Type to search

Artikel

Riset Kontroversi: Hanya Ada Dua Subspesies Harimau Saja di Dunia

Share
harimau_spesies01

Harimau sumatera, subspesies harimau terakhir Indonesia yang masih eksis. Foto: Rhett A. Butler

Jumlah harimau terus berkurang secara signifikan di seluruh dunia, namun hasil riset terbaru ini mungkin tidak kalah kontroversinya. Sebuah penelitian terbaru menyebutkan bahwa jumlah subspesies harimau dunia tidak sampai sembilan seperti yang sekarang dikenal, tetapi hanya ada dua. Jika penemuan ini diakui dan diadopsi, maka hal ini akan berdampak dramatis terhadap konservasi harimau dunia, hal mana tidak semua orang setuju dengan senang degnan hasil kesimpulan akhir temuan ini.

Dari sekitar total empat ribuan individu harimau yang masih hidup di alam liar saat ini, mereka biasanya digolongkan menjadi enam subspesies: harimau siberia, bengal, china selatan, sumatera, indocina dan malaya. Tiga subspesies lainnya tercatat telah punah yaitu: harimau bali, kaspian dan jawa.

Para ilmuwan dari Institute Leibniz for Zoo and Wildlife Research di Berlin menyelidiki perbedaan antar subspesies ini dengan melakukan perbandingan ukuran tengkorak, pola bulu, ekologi, dan genetika. Dengan data yang telah diterbitkan sebelumnya serta hasil temuan data terbaru untuk subspesies yang sudah punah dan menggabungkan berbagai sifat yang berbeda, para peneliti menyimpulkan hanya menemukan sedikit bukti terandalkan yang mengarah kepada alasan untuk membedakan harimau menjadi sembilan subspesies.

Lebih lanjut, seperti yang dilaporkan dalam jurnal Science Advances, para peneliti mengusulkan pembedaan harimau menjadi dua subspesies saja, yaitu: harimau sunda, yang terdiri dari subspesies harimau sumatera ditambah harimau jawa dan bali yang telah punah; dan harimau kontinental, yang meliputi semua sisanya.

“Jika kita melihat hasil analisis temuan, bisa-bisa pada akhirnya kita akan mengambil kesimpulan bahwa harimau hanya terdiri dari dua subspesies saja,” papar Andreas Layu, salah satu peneliti yang terlibat dalam penulisan laporan ini, sembari menambahkan bahwa timnya telah memasukkan perbedaan kode genetik antar subspesies yang ditemukan itu.

“Makalah ini pastilah akan menimbulkan kegemparan,” jelas Urs Breitenmoser, seorang ahli zoologi di University of Bern, yang tidak terlibat dalam penelitian ini. “Tapi saya rasa hasil riset ini cukup meyakinkan dan relevan dengan temuan-temuan lain dalam beberapa tahun terakhir,” jelasnya. “Menarik bahwa studi ini menyebutkan bahwa harimau kaspia dan siberia adalah subspesies yang sama.”

Breitenmoser adalah salah satu ketua di International Union for Conservation of Nature (IUCN), organisasi yang menyusun daftar merah (red list) dari spesies-spesies yang terancam punah. Dua tahun lalu, kelompok peneliti dalam spesialis kucing besar meminta untuk membentuk gugus tugas untuk memperbarui taksonomi semua kucing liar. Hasilnya diharapkan dapat diketahui pada akhir tahun ini.

Namun, kritik pun berdatangan. Menggabungkan tiga subspesies Sunda menjadi satu subspesies mungkin masih wajar, jelas Stephen O’Brien, ahli genetika dari Pusat Genom dan Bioinformatika Dobzhansky di St. Petersburg, Rusia, yang menghasilkan beberapa data genetik yang digunakan di dalam riset tersebut.

Namun, menggabungkan harimau kontinental menjadi satu kelompok subspesies masih perlu dikaji ulang mengingat adanya indikasi perbedaan genetik yang signifikan, yang perlu dilihat lehih lanjut untuk memisahkan jenis-jenis harimau menjadi enam subspesies terpisah.

Dalam evolusinya, satu masalah harimau adalah spesies ini hanya memiliki sedikit waktu untuk berkembang menjadi subspesies terpisah. Fosil menunjukkan bahwa hewan ini berkeliaran di sebagian besar kawasan Asia sekitar dua juta tahun lalu, namun kemudian bencana dahsyat terjadi.

Peta wilayah persebaran harimau dunia. Sumber: wikipedia

Peta wilayah persebaran harimau dunia. Sumber: wikipedia

Analisis genetik menunjukkan bahwa sekitar 70.000 tahun yang lalu sebagian besar hewan tewas, saat Toba, gunung supervolcano di Sumatera bagian utara, meletus. Mungkin hanya sebagian kecil populasi yang selamat, dan semua variasi yang terlihat jaman sekarang ini berkembang dalam 70.000 tahun terakhir.

“Itu adalah waktu yang cukup bagi subspesies yang terpisah untuk berbeda secara genetik, tetapi tidak secara morfologis,” jelas Shu-Jin Luo, ahli genetika dari Universitas Peking di Beijing yang bekerja pada spesies yang terancam punah.

“Data genetik jauh lebih dapat diandalkan dan lebih obyektif dari morfologi,” katanya. Sembilan subspesies dapat dibedakan secara genetik “dan biarkanlah tetap begitu,” lanjutnya. Shu menyebutkan bahwa dirinya skeptis terhadap studi ini yang lebih banyak mendasarkan pada anatomi dan ekologi untuk membedakan spesies.

Secara politik konservasi, jika klasifikasi baru tersebut diadopsi, maka akan membawa perubahan besar dalam kebijakan pengelolaan dan penyelamatan spesies. “Kabar baiknya hal ini akan membuat upaya konservasi menjadi lebih mudah,” jelas Volker Homes, spesialis konservasi di Worldwide Fund for Nature di Jerman.

Misalnya, harimau india, yang mungkin sekarang ada kisaran dua ribu individu, dapat digunakan untuk meningkatkan populasi harimau china selatan, yang mungkin sudah punah di alam liar, katanya. Demikian pula, ribuan harimau yang lahir di kebun binatang yang induknya berasal dari berbagai subspesies berbeda tiba-tiba akan memenuhi syarat untuk program pembiakan dan pelepasliaran.

Namun sebaliknya, Homes memperingatkan akan munculnya konsekuensi negatif juga. Banyak negara yang terlanjur bangga karena menjadi rumah dari subspesies harimau-harimau yang unik, yang telah terklasifikasikan sebagai satu subspesies tertentu, akan kehilangan minat untuk terus mendukung program penyelamatan harimau.

“Ada bahaya bahwa beberapa negara tidak lagi merasa bertanggungjawab untuk melindungi harimau, jika harimau-harimau itu tak lagi ‘unik’ bagi mereka,” pungkas Homes.

Sumber : mongabay.co.id

Leave a Comment