Type to search

Berita

Komisi IV DPR RI Bersama Dirjen KSDAE Melepasliarkan Satwa di Taman Nasional Baluran

Share

Hari Konservasi Alam Nasional merupakan salah satu hari peringatan lingkungan hidup yang ada di Indonesia. Hari Konservasi Alam Nasional ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2009 oleh Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Republik Indonesia yang keenam.

Hari Konservasi Alam Nasional, atau yang biasa disingkat HKAN, merupakan hari peringatan yang memiliki tujuan untuk mengampanyekan pentingnya konservasi alam bagi kesejahteraan masyarakat. HKAN juga memiliki tujuan untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam menyelamatkan ekosistem alam. Hari peringatan ini dikoordinir langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.

Dirjen KSDAE bersama ketua komisi IV meninjau suaka banteng di TN Baluran

Dalam rangka menyambut peringatan Hari Konservasi Alam Nasional ke 12 tahun 2021, Kamis, 25 Maret 2021, Balai Besar KSDA Jawa Timur bersama Balai Taman Nasional Baluran melaksanakan kegiatan Road To HKAN yang dilaksanakan di Taman Nasional Baluran. Kegiatan ini bersamaan dengan agenda kerja kunjungan spesifik Komisi IV DPR RI bersama Dirjen KSDAE Kementerian LHK. Pelepasliaran satwa sebagai penanda Road To HKAN 2021 dilakukan jajaran Direktorat Jenderal KSDAE bersama Komisi IV DPR RI dan Bupati Situbondo.

Adapun tujuan pelepasliaran adalah selain mengembalikan satwa tersebut ke habitatnya juga agar satwa dapat berkembangbiak secara alami untuk menghindari kepunahan dan terjaganya ekosistem yang ada. Satwa yang dilepasliarkan telah melalui tahapan penanganan prosedur pelepasliaran, Rehabilitasi satwa termasuk pemeriksaan kesehatan, penilaian perilaku satwa yang bertujuan mengetahui sifat alami (liar) satwa, proses habituasi di lokasi pelepasliaran dan monitoring pasca pelepasliaran. Perlakuan/ penanganan satwa pra pelepasliaran bertujuan memastikan bahwa satwa tersebut layak dan siap untuk dilepasliarkan ke habitatnya, sedangkan monitoring pasca pelepasliaran guna memastikan bahwa satwa dapat survive dan kembali liar di habitatnya.

Jenis satwa yang dilepasliarkan terdiri dari 2 ekor merak hijau (Pavo muticus), 1 ekor trenggiling (Manis javanica), 7 ekor burung jenis Tiong Emas (Gracula religiosa religiosa) dan 50 ekor Tukik penyu sisik (Eretmochelys imbricata) Data lengkap dari keempat jenis satwa tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Merak Hijau (Pavo muticus)

Terdiri dari 1 ekor jantan dan 1 ekor betina, kedua merak tersebut berusia ∓  5 tahun. Merak jantan memiliki berat 4,8 kg dan merak betina memiliki berat 3,4 Kg. Usia tersebut tergolong dalam kelas dewasa. Satwa merupakan hasil penyerahan dari SKW III Surabaya dengan nomor Berita Acara Penyerahan (BAP) Nomor: BA.253/K.2/BKWII/SKW3/KSA/1/2021 tanggal 27 Januari 2021. Sebelum diserahkan ke  SKW III Surabaya, satwa tersebut berasal dari calon penangkar A.n HM Sugiono, dengan alamat Dukuh Kali Kendal, RT.002/RW.002, Kel. Pradahkalikendal, Kec. Dukuh Pakis, Kota Surabaya, dimana satwa tersebut merupakan penitipan BBKSDA Jatim kepada calon penangkar HM Sugiono dengan Berita Acara Penitipan Nomor: BA.428/BBKSDA.JAT.4.3/2013 tanggal 29 November 2013.

Status konservasi merak hijau (Pavo muticus) Termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tanggal 28 Desember 2018.

Keberadaan merak hijau (Pavo muticus) secara umum Tersebar di sebagian Asia Tenggara, Cina dan sebagian kecil India. Di Indonesia hanya ditemukan di Pulau Jawa, dengan perjumpaan historis tersebar di seluruh penjuru Pulau termasuk P. Panaitan, TN Ujung Kulon. Antara tahun 1980-2001 tercatat setidaknya 26 lokasi yang saling terpisah satu sama lain. Saat ini populasi utama di Jawa hanya bertahan di kawasan konservasi di kedua ujung Pulau  (TN Ujung Kulon Sisi Barat, TN Baluran, TN Alas Purwo, dan TN Meru Betiri sisi timur).

2. Trenggiling (Manis javanica)

Berjenis kelamin betina, berusia sekitar 1 tahun, Satwa berasal dari penyerahan sukarela dari masyarakat A.n Ahmad Fauzi, dengan alamat Desa Tegalarum, Kec. Bendo, Kab. Magetan. Satwa tersebut diserahkan ke RKW 5 Madiun dengan Berita Acara Penyerahan Sukarela Nomor:  BA.173/K.2/SKW2/KSA/3/2021 tanggal 18 Maret 2021. Selanjutnya oleh Bidang KSDA Wilayah I Madiun satwa tersebut diserahkan ke Balai Besar KSDA Jatim dengan Berita Acara Penyerahan Nomor: BA. 04/K.2/BKW1/KSA.3/2021 tanggal 23 Maret 2021 untuk dilakukan rehabilitasi dan pelepasliaran.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tanggal 28 Desember 2018, trenggiling termasuk satwa dilindungi.

Secara umum Trenggiling hidup di hutan hujan tropis dataran rendah. Persebaran Trenggiling di Indonesia terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Distribusi di Pulau Jawa diketahui dijumpai di TN Ujung Kulon, TN Baluran dan beberapa Taman Nasional lainnya yang ada Jawa.

3. Tiong Emas (Gracula religiosa religiosa)

Terdiri dari 3 ekor betina dan 4 ekor jantan, rata-rata ketujuh burung tiong emas yang akan dilepasliarkan berusia 1 tahun. Asal-usul satwa berasal dari penitipan barang bukti Ditreskrimsus Polda Jawa Timur dengan No BA.8462/VIII/PAM.5.3.2/2020/Ditreskrimsus pada tanggal 18 Agustus 2020. Pada tanggal 18 Agustus 2020, Ditreskrimsus

Polda Jawa Timur melakukan operasi, menemukan barang bukti berupa Tiong Emas (Gracula religiosa). Selanjutnya Polda Jawa Timur menyerahkan kepada Balai Besar KSDA Jawa Timur untuk penyelamatan lebih lanjut. Tiong Emas (Gracula religiosa) tersebut telah mendapatkan rehabilitasi di kandang transit satwa Balai Besar KSDA dan berdasarkan pemeriksaan tim pada tanggal 22 Maret 2021, Tiong Emas dinyatakan sehat dan layak lepas liar.

Tiong Emas termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tanggal 28 Desember 2018.

Sebaran Tiong emas umumnya hidup di daerah perbukitan antara 300 hingga 2.000 m dpl. Burung ini memilih habitat yang memiliki curah hujan dan kelembaban tinggi, termasuk ekosistem hutan hujan tropis. Persebaran burung ini pada Sunda Besar meliputi pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Pada tahun 2013 di TN Baluran populasi Tiong Emas (Gracula religiosa) baru terdata, sehingga menambah keanekaragaman jenis burung yang ada di TN Baluran.

4. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) adalah jenis penyu terancam punah yang tergolong dalam familia Cheloniidae. Penyu ini adalah satu-satunya spesies dalam genusnya. Spesies ini memiliki persebaran di seluruh dunia, dengan dua subspesies terdapat di Atlantik dan Pasifik. E. imbricata imbricata adalah subspesies di Atlantik, sedangkan E. imbricata bissa adalah subspesies di wilayah Indo-Pasifik.

Penampilan penyu sisik mirip dengan penyu lainnya. Penyu ini umumnya memiliki bentuk tubuh yang datar, dengan sebuah karapaks sebagai pelindung, dan sirip menyerupai lengan yang beradaptasi untuk berenang di samudra terbuka. Perbedaan E. imbricata dari penyu lainnya yang sangat mudah dibedakan adalah paruhnya yang melengkung dengan bibir atas yang menonjol, dan tampilan pinggiran cangkangnya yang seperti gergaji. Cangkang penyu sisik dapat berubah warna, sesuai dengan temperatur air. Walaupun penyu ini menghabiskan separuh hidupnya di samudra terbuka, sesekali mereka juga mendatangi laguna yang dangkal dan terumbu karang.

Praktik memancing yang dilakukan oleh manusia menyebabkan populasi E. imbricata terancam kepunahan. World Conservation Union mengklasifikasikan penyu sisik sebagai spesies kritis. Cangkang penyu sisik adalah sumber utama dari material cangkang kura-kura yang digunakan untuk bahan dekorasi atau hiasan. Convention on International Trade in Endangered Species melarang penangkapan dan penjualan penyu sisik maupun produk-produk yang berasal darinya. https://id.wikipedia.org/wiki/Penyu_sisik#cite_note-IUCN-1

Pada kawasan perairan Taman Nasional Baluran Penyu sisik merupakan salah satu spesies penyu yang hidup di kawasan tersebut. 50 ekor tukik penyu sisik yang dilepasliarkan adalah hasil pemindahan telur dari pantai balanan ke pantai Bama dan menetas di pantai Bama Taman Nasional Baluran.

Penyu sisik termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tanggal 28 Desember 2018.

Dalam kesempatan ini, Komisi IV DPR RI dipimpin ketua Komisi IV Sudin SE bersama 22 anggota, Bupati Situbondo Drs. H. Karna Suswandi, MM. dan Direktur Jenderal KSDAE Ir. Wiratno, M.Sc. secara langsung melaksanakan pelepasliaran satwa di savana Bekol dan pantai Bama kawasan Taman Nasional Baluran. Diharapkan dengan pelepasliaran satwa kali ini dapat melestarikan keanekaragaman hayati satwa dan menambah populasi satwa di Taman Nasional Baluran. Selain itu juga memberikan edukasi kepada publik bahwa pelestarian satwa adalah hal yang sangat penting untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan menjaga keseimbangan ekosistem. Menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati merupakan tanggung jawab kita bersama, Salam Konservasi.