakan Raja Ampat adalah kawasan konservasi atau suaka hiu, yang melarang eksploitasi ikan hiu, pari manta, penyu, dugong, dan ikan untuk perdagangan akuarium di seluruh perairan Raja Ampat.

Kepulauan Raja Ampat di barat laut Provinsi Papua Barat merupakan salah satu penyusun penting Segitiga Terumbu Karang atau pusat keanekaragaman hayati laut dunia.

”Bukti ilmiah menyatakan, nilai hiu dan pari manta hidup melampaui keuntungan sesaat dari hiu dan pari manta mati, sehingga menguntungkan bagi pariwisata bahari dan destinasi penyelaman kelas dunia yang semakin populer,” kata Direktur The Nature Conservancy (TNC) Program Indonesia Rizal Algamar.

Kebijakan itu dinilai penting bagi peningkatan pariwisata dan perikanan berkelanjutan di kabupaten bahari tersebut.

Urbinas mengakui, pelaksanaan perda butuh dukungan aparat keamanan, seperti kepolisian dan TNI. Selama ini, patroli bersama masih kerap dilakukan.

Kajian ekologis TNC dan Conservation International (CI) menunjukkan, Raja Ampat rumah bagi 75 persen jenis terumbu karang di dunia dengan 553 jenis terumbu karang dan 1.437 jenis ikan karang.

Direktur CI Indonesia Ketut Sarjana Putra mengatakan, Raja Ampat contoh bagi kabupaten lain yang punya kawasan laut. Ini salah satu langkah mendongkrak ”ekonomi biru” Indonesia melalui investasi pada wisata bahari yang bertanggung jawab, mengakui hubungan kuat ekosistem laut yang sehat dengan masyarakat berkelanjutan yang sehat.

Populasi turun

Hiu dan pari manta yang tergolong predator puncak di lautan bereproduksi lambat bila dibandingkan dengan ikan jenis lain pada rantai makanan di bawah. Artinya, populasi hiu dan pari manta rawan dihancurkan dan butuh berpuluh tahun untuk pulih.

Populasi hiu di Raja Ampat menurun akibat penangkapan ikan. Kini populasi hiu menunjukkan tanda pemulihan di Zona Larang Tangkap di KKLD Raja Ampat.

Secara umum, populasi hiu mengalami penurunan cepat dan drastis di seluruh dunia akibat tekanan pemancingan untuk memenuhi kebutuhan sup sirip hiu dan obat/kosmetik tradisional terus-menerus. Setidaknya, berjuta-juta hiu dibunuh setiap tahun demi siripnya.

Akibatnya, banyak spesies hiu mengalami penurunan lebih dari 75 persen dan pada beberapa spesies tertentu hingga 90 persen atau lebih. Di banyak tempat, hiu hidup mendatangkan keuntungan berkelanjutan karena wisata bahari.