Type to search

Artikel

Yaki, Si Monyet Hitam Sulawesi

Share

 

Populasi Yaki di Sulawesi Utara tersisa kurang dari 5.000 ekor. Si monyet hitam endemik Sulawesi tersebut masih diburu. 
 
Baru-baru ini tersebar kabar seorang pria yang mengunggah foto dirinya sedang menyembelih satwa ke media sosial dikecam oleh pegiat lingkungan. Sebab kabarnya, satwa tersebut adalah salah satu satwa liar yang hampir punah dan dilindungi di Indonesia.
 
Ia tinggal di Sulawesi bagian utara dan beberapa pulau di sekitarnya. Rambutnya hitam, ada jambul di kepalanya.
 
Tingginya sekitar 44-60 sentimeter, berat badannya sekitar 7-15 kilogram. Makanan sehari-harinya adalah berbagai bagian tumbuhan, seperti daun, pucuk daun, biji, bunga, umbi, dan buah.
 
Ia juga memakan beberapa jenis serangga, moluska, invertebrata kecil, bahkan ular. Seperti manusia, ia tidak dapat hidup sendirian, melainkan berkelompok.
 
Macaca nigra namanya. Ia lebih sering dikenal sebagai yaki.
 
Inilah monyet terbesar di Sulawesi. Namun, terancam punah sehingga dilindungi oleh pemerintah Indonesia berdasarkan UU RI No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999.
 
Penyebab kepunahannya adalah warga lokal yang suka memburu yaki untuk disantap. Walaupun tidak banyak warga lokal memakannya, namun jumlah warga yang sedikit itu cukup untuk mengurangi jumlah monyet tersebut. Selain menjadi santapan, monyet-monyet ini juga diperdagangkan di sejumlah pasar di Minahasa dan Tomohon.
 
Populasi yaki di Sulawesi Utara yang tersisa adalah kurang dari 5.000 ekor, 2.000 ekor di antaranya hidup di Cagar Alam Tangkoko-Duasudara. 
 
Saat ini ada banyak sekali gerakan penyelamatan satwa-satwa liar. Yaki pun memiliki tim pendukungnya sendiri, salah satunya adalah program Selamatkan Yaki. Program ini merupakan program konservasi, edukasi dan riset untuk melindungi monyet hitam Sulawesi dan hutan habitat mereka. Harry Hilser, Field Project Manager bagi program tersebut, mengatakan, dalam kurun waktu 20 tahun populasi satwa ini turun 80 persen.
 

 

Leave a Comment