PENYU HIJAU DI NUSA BARONG

Share

Indonesia memiliki 6 spesies penyu dari 7 (tujuh) spesies penyu yang ada di dunia. Spesies penyu tersebut yaitu : Penyu Pipih (Natator depressus), Penyu Abu (Lepidochelys olivacea), Penyu Belimbing    (Dermochelys coriacea), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Penyu Hijau (Chelonia midas). Satu lagi adalah Penyu Kempi (Lepidochelys kempi)  yang dapat ditemukan di Amerika Latin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis  penyu yang ada di Indonesia tersebut ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi. Secara internasional, penyu juga masuk ke dalam daftar merah (red list) di IUCN dan Appendix I CITES yang berarti bahwa keberadaannya di alam telah terancam punah sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian secara serius.

  

Di Jawa Timur terdapat beberapa lokasi yang menjadi tempat peneluran penyu antara lainPantai Suka Made Taman Nasional Meru Betiri, Pantai Ngagelan Taman Nasional Alas Purwo dan Cagar Alam Pulau Nusa Barong. Status perlindungan dan keberadaan satwa tersebut di dalam kawasan konservasi tidak menjamin penyu tersebut aman dari ancaman pengekplotasian terutama di Cagar Alam Pulau Nusa Barong. Keberadaan pulau yang jauh dari daratan ± 15 Km sebelah selatan Kec. Puger, Kab. Jember serta keterbatasan baik sarpras maupun petugas di lapangan membuat pulau ini sebagai ladang penghasilan bagi para pencuri telur penyu.

 

Di Pulau ini terdapat beberapa pantai yang menjadi tempat peneluran Penyu Hijau (Chelonia midas) yaitu Pantai Endok-Endokan, Pantai Monyetan dan Pantai Pasir Panjang. Menurut Sarjono, Polhut BBKSDA Jatim yang merupakan exs Polhut di Sukamade TN Meru Betiri menyatakan bahwa Frekuensi peneluran penyu hijau di Pulau Nusa Barong lebih tinggi dibanding dengan Pantai SukamadeTaman Nasional Meru Betiri. Hal ini dapat dikuatkan dengan jumlah penyu yang bertelur pada musimnya yaitu 4-5 ekor penyu di setiap pantai tersebut.

 

Namun demikian, sungguh memprihatinkan nasib generasi penyu di pulau ini, begitu malam bertelur maka keesokannya atau hari berikutnya telur-telur tersebut sudah raib, hanya  tinggal sarang-sarang yang terkoyak oleh tangan manusia yang tak bertanggung jawab. Ancaman tidak hanya datang dari manusia, predator seperti Babi Hutan, Biawak dan Musang Pandan pun ikut berlomba untuk mendapatkan telur penyu tersebut.

 

Apabila hal ini dibiarkan maka akan dapat mengancam terputusnya regenerasi Penyu Hijau di Indonesia maupun dunia. Meskipun satwa ini tidak termasuk 10 (sepuluh) satwa prioritas, namun tingkat keterancamannya sangat tinggi dan sudah sepatutnya kita sebagai pengelola memberikan perhatian yang lebih dalam pengelolaanya. Penambahan petugas di lapangan serta peningkatan sarpras yang lebih memadai misalnya perahu untuk patroli kawasan bisa menjadi hal yang diprioritaskan dalam penganggaran belanja asset kedepannya. Bayangkan saja Pulau yang memiliki luas ± 6.100 Ha hanya dijaga oleh 2 orang Polhut dan 1 orang Pam Swakarsa. Intinya adalah intensifikasi kegiatan pengamanan dan perlindungan kawasan lebih ditingkatkan sehingga dapat memberi kesan bahwa kawasan tersebut memang bertuan. (Teks dan Foto : Agus Ariyanto, S.Hut)