Belakangan aduan masyarakat Kota Surabaya terkait gangguan satwa liar semakin meningkat melalui Layanan Command Center 112. Gangguan tersebut ada yang bersifat meresahkan hingga mengganggu ketertiban umum, seperti satwa yang lepas atau sengaja dilepaskan oleh pemiliknya. Mayoritas satwa atau hewan yang sering diadukan oleh masyarakat berupa ular, monyet, anjing, hingga kucing.
Keresahan yang timbul dengan adanya konflik satwa di perkotaan ini berpotensi menyebabkan ketakutan, merusak perumahan, menggigit warga, hingga menularkan penyakit (zoonosis). Pemkot Surabaya berharap adanya kerja kolaborasi dalam proses evakuasi dan penampungan satwa, baik itu satwa liar maupun hewan peliharaan.
Hal tersebut diangkat dalam Rapat Penanganan konflik Satwa Wilayah Kota Surabaya di Kantor Badan Penanggulangan dan Perlindungan Masyarakat, 11 September 2019. Rapat tersebut diikuti oleh berbagai instansi dan pemangku kepentingan seperti Badan Penanggulangan dan Perlindungan Masyarakat, Dinas Pemadaman Kebakaran, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, serta PDTS. Kebun Binatang Surabaya. Juga dari luar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya seperti FKH. Universitas Airlangga dan Balai Besar KSDA Jatim.
BBKSDA Jatim sendiri memiliki tupoksi yang salah satunya adalah penanganan konflik satwa dan menampung satwa liar penyerahan masyarakat.
“Selama ini kami telah bekerja sama dengan Linmas atau layanan CC112 dalam hal penanganan dan evakuasi satwa liar,” ujar RM. Wiwied Widodo, Kepala Bidang KSDA Wilayah II.
Kedepan bersama akan disusun peraturan daerah terkait manajeman pemeliharaan hewan dengan etika kesejahteraannya. Pun demikian dengan penyiapan lokasi penampungan satwa hasil evakuasi serta standar penanganannya seperti pengecekan kesehatan, vaksinasi, dan sterilisasi.
Nantinya akan dilakukan terlebih dahulu sosialisasi kepada setiap kampung atau kelurahan terkait ketentuan kepemilikan dan pemeliharaan satwa liar / hewan. Kegiatan sosialisasi ini akan melibatkan seluruh unsur pemangku kepentingan seperti BBKSDA Jatim dan lainnya.