Dua orang pegawai Balai Besar KSDA Jawa timur melakukan studi banding terkait pengelolaan Sanctuary Maleo yang ada di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TN. Bonawa) Kotamobagu, Sulawesi Utara, 24 – 27 Oktober 2023 yang lalu. 2 orang petugas tersebut masing-masing Dhany Triadi, Pengendali Ekosistem Hutan Madya dan Khoirul Rozikin, Pengendali Ekosistem Hutan Muda yang berkesempatan untuk mengenal lebih dekat seperti apa pengelolaan sanctuary ini.
Dalam sambutannya, Kepala Balai TN. Bonawa, Anis Suratin, M.P. menyampaikan terima kasihnya atas kunjungan tim dari BBKSDA Jatim yang ingin belajar mengenai pengelolaan Sanctuary Maleo (Macrocephalon maleo) yang ada di TN. Bonawa.
“Dalam pengelolaannya, Sanctuary Maleo TN Bonawa bekerjasama dengan NGO yaitu WCS (Wildlife Conservation Society),” tambah Anis.
Menurut Dhany Triadi, Burung Gosong Kaki Merah (Megapodius reinwardt) yang ada di Cagar Alam Pulau Saobi dengan burung Maleo masih satu keluarga yaitu Megapodidae. Dimana Burung Maleo dan Gosong Kaki merah memiliki kesamaan yaitu menaruh telurnya di dalam tanah atau pasir untuk menetaskannya.
Rangkaian studi banding berupa kunjungan ke 3 site monitoring, yakni Sanctuary Muara Pusian, Sanctuary Tambun dan Batu menangis. Dan kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan di lokasi peneluran, pemindahan telur ke bak penetasan, dan pelepasan anak Maleo.
Dalam kawasan TN Bonawa, lokasi peneluran maleo biasanya ditandai dengan adanya sumber air panas vulkanik (air panas) dengan batas lokasi penelurannya berupa lubang-lubang yang terdeteksi masih atau pernah digunakan sebagai tempat penempatan telur. Pada lokasi ini kegiatan yang diperbolehkan adalah penelitian, pemantauan, pembangunan fisik, kegiatan wisata terbatas, dan kegiatan dalam pengelolaan lokasi peneluran itu sendiri. Semua kegiatannya harus memenuhi waktu-waktu dan batasan tertentu yang telah ditetapkan.
Pelepasliaran anak maleo menjadi salah satu rangkaian yang paling menarik. Biasanya, anakan yang dianggap kuat dan lincah menjadi pilihan utama untuk dilepaskan. Nah, salah satu cara untuk meningkatkan peluang hidup anak maleo di alam adalah dengan melepasliarkannya di tepi hutan dan mengarahkannya ke dalam hutan. Sangat penting untuk anak maleo segera masuk ke hutan karena mereka butuh perlindungan secepat mungkin dengan menemukan lokasi tenggeran yang bebas dari predator.
Dan cara melepaskan anak Maleo ini tidak sembarangan ternyata, bukan melemparkannya ke udara. Namun melepaskannya dari genggaman tangan secara perlahan, dan membiarkannya berjalan, berlari, atau terbang sendiri ke arah hutan. Dari sinilah akhirnya tercetus Salam Maleo, Jepit Pahanya, elus elus kepalanya.
Khoirul Rozikin, Pengendali Ekosistem Hutan Muda