Cara Ini Lebih Efektif Menyimpan Air ke Tanah Dibanding Biopori

Share

Inilah gambar alur kerja sumur resapan dan sudah diujicoba di kantor IDEP, di Gianyar, Bali. Seperti sumur biasa tapi di sisi-sisinya dipasang pipa-pipa untuk jalur air permukaan dan air hujan dari atap yang difilter terlebih dahulu. Foto Luh De Suriyani

Air dari talang rumah mengalir deras ke bak penyaring pertama, kemudian mengucur dengan cepat ke sebuah sumur sedalam 6 meter melalui pipa yang ditanam di tanah. Air hujan ini dengan perlahan terserap ke tanah, hanya menyisakan genangan. Jalur air hujan lainnya adalah lewat permukaan tanah yang agak miring ke arah sumur imbuhan ini. Syaratnya permukaan tanah jangan dibeton, bisa diisi paving block berisi rumput.

Air hujan yang menyerap ke tanah lalu perlahan mengalir ke area penyaring yang dibuat mengelilingi sumur. Dilapisi kerikil, ijuk, kerikil, ijuk selang-seling. Ada beberapa pipa yang mengalirkan air hujan yang disaring alami menuju sumur. Aliran air ini tentu jauh lebih lambat dibanding jalur pertama dari talang air karena sepenuhnya melalui pipa setelah difilter di bak. Penyaringan sangat penting agar kualitas air hujan yang disimpan ke tanah tak terkontaminasi.

Mengisi kembali air ke tanah dinilai vital karena daerah resapan air sudah jauh berkurang. Tanaman kuat atau penyerap air diganti dengan umur pendek seperti sayuran, plus penggunaan pestisida kimiawi.

Recharge well atau sumur imbuhan/resapan ini diyakini sebagai salah satu cara efektif menjawab krisis air. Jauh lebih efektif dibanding biopori. Tentu saja karena ukurannya jauh lebih besar dan lebih cepat menginjeksi air ke tanah. Prinsip biopori atau sumur resapan ini untuk mengisi air tanah kembali sehingga cadangan air tanah terjaga, agar tak serta merta terbuang ke sungai lalu ke laut. Juga mengurangi risiko banjir.

“Saat hujan, air permukaan paling banyak tapi kotor. Harus ada penyaring kotoran dan bisa ditanami tumbuhan atau rumput agar tanah tak lari ke sumur,” jelas Gede Sugiarta, salah satu staf Yayasan IDEP yang mendemonstrasikan recharge well di kantornya, Kemenuh, Sukawati, Gianyar, Bali. Yayasan IDEP adalah LSM Indonesia yang didirikan 1999, awalnya fokus di pendidikan kesiapsiagaan bencana. Sumur imbuhan ini didukung pembuatannya oleh Five elements, sebuah restoran dan resor hijau di Abiansemal, Kabupaten Badung.

Program adopt a well ini mengandalkan kolaborasi para pihak agar bisa dibuat lebih banyak. Di rumah, tempat publik, atau perkantoran. Sementara kampanye lain adalah adopt a river, pendidikan lingkungan untuk pelajar yang dekat dengan sungai, dan adopt a water.

“Ini yang benar terjadi dan ada solusi yang cocok. Kami tak bisa memecahkan masalah, tapi kita perlu mendorong kesadaran agar lebih banyak orang bicara sustainable water,” ujar Gove DePuy, Direktur Program Keberlanjutan Five Elements menyaksikan kerja sumur resapan. Kontribusi ini dari para pengunjung karena 10% masuk ke social fund mereka, lalu didistribusikan mendukung inisiatif lingkungan.

Kampanye Air
Krisis air baru dirasakan warga ketika beberapa hari pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) ngadat. Tapi setelah kembali normal, kerisauan akan air bersih tak berjejak.

Bahkan ada pihak yang menolak edukasi soal ancaman krisis air di Bali. “Kamu akan menakuti turis, Bali tak ada krisis air,” heran Ade Andreawan, Direktur Yayasan IDEP mengingat respon seseorang di bandara yang menolak upaya menaruh brosur soal Bali Water Protection (BWP) Programme.

Menyebarkan brosur edukasi ini untuk meningkatkan kesadaran akan upaya konservasi air dan keterlibatan para turis ke Bali. Karena dari data yang dianalis IDEP, kebutuhan air terbanyak adalah untuk pariwisata khususnya akomodasi. Turis disebut menggunakan air 15 kali lebih banyak dibanding warga lokal. Saat ini jumlah turis ke Bali totalnya lebih dari 10 juta orang per tahun dari luar dan dalam negeri. Sementara jumlah penduduk sekitar 4 juta orang. Ade menambahkan permintaan air sekitar 5,4 juta meter kubik per tahun sementara persediaan sekitar 4,7 meter kubik. Defisit 13,6%.

Program ini akan mengisi ulang air tanah dengan tahap awal membuat 136 sumur air hujan di 13 lokasi. Cara ini diyakini memberikan hasil yang cepat mengembalikan level air hingga 90% dalam 5 tahun di area yang mengalami krisis air bersih dan terancam intrusi air laut. Inisiatif ini sudah disiapkan 2012 usai hasil penelitian yang menyatakan lebih dari 60% daerah aliran sungai di Bali mengering. Permukaan air turun drastis.

Dengan biaya kurang dari 1 juta US Dollar, program penyelamatan air Bali yang dirintis Yayasan IDEP bersama tim ahli Politeknik Negeri Bali (PNB) ini mengajak pemerintah provinsi Bali dan masyarakat luas bekerja sama dan turus berkontribusi dalam penggalangan dana.

Diawali dengan pembuatan beberapa Sumur Imbuhan di kota Denpasar kemudian pembuatan standar prosedur operasional (SOP) Pembuatan Sumur Imbuhan untuk kalangan industri/perhotelan di Denpasar dan Badung untuk mereplikasi membuat sumur sendiri.

India disebut salah satu negara dengan krisis air yang cukup sukses melakukannya konservasi air sejak 25 tahun lalu. Ketika cara ini diterapkan di beberapa daerah di India, menurut data dalam 2 tahun kenaikan air bawah tanah meningkat 5-10 meter di Delhi dan sekitarnya.

Prinsipnya keep it balance, keep the water in and out. Cara ini bisa dibuat dalam skala besar dan rumah tangga.

Uji coba sumur imbuhan ini didukung – Sumur imbuhan di Sukawati, Gianyar, Bali ini didukung pembuatannya oleh Fiveelements. Cara ini lebih efektif dibanding biopori. Foto Luh De Suriyani

Krisis Air
Sejumlah penelitian menyatakan krisis air bukan isapan jempol. Penduduk Bali berdasarkan angka sensus 2010 sejumlah 3.890.757 orang, dan berdasarkan angka proyeksi BPS 2014 berjumlah 4,1juta. Dengan rata-rata kebutuhan air setiap orang sebesar 183 liter/hari (konsumsi, mandi, dsb), menjadikan kebutuhan air penduduk lebih 750 juta liter per hari.

Belum lagi untuk kebutuhan turis. Jumlah kamar saat ini sebanyak 77.496 kamar (kompilasi data PHRI Bali 2014). Jika rata-rata per kamar perlu 2000 liter saja, maka jika kamar itu terisi 50% saja diperlukan sedikitnya 160 juta liter per hari. Namun ada ratusan villa yang tak teregistasi, kondotel, dan lainnya. Biasanya jauh lebih banyak konsumsi air karena menyediakan kolam renang per unitnya.

Dari data 2015, jumlah penduduk yang baru bisa dilayani PDAM hanya 78 ribu unit dari 800 ribu orang penduduknya. Jika dibanding dengan unit rumah tangga maka cakupannya sekitar 45%.

Total produksinya 1200-an liter per detik, sementara kebutuhan 1400an liter per detik. Defisit hampir 200 liter per detik. Ini menjawab kenapa air PDAM sering ngadat, karena defisit bahan baku.

Selain itu, sebagian sumur air tanah telah mengering atau tercemar dari intrusi air laut, terutama kawasan pariwisata di Selatan Bali. Saat musim kemarau, beberapa kali warga terlihat membuat sumur bor dengan kedalaman minimal 100 meter agar mendapat air tanah. Intrusi air laut merupakan konsekuensi ketidakseimbangan penggunaan air yang berlebihan dibandingkan penyediaan kembali air tanah.

Kemudian Danau Buyan, salah satu sumber cadangan air bersih terbesar kedua, turun 5 meter sejak 2012. Level permukaan air juga terus menurun.

Saat musim hujan beberapa waktu lalu di Bali, sejumlah peristiwa bencana banjir dan longsor terjadi di sejumlah kabupaten, termasuk daerah resapan air. Instalasi pengolahan air PDAM rusak karena sampah dan gelondongan kayu, air baku sungai sangat keruh berlumpur. Tanda-tanda Bali harus lebih cepat bergerak.

Sumber : mongabay.co.id