Rahmat Abidin, Menyulam Harapan dari Kambing dan Konservasi Nusa Barong
Share

Dalam dunia konservasi, tidak semua pahlawan membawa senjata. Sebagian dari mereka membawa buku catatan, semangat pantang menyerah, dan kemampuan mendengar denyut kehidupan masyarakat di pinggiran hutan. Rahmat Abidin, Penyuluh Kehutanan Ahli Pertama dari Seksi KSDA Wilayah V Banyuwangi, adalah satu dari mereka, bergerak senyap, tapi berdampak nyata.
Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, Jember, berada tepat palang pintu kawasan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barong. Desa ini menjadi salah satu garda terdepan penjaga kawasan konservasi yang rawan terganggu oleh aktivitas manusia. Tapi Rahmat tahu, penjagaan tidak bisa hanya lewat larangan dan patroli, ia harus tumbuh dari dalam kesadaran masyarakat itu sendiri.
Melalui pendekatan yang sabar dan berkelanjutan, Rahmat mendampingi Kelompok Masyarakat Putra Lestari, kelompok nelayan yang rawan kehilangan penghasilan saat musim ombak pasang. Atas fasilitasi Rahmat, kelompok ini mendapat bantuan senilai Rp 40 juta dari Balai Besar KSDA Jawa Timur, yang kemudian diwujudkan dalam 16 ekor kambing Kaligesing. Dari sinilah cerita berubah.
Kini, populasi kambing telah berkembang menjadi 23 ekor, dengan dua indukan bunting yang menandai keberlanjutannya. Nilai ekonomi anak kambing telah mencapai Rp 14 juta, tapi nilai sosial dan ekologis dari program ini jauh lebih besar. Kepercayaan masyarakat mulai tumbuh, bahwa mereka menjadi bagian penting dari benteng konservasi Nusa Barong.
Peran Rahmat tidak hanya sebagai penghubung program dan penerima. Ia menjadi mentor, penyemangat, bahkan juru damai ketika sempat terjadi perbedaan pandangan dalam kelompok. Ia hadir dalam diskusi kecil di bale-bale bambu, mendampingi pencatatan keuangan, bahkan turun langsung ke kandang kambing, memastikan manajemen berjalan sesuai rencana.
“Tugas kami bukan hanya memberi bantuan, tapi mengubah pola pikir, bahwa hidup berdampingan dengan kawasan konservasi bukan beban, tapi anugerah,” tutur Rahmat, di tengah kunjungannya ke kandang kelompok.
Dengan ketelatenan dan keteguhan seorang penyuluh seperti Rahmat Abidin, program pemberdayaan tidak hanya berjalan, tapi tumbuh dan berbuah. Dan dari desa kecil di pesisir selatan ini, lahirlah harapan besar, bahwa konservasi yang hidup adalah konservasi yang tumbuh bersama manusia. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 3 Jember