Indonesia Tertinggi dalam Kekayaan Jenis Burung Endemik

Share

Lembaga yang peduli terhadap kelestarian jenis-jenis burung, Burung Indonesia, dalam rilisnya melaporkan keragaman jenis burung di Indonesia pada 2014 yang lalu meningkat drastis menjadi 1.666 jenis dari tahun sebelumnya tercatat 1.605 jenis burung. Berdasarkan penelitian terbaru, penambahan jenis ini, dikarenakan adanya pemisahan jenis dari spesies yang selama ini dikenal, baik karena perbedaan morfologi maupun suara

Sebagai contoh, sempidan-merah kalimantan Lophura pyronota yang ditetapkan sebagai salah satu jenis baru di tahun ini sebelumya dimasukkan dalam jenis sempidan merah Lophura erythrophthalma. Sempidan merah sendiri tersebar di Sumatera, Semenanjung Malaysia, dan Kalimantan.

Hasil analisis terbaru menunjukkan sempidan merah di Kalimantan memiliki perbedaan. Antara lain pada warna bulu lehernya yang abu-abu pucat sementara di Sumatera dan Semenanjung Malaysia berwarna biru gelap mengkilat. Selain itu, sempidan di Kalimantan memiliki corak garis-garis putih tebal dari leher sampai bagian tengah perut serta pada bagian belakang leher hingga bulu mantelnya.

Atas dasar beberapa perbedaan itu sempidan merah di Kalimantan ditetapkan sebagai jenis tersendiri. Sementara itu, jenis di Sumatera dan Semenanjung Malaysia dianggap sama sebagai sempidan-merah melayu dan tetap menyandang nama latin L. erythrophthalma.

“Meskipun jenis baru di Indonesia didominasi hasil pemisahan jenis, tetapi ada juga jenis yang memang merupakan temuan baru yaitu serak seram Tyto almae,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia.

Namun menurutnya, sayangnya masih sangat sedikit informasi yang diketahui tentang burung hantu endemis Seram, Maluku ini. Badan konservasi dunia IUCN pun memasukkan serak seram dalam kategori Data Deficient.

Dengan penambahan jenis baru ini, Indonesia berada di posisi keempat dunia dalam hal kekayaan total jenis burung. Sementara dalam hal endemisitas, Indonesia tetap paling unggul dari negara-negara lain. Bahkan, sebanyak 75% jenis baru yang diakui pada 2014 itu merupakan jenis endemis. Artinya, penambahan jenis baru itu juga semakin memperkokoh posisi Indonesia sebagai negara dengan jenis burung endemis terbanyak di dunia yaitu 426 jenis atau bertambah 46 jenis dari tahun sebelumnya.

Yang patut menjadi perhatian, lantaran daerah sebaran burung-burung endemis itu tidak jarang hanya terbatas pada satu area kecil, sebagian besar jenis baru tersebut rentan terhadap kepunahan. Bahkan 14 jenis baru di tahun 2014 ini langsung masuk dalam kategori terancam punah. Sebut saja udang-merah sangihe Ceyx sangirensis yang masuk kategori Kritis, caladi batu Meiglyptes tristis yang masuk kategori Genting, dan walik lompobattang Ramphiculus meridionalis yang masuk kategori Rentan.

Meskipun demikian, ada satu jenis yang mengalami penurunan status keterancaman di tahun ini yaitu luntur jawa Apalharpactes reinwardtii. Burung endemis Jawa Barat ini menurun keterancamannya dari Genting menjadi Rentan. Status keterancaman luntur jawa turun karena diperoleh informasi terbaru bahwa perkiraan ukuran populasinya sedikit lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.

“Toh jenis ini tetap perlu mendapat perhatian karena masih berada di zona terancam punah mengingat populasinya yang masih terbilang kecil,” tutur Jihad.

Selain itu, habitatnya juga makin berkurang, terutama di daerah pegunungan di Bandung Selatan dan sekitarnya. Ancaman lain walaupun dalam jumlah relatif kecil yaitu perburuan untuk diperdagangkan.

Temuan Baru Spesies Burung di Indonesia
Sebagai contoh tambahan temuan spesies burung baru di Indonesia adalah Celepuk Rinjani (Otus jolandae) seperti yang dilaporkan dalam jurnal ilmiah PLOS ONE edisi Februari 2013 oleh tim gabungan ilmuwan Swedia, Belgia, Amerika Serikat, dan Australia.

Burung ini pertamakali ditemukan oleh naturalis asal Inggris, Alfred Everett, pada Mei 1896. Semula, jenis ini diberi nama Pisorhina albiventris. Selanjutnya, burung ini dianggap sebagai anak jenis dari celepuk Maluku dan mendapat nama ilmiah Otus magicus albiventris. Celepuk maluku (Otus magicus) sendiri merupakan jenis celepuk yang tersebar di Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara (Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba dan pulau-pulau kecil di sekitarnya).

Awalnya, pada 3 September 2003, pasangan peneliti Sangster dan istrinya, Jolanda Luksenburg, bertemu dengan jenis ini dikaki Gunung Rinjani. Setelah melakukan percobaan dengan memutar rekaman suara beberapa jenis celepuk yang diambil dari pulau sekitar Lombok, mereka menyimpulkan bahwa suara celepuk yang mereka jumpai itu sama sekali berbeda.

Penetapan celepuk rinjani sebagai jenis baru menjadikannya sebagai burung khas/endemik Pulau Lombok pertama yang diketahui keberadaannya.

Sumber : mongabay.co.id