Type to search

Artikel

Puspa Pesona di Tengah Rimba Bawean

Share

Di pertengahan Mei 2025, saat lembab dan sunyi menyelimuti hutan Cagar Alam Pulau Bawean, langkah saya dan tim SMART Patrol Balai Besar KSDA Jawa Timur terhenti oleh sebuah penampakan yang memukau. Dari batang pohon tua yang menjulang, menggantung anggun sekumpulan bunga putih dengan mahkota bersemu kuning. Tak salah lagi, itulah Phalaenopsis amabilis, sang Anggrek Bulan, puspa pesona bangsa Indonesia.

Temuan ini bukan hanya kebetulan alam. Ia adalah pengingat bahwa di tengah keterisolasian Pulau Bawean yang berada di Laut Jawa, kehidupan liar masih menari dengan keanggunannya sendiri, menolak dilupakan.

Sebagai puspa pesona yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 4 Tahun 1993, Anggrek Bulan mendampingi dua puspa lainnya, Melati (puspa bangsa) dan Padma Raksasa (puspa langka). Namun di alam bebas, keberadaan Anggrek Bulan semakin jarang terlihat akibat degradasi habitat, eksploitasi ilegal, dan perubahan iklim.

Cagar Alam Pulau Bawean, Rumah Sunyi Sang Puspa
Cagar Alam Pulau Bawean merupakan benteng terakhir bagi banyak jenis flora dan fauna endemik, termasuk Rusa Bawean (Axis kuhlii). Namun tak banyak yang tahu bahwa hutan primer di pulau ini juga menyimpan permata epifit seperti Anggrek Bulan. Tumbuh di batang pohon besar, Phalaenopsis amabilis tidak mencederai inangnya. Ia hanya menggenggam kulit kayu, menyerap kelembaban dari udara, dan menyambut sinar pagi di sela kanopi hutan.

Dalam patroli yang kami lakukan, koloni Anggrek Bulan yang mekar sempurna itu hadir seperti lukisan hidup, kelopaknya bersih seputih awan, seolah menggantung antara bumi dan langit. Ia adalah keindahan yang lahir dari kesunyian dan keseimbangan.

Konservasi, Dari Dokumentasi Menuju Tindakan Nyata
Penemuan ini memberi harapan sekaligus tanggung jawab. Balai Besar KSDA Jawa Timur terus mendorong penguatan konservasi berbasis data dan pengamatan lapangan. Patroli berbasis SMART (Spatial Monitoring and Reporting Tool) menjadi instrumen penting untuk tidak hanya mencatat kehadiran satwa liar, tetapi juga flora seperti Anggrek Bulan.

Kami yakin bahwa konservasi bukan hanya menyelamatkan spesies, tetapi juga menjaga cerita, warisan, dan harmoni. Maka dokumentasi seperti ini menjadi langkah kecil namun bermakna dalam melindungi puspa pesona bangsa di tempat ia semestinya berada, di alam liar, bebas, dan utuh.

Simfoni Hening dari Bawean
Anggrek Bulan tidak tumbuh di kebisingan. Ia mekar dalam senyap, di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk manusia. Di Cagar Alam Pulau Bawean, ia menunjukkan bahwa keindahan tak selalu harus dijemput, kadang ia justru menanti, diam-diam, di pelataran hutan yang lestari.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda padaBalai Besar KSDA Jawa Timur

Tags:

You Might also Like