Andatu, Bayi Badak Yang Ditunggu Setelah 124 Tahun

Share

www.jpnn.com. Keberhasilan TNWK mengembangbiakkan badak sumatera patut menjadi catatan sejarah. Sebab, kelahiran badak di luar habitatnya tersebut baru kali pertama berhasil dilakukan di wilayah Asia selama 124 tahun terakhir.

Selain itu, kelahiran badak jantan dari induk bernama Ratu dan pejantan bernama Andalas tersebut bertepatan dengan dicanangkannya tahun 2012 sebagai tahun badak. Anak badak yang baru berumur tiga hari tersebut kemarin dinamai Andatu yang merupakan gabungan dari nama Andalas dan Ratu. Anak badak itu diberi nama Andatu oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan saat memberikan keterangan pers di Ruang Utama Manggala Wanabakti, Kemenhut, Senin (25/6). 

Sebelum nama tersebut ditetapkan, ada tiga pilihan nama yang diusulkan. Pertama, Abadi. Nama itu dipilih karena kelahirannya sudah ditunggu sejak lama. Kedua, Arjuna yang berarti anak dari Andalas dan Ratu yang lahir pada Juni 2012. Baru yang ketiga, Andatu.
“Saya pilih nama Andatu yang merupakan buah kasih sayang Andalas dan Ratu serta anugerah dari Tuhan Yang Mahakuasa,” kata Zulkifli.
Zulkifli menyebutkan, kelahiran badak sumatera itu menandai keberhasilan dalam konservasi badak sekaligus membangun kepercayaan masyarakat terhadap upaya konservasi badak di Indonesia.
“Momentum tahun badak internasional rencananya diperingati setiap tahun oleh Kementerian Kehutanan pada hari kelahiran Andatu, yaitu setiap tanggal 23 Juni,” lanjutnya.

Zulkifli memaparkan, Andatu merupakan hasil perkawinan pasangan gado-gado. Andalas adalah badak berusia 11 tahun dari Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat (AS). Sedangkan Ratu asli dari TNWK. Andalas didatangkan ke SRS dari Cincinnati pada 2007. Sejak saat itu Andalas langsung dipasangkan dengan Ratu.
“Sebelum kelahiran ini Ratu sudah dua kali mengandung dari pasangan yang sama (Andalas), tapi tidak sampai melahirkan karena keguguran. Karena itu, saat hamil ketiga ia mendapat perhatian khusus. Perkembangan kehamilannya dimonitor secara intensif,” ujarnya.
Tidak main-main. Ada dua tim yang memonitor kehamilan hingga kelahiran Andatu. Pertama adalah tim perawat dan dokter hewan dari dalam negeri yang terdiri atas Yayasan Badak Indonesia (Yabi) dan Taman Safari Indonesia. Sedangkan tim kedua dari luar negeri, terdiri atas International Rhino Foundation (IRF), Kebun Binatang Cincinnati, Tarongan WPZ Australia, dan White Oak Conservation Center Amerika Serikat.
Dua tim tersebut terus memonitor, merawat, dan memeriksa Ratu dalam masa kehamilan yang berlangsung 15″16 bulan hingga proses kelahiran. “Selama hamil, Ratu mendapat pemeriksaan dan perawatan secara intensif dari kedua tim ahli itu,” tutur dia.

Saat menunggu kelahiran, dua tim sempat deg-degan. Menurut Direktur Eksekutif Yabi Widodo S. Ramono, dua hari sebelum melahirkan, Ratu tampak gelisah. Binatang bertubuh gempal itu terlihat mulai kesakitan. Selain mengeluarkan suara keras, ia menggigiti pagar dan kabel CCTV yang dipasang di sekitar lokasi penangkaran.
Sekitar dua jam sebelum melahirkan, Ratu sempat menaikkan kakinya ke pohon. Diduga, perilaku tersebut bertujuan memudahkan keluarnya si janin badak. Karena itu, dua tim terus mengamati aktivitas Ratu saat detik-detik menjelang kelahiran.
“Kami sampai harus menahan napas. Apalagi saat plasentanya mulai keluar. Kami sempat khawatir terjadi apa-apa saat bayi itu lahir,” kata Widodo.
Beruntung, Andatu lahir dengan lancar dan normal. Bahkan, begitu lahir, anak itu langsung bisa berdiri dan menyusu pada induknya. Menurut Widodo, sikap Ratu tersebut berbeda dari badak kebanyakan. Sebab, biasanya badak tidak mau menyusui anaknya.
“Kami sudah antisipasi kalau Ratu tidak mau menyusui anaknya. Tapi, ternyata Ratu sangat menyayangi anaknya,” kata dia.
Widodo menuturkan, pihaknya memberikan perlindungan ekstraketat pada bayi badak itu. Sebab, si bayi sempat dikira babi liar oleh penduduk sekitar. “Sempat dikejar-kejar warga karena dikira babi ngepet. Untung ketahuan petugas taman nasional dan diselamatkan ke SRS,” ungkap dia.

Menhut Zulkifli menambahkan, berdasar keberhasilan tersebut, pemerintah akan menindaklanjuti dengan membuat kandang raksasa di Taman Nasional Ujung Kulon sehingga pertumbuhannya mudah diawasi. Selain itu, program conservation breeding di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas juga dipastikan akan dijadikan model dalam pelaksanaan rencana pembangunan Javan Rhino Study Conservation Area (JRSCA) bagi upaya pelestarian badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon.
Sebagai informasi, Indonesia memiliki dua jenis badak asal Asia di antara lima jenis badak yang masih tersisa di dunia. Yaitu, badak jawa dan badak sumatera. Populasi badak jawa hanya sekitar 50 ekor di Taman Nasional Ujung Kulon, sedangkan populasi badak sumatera hanya sekitar 200 ekor di Taman Nasional Way Kambas, Bukit Barisan Selatan, Gunung Leuser, dan beberapa kawasan hutan alam di Sumatera dan Sabah, Malaysia.

Menurut Humas Balai TNWK Sukatmoko, upaya pengembangbiakan badak sumatera sebelumnya menggunakan badak jantan bernama Torgamba yang didatangkan dari Inggris. Namun, karena sudah tua dan sakit-sakitan, Torgamba tidak lagi produktif sebagai pejantan. Torgamba akhirnya meninggal pada usia 30 pada 2011.
“Konservasi dilakukan lagi setelah kedatangan Andalas dari AS pada 2007. Beruntung, begitu dipasangkan dengan Ratu, Andalas langsung bisa menunjukkan kejantanannya sampai Ratu hamil tiga kali,” tandas Sukatmoko. (*/c10/ari)