Populasi hiu dan pari manta dalam ancaman

Share

Kegiatan perburuan mengancam populasi ikan hiu dan pari manta di wilayah perairan Indonesia, yang sudah menurun dalam beberapa tahun terakhir, kata beberapa ahli dalam simposium nasional perlindungan nasional hiu di Jakarta, Selasa.


Menurut Penasihat Teknis Program Kelautan Conservation International Indonesia, Mark V Erdmann, PhD,  penangkapan kedua jenis ikan yang siklus reproduksinya panjang dan lambat itu terjadi di beberapa wilayah perairan Indonesia seperti di Raja Ampat, Sangalaki, Lamakera, Lombok dan Bali.

Sebagai gambaran, ia menjelaskan, hampir 900 pari manta dari sekitar 17.000 pari manta yang diperkirakan hidup di wilayah perairan nasional setiap tahun ditangkap dan dibunuh di daerah-daerah seperti Lamakera dan Lombok.

“Kalau terus begini tentu dia akan habis dalam waktu dekat,” katanya serta menambahkan pari manta butuh waktu delapan sampai sepuluh tahun untuk dewasa dan hanya menghasilkan satu anak setiap dua sampai lima tahun.

Populasi hiu pun tidak lebih baik karena ikan hiu yang tahun 1980-an masih menjadi target tangkapan sampingan sejak tahun 1990-an, mulai menjadi target tangkapan utama dan makin marak dilakukan tahun 2000-an.

Menurut Direktur Marine Program WWF Indonesia, Wawan Ridwan, saat ini Indonesia merupakan negara penangkap ikan hiu terbesar di dunia dengan jumlah tangkapan sekitar 109.000 ton per tahun, disusul oleh India dengan tangkapan 74.000 ton per tahun.

Padahal siklus reproduksi hiu juga panjang dan lama. Ikan hiu menjadi dewasa setelah tujuh sampai 15 tahun dan hanya beranak satu kali dalam dua sampai tiga tahun dengan jumlah anak antara satu sampai sepuluh.

Penangkap ikan memburu pari manta karena banyak permintaan insang manta–bagian tubuh yang menyaring plankton dari air– untuk pengobatan tradisional China.  Sementara hiu kebanyakan ditangkap untuk diambil siripnya, antara lain untuk  dijadikan sup.

Harga keduanya cukup mahal. Harga insang manta berukuran besar dilaporkan sampai 680 dolar AS per kilogram sedang nilai seekor hiu bervariasi antara Rp100 ribu sampai Rp1 juta, menurut Erdmann.

Menurut Wawan, konsumen kedua jenis ikan tersebut kebanyakan berada di China, Taiwan, Hongkong, Jepang dan Korea.

Erdmann menambahkan, sekitar 15 persen dari seluruh pasokan sirip hiu dan insang manta di dunia berasal dari Indonesia.

Kerentanan populasi ikan hiu dan pari manta akibat penangkapan berlebihan bisa mengganggu keseimbangan ekosistem laut.

Dampak terhadap ekosistem

Penasihat Teknis Kawasan Konservasi Laut The Nature Conservancy (TNC), Purwanto, menjelaskan, sebagai predator puncak dalam ekosistem laut yang umumnya memangsa ikan-ikan yang sakit atau terluka, ikan hiu berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. 

“Bisa dibayangkan, kalau predator puncak hilang dari ekosistem tentu ikan yang berada di bawahnya akan berlimpah dan ikan di bawahnya lagi menurun drastis,” katanya.

Kerentanan populasi kedua jenis ikan itu juga akan memengaruhi kelimpahan dan keragaman stok ikan di lautan.

Oleh karena itu para ahli menyarankan pemerintah mulai menyiapkan regulasi dan rencana konservasi untuk menjaga populasi ikan hiu dan pari manta, tentunya dengan memperhatikan nasib sebagian masyarakat pesisir yang kehidupannya tergantung pada hasil tangkapan kedua jenis ikan tersebut.

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sudah melakukan upaya konservasi dengan menerapkan peraturan daerah tentang kawasan suaka ikan hiu dan pari manta serta pelarangan penangkapan kedua jenis ikan tersebut.

“Ini adalah yang pertama di Indonesia dan kawasan segitiga terumbu karang,” demikian Mark V Erdmann.

 

 

Sumber