Serak Jawa Sang Pemburu Andal
Share
Jenis burung hantu ini memang istimewa. Di beberapa daerah di Jawa seperti Pekalongan, Demak, Blitar, dan Banyuwangi, burung hantu ini adalah sahabat petani karena kemampuannya untuk mengendalikan populasi tikus.
Memilki nama lokal serak jawa, burung yang memiliki nama latin Tyto alba ini berukuran besar (panjang 34 cm) dengan muka serta permukaan bagian bawah tubuhnya didominasi warna putih. Serak jawa memiliki kepala besar, kekar dan membulat. Mukanya berbentuk jantung dengan tepi cokelat dan memiliki iris berwana hitam. Tidak seperti jenis-jenis burung lain, mata burung hantu menghadap kedepan. Sementara paruhnya yang tajam dan berwarna keputihan menghadap ke bawah.
Bulu serak jawa lembut dengan corak tersamar. Bagian atas berwarna kelabu terang dengan sejumlah garis gelap dan bercak pucat tersebar. Pada serak jawa muda maupun betina, bercak tersebut biasanya lebih rapat. Ciri lain burung ini yaitu ada tanda mengkilat pada sayap dan punggung, kaki berwarna putih kekuningan sampai kecokelatan, dan memiliki bulu-bulu yang jarang. Jantan dan betina memiliki ukuran dan warna hampir sama. Namun, serak jawa betina kadang-kadang berukuran sedikit lebih besar.
Serak jawa sudah siap bertelur saat berumur 9 bulan dan dalam setahun burung hantu ini dapat bertelur 2—3 kali. Kisaran jumlah telur yang dihasilkan tiap musim berbiak berkisar 4—19 butir tergantung kesediaan pakan. Karena itu, populasi pengendali tikus ini bisa diperbanyak dalam waktu relatif singkat. Tiap burung dewasa dapat memangsa 2—5 tikus per hari atau sekitar 1.300 tikus per tahun. Serak jawa mulai dapat berburu tikus pada umur 5 bulan. Diperkirakan, sepasang serak jawa dapat melindungi hingga 10 hektar sawah. Namun, petani biasanya menempatkan satu pagupon (semacam rumah kecil yang khusus disediakan untuk burung) di tiap 3 hektar sawah.
Keberhasilan burung hantu dalam berburu ditunjang oleh kemampuannya terbang tanpa suara dan pendengarannya yang sangat tajam. Ketika terbang, suara yang timbul akibat pergerakan sayap diredam oleh semacam lapisan seperti beludru pada permukaan bulu-bulu sayap bagian bawahnya.
Selain itu, tepi bulu sayap burung hantu memiliki gerigi sangat halus menyerupai sisir yang berfungsi meredam suara kepakan sayap. Cara terbang tanpa suara ini mempertajam pendengaran burung hantu sekaligus menyebabkan pergerakannya tak terdeteksi oleh mangsa.
Kelengkapan lain pada burung hantu yang menunjang kesuksesannya dalam berburu yaitu penglihatan yang tajam. Sebagai burung malam, mata burung hantu memiliki kemampuan 3–4 kali lebih baik dari manusia untuk melihat dalam kegelapan sekitar. Meski bola matanya tidak dapat digerakkan, burung hantu memiliki leher sangat fleksibel. Sehingga, kepalanya dapat diputar 270 derajat dalam empat arah: kiri, kanan, atas dan bawah. Mata burung hantu juga menghadap ke depan sehingga menunjang penglihatan yang stereoskopik. Artinya, burung hantu dapat menentukan jarak dari objek yang dilihat.
Di sisi lain, letak lubang telinga burung hantu tidak simetris, yaitu tinggi dan sudutnya berbeda. Sementara pada bagian muka terdapat bulu-bulu yang tersusun melingkar seperti cakram atau parabola yang berfungsi mengarahkan suara ke lubang pendengaran. Susunan indera pendengaran seperti itu membuat burung hantu memiliki pendengaran yang peka dan mengarah ke sumber bunyi. Dengan demikian, burung hantu mampu mendeteksi arah sekaligus jarak mangsa secara tepat meski dalam kondisi gelap.
Di dunia burung ini tersebar secara umum, sedangkan di Indonesia, burung ini tersebar di dataran rendah Sumatera, Jawa, Bali hingga ketinggian 800 meter dpl.
Sumber : mongabay.co.id