Burung Ekek-Geling Jawa Kritis

Share

 

 
Habitat hutan kian rusak dan maraknya penangkapan untuk dijadikan sebagai burung peliharaan merupakan ancaman bagi populasi mereka
 
Nasib burung ekek-geling jawa (Cissa thalassina) tengah diunjung tanduk atau berstatus kritis. Populasi burung endemik Pulau Jawa ini terancam akibat habitat alaminya telah rusak serta maraknya penangkapan untuk dijadikan sebagai burung peliharaan.
 
Hal ini disampaikan oleh Dwi Mulyawati,  Bird Conservation Officer Burung Indonesia, dalam rilis tertulisnya, Senin (5/11). Ia mengatakan bahwa perlu adanya upaya perlindungan terhadap ekek-geling jawa. “Menjaga kelestarian hutan alam Jawa dan terus melakukan sosialisasi  kepada masyarakat harus dilakukan agar populasi jenis ‘pendatang baru’ ini terpelihara” ungkap Dwi.
 
Ekek-geling jawa merupakan burung berukuran 32 sentimeter yang didominasi warna hijau, berekor pendek, bersetrip mata hitam dengan iris coklat. Kebiasaannya adalah terbang dalam kelompok kecil dan memburu serangga di hutan. Meski sering bersuara, burung ini agak sulit dilihat dikarenakan warna bulunya yang tersamarkan oleh hijaunya daun.
 
Ekek-geling jawa mendiami areal kaki bukit atau kawasan hutan dengan ketinggian antara 500 hingga 2.000 meter di atas permukaan laut, dataran rendah, daerah pertanian, serta tepi hutan. Keberadaannya tercatat di Taman Nasional Gunung Merapi, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, serta hutan di kawasan Parahyangan bagian selatan. Populasinya diperkirakan sekitar 249 individu dewasa.
 
Sebelum menjadi jenis tersendiri, ekek-geling jawa yang bernama Inggris Javan Green Magpie ini merupakan anak jenis dari ekek geling (Short-tailed Magpie) yang tersebar di Pulau Jawa dan Kalimantan. Kini, kedua anak jenis yang terpisah itu ditetapkan sebagai dua jenis yang berbeda pula. Ekek geling yang berada di Jawa menjadi ekek-geling jawa sementara ekek geling di Kalimantan menjadi ekek-geling borneo (Cissa jefferyi).
 
Menurut Bas van Balen, ornitologiwan (pakar burung) asal Belanda, pemisahan ekek geling ini didasarkan atas hasil studi terhadap perbedaan suara, morfologi, dan variasi bulu anak jenis ekek geling yang ada di Jawa dan Kalimantan tersebut. Namun begitu, nasib ekek-geling jawa dan ekek-geling borneo sangat berbeda.
 
Jumlah populasi ekek geling borneo -yang juga terdapat di hutan pegunungan Sabah, Malaysia dan Brunei– terbilang cukup banyak. Sebagian besar populasinya yang berada di kawasan lindung membuat keberadaannya jauh dari ancaman. Burung endemik Kalimantan ini statusnya adalah “risiko rendah” (Least Concern/LC) dikarenakan populasinya di alam masih sekitar 10 ribu ekor.   
 
Secara keseluruhan, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) mencatat, jumlah jenis burung terancam punah tahun 2012 sebanyak 126 jenis. Rinciannya adalah 19 jenis berstatus “kritis” (critically endangered/CR), 33 jenis berstatus “genting” (endangered/EN), dan 74 jenis tergolong “rentan” (vulnerable/VU). Semuanya itu, masuk dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
 
Sumber : nationageographic.co.id