Peduli Satwa Liar, Peduli Masa Depan
Share
Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar yang tinggi. Diperkirakan 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia, Indonesia nomer satu dalam hal kekayaan mamalia (515jenis) dan menjadi habitat dari sekitar 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia hidup di perairan Indonesia. Satwa adalah bagian dari ekosistem kehidupan makhluk di bumi. Jika satwa punah, maka ekosistem kehidupan juga akan punah atau setidaknya rusak.Saat ini jumlah satwa liar yang terancam punah di Indonesia adalah 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28jenis reptil, 91 jenis ikan dan 28 jenis invertebrata (IUCN).
Faktor utama yang mengancam punahnya satwa liar tersebut adalah berkurang atau rusaknya habitat mereka dan perburuan untuk diperdagangkan. Kini eksploitasi hutan, gambut, sungai, danau, dan laut, secara berlebihan dikhawatirkan bisa berdampak memusnahkan kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia. Deforestasi untuk kayu komersial, minyak kelapa sawit, hingga perkebunan dan pertanian, memberikan tekanan besar bagi kehidupan liar. Tekanan akan kebutuhan lahan tersebut semakin mengancam keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar. Sementara itu harga satwa liar yang mahal dan keuntungan yang besar, membuat banyak masyarakat memburu satwa liar untuk diperdagangkan secara ilegal.
Keberadaan berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar serta organisme lainnya memiliki posisi penting dalam kehidupan manusia. Jika kita hanya mementingkan sisi pemanfaatannya saja dan tidak memperdulikan fakta bahwa kekayaan hayati yang ada bersifat terbatas dan milik publik, bukan tidak mungkin keanekaragaman hayati yang kita miliki akan jatuh ke jurang kepunahan. Sayangnya, nilai dan peran keanekaragaman hayati dalam kehidupan manusia sering dianggap tidak penting. Hanya manusia yang dapat menolong bumi dan seisinya dari kerusakan dan kepunahan. Mari menghormati diri sendiri, sesama manusia, para binatang, dan juga tumbuhan. Menyeimbangkan alam dengan tindakan kecil sekalipun, melakukan hal-hal sederhana dalam hidup kita. Bergerak demi keseimbangan alam bukan demi kepuasan diri. Mereka memiliki hak yang sama dengan kita untuk hidup bahagia di bumi.
Dewi Sasmita, PEKSIA – UNAIR