Type to search

Artikel

Tiga Butir Telur Terkubur, Saksi Langka Kehidupan Naga Terbang

Share

Pulau Sempu kembali menyingkapkan misterinya. Pada 2 Oktober 2025, tim survei Lima Taksa dari Balai Besar KSDA Jawa Timur yang tengah memantau populasi lutung Jawa (Trachypithecus auratus) justru menemukan sesuatu yang tak kalah menakjubkan. Seekor Cekibar Jawa atau Cicak Terbang (Draco volans) sedang melakukan ritual reproduksinya yang langka, mulai menggali tanah, bertelur, hingga menyamarkan jejak sarang.

Selama lebih kurang 1 jam 45 menit, para petugas menyaksikan adegan dramatis di Blok Telaga Lele, Cagar Alam Pulau Sempu. Dengan gerakan penuh kehati-hatian, satwa mungil yang dikenal sebagai “naga terbang” ini menyiapkan tempat bagi keturunannya. Ia menggali lubang sedalam 4–6 sentimeter, lalu menghasilkan tiga butir telur yang ditanam rapi ke dalam tanah sebelum ditimbun kembali. Lapisan tanah yang digemburkan itu kemudian disamarkan dengan kamuflase alami, seolah tak pernah diganggu sebelumnya.

Temuan ini menjadi catatan penting, sebab tidak semua anggota keluarga Agamidae berperilaku serupa. Menurut catatan ilmiah, kelompok Calotes, yang sering kita jumpai di pekarangan atau hutan sekunder, biasanya hanya “meletakkan” telurnya di permukaan tanah tanpa menggali sarang. Cara bertelur yang sederhana itu membuat populasi Calotes jauh lebih masif dibandingkan Draco. Sebaliknya, Draco volans menginvestasikan energi lebih besar untuk memastikan keberlangsungan generasi berikutnya, strategi reproduksi yang jarang bisa didokumentasikan secara langsung.

Cicak terbang sendiri adalah reptil kecil unik yang mampu “meluncur” dari satu pohon ke pohon lain berkat sayap tipis berupa lipatan kulit di sisi tubuhnya. Panjang tubuhnya hanya sekitar 20–25 cm, namun luncurannya bisa mencapai 8–10 meter. Satwa ini tersebar di Asia Tenggara, termasuk hutan-hutan Jawa, Sulawesi, hingga Filipina. Namun, dokumentasi perilaku reproduksi di habitat alaminya masih sangat jarang, apalagi di pulau kecil yang terisolasi seperti Cagar Alam Pulau Sempu.

Hari sebelumnya, tim survei juga menemukan spesies bunglon hutan (Gonocephalus chamaeleontinus) yang kerap dijuluki “naga kecil hutan hujan”, menjadi tanda bahwa Sempu masih menyimpan keragaman herpetofauna yang luar biasa. Kehadiran Draco yang sedang bertelur keesokan harinya menambah daftar bukti bahwa pulau seluas 969,88 hektar itu merupakan laboratorium alam tak ternilai.

Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan keunikan siklus hidup cicak terbang, tetapi juga memberi pesan penting, bahwa menjaga keutuhan hutan Sempu berarti menjaga panggung alami bagi peristiwa-peristiwa kehidupan yang jarang bisa kita saksikan. Dari tiga butir telur kecil yang terkubur itu, lahirlah harapan besar tentang keberlanjutan spesies “naga terbang” ini.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda di Balai Besar KSDA Jawa Timur

Video Cekibar Bertelur

Tags:

You Might also Like