Merak Hijau, Lambang Keindahan Budaya di Berbagai Negara
Share
Merak hijau (Pavo muticus), atau dalam Bahasa Inggris disebut Green Peafowl merupakan jenis burung yang memiliki keindahan tiada tara. Ekornya yang panjang bagai kipas menambah kesempurnaan tampilan burung dari suku Phasianidae ini.
Sang jantan dewasa, misalnya, panjang tubuhnya bisa mencapai hingga 3 meter, yang sudah termasuk dengan panjang penutup ekornya yang bisa mencapai 1,6 meter. Tampilannya semakin memukau dengan jambul di atas kepalanya yang mengibaratkan sebuah mahkota raja. Sementara, betinanya, yang memiliki ukuran lebih kecil sekitar 120 cm, dicirikan dengan warna hijau keabuan tanpa bulu penutup ekor.
Ada hal unik yang dilakukan sang jantan kala musim berbiak. Ia akan memamerkan bulu ekornya yang panjang itu di depan burung betina untuk menarik perhatian. Bulu-bulu penutup ekornya dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata yang dikombinasikan dengan bulatan multi-warna hijau, coklat kekuningan, dan biru.
Bukan rahasia lagi bila keindahan merak membuatnya dijadikan simbol atau inspirasi budaya di berbagai negara. Di Myanmar, burung ini menjadi lambang monarki Burma pada awal abad ke-19. Kini, ia menjadi lambang partai National League of Development, partai politik yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Di Malaysia, merak hijau sering dijadikan sebagai lambang perayaan hari Deepavali, yaitu perayaan (keagamaan) menangnya kebaikan atas kejahatan.
Di Tiongkok, merak dipercaya membawa keberuntungan. Di rumah, simbol-simbol merak tersebut ditempatkan di arah selatan sebagai maksud akan membawa keuntungan besar serta di arah barat daya yang dipercayai akan melanggengkan keharmonisan rumah tangga. Selain itu, merak juga merupakan lambang kebesaran Dinasti Ming sebagai simbol kekuatan, keindahan, dan keunggulan.
Di Indonesia, kita mengenal tarian merak yang dalam pertunjukannya menggunakan motif burung merak. Tarian ini menceritakan tentang pesona merak yang tidak hanya terlihat cantik warnanya tetapi juga anggun gerakannya. Para penari umumnya mengenakan selendang yang diikatkan di pinggang yang kala dibentangkan akan terlihat seperti ekor burung merak yang sedang megar.
Sebaran global
Habitat asli burung bersuara “kay-yaw” ini adalah mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Makanannya berupa aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing, dan bahkan kadal kecil. Kebiasaannya adalah mengunjungi hutan terbuka dengan padang rumput, perkebunan teh, atau kopi dan berjalan di tanah.
Secara global, populasi merak hijau tersebar di Tiongkok bagian barat daya, Vietnam, Myanmar dan Jawa, Indonesia. Di Malaysia, merak hijau diperkirakan sudah sulit ditemukan di alam bebas sejak awal tahun 1960-an.
Di Indonesia, merak hijau hanya terdapat di pulau Jawa, itupun terbatas di taman-taman nasional. Salah satunya yang masih bisa ditemui berada di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Selain itu diperkirakan juga masih terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, dan hutan savana di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.
Kecantikan membawa petaka
Populasi merak hijau terus berkurang dan keberadaannya pun terancam. Ini diakibatkan oleh rusaknya habitat aslinya dan juga perburuan liar. Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun diperdagangkan sebagai satwa peliharaan.
Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang bernaung di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, populasi merak saat ini terbatas. Di Pulau Jawa, jumlahnya diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor, meskipun jumlah pastinya akan sulit diketahui dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
CITES, memasukkan merak hijau dalam kategori Appendix II. Sementara, IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan stutusnya Genting (Endangered/EN) atau dua langkah menuju kepunahan di alam raya. Populasi globalnya ditaksir antara 10.000-19.999 individu dewasa.
Di Indonesia, merak hijau merupakan satwa liar yang dilindungi undang-undang, seperti yang telah di jelaskan dalam PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Kabar menggembirakan hadir mengenai upaya pelestarian burung yang namanya kita kenal juga sebagai nama pelabuhan penyeberangan ini. Upaya penangkaran secara tradisional berizin ini dilakukan di Dusun Suko, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Kegiatan ini tergolong sukses karena saat ini terdapat sekitar 15 individu merak hijau yang hidupnya sehat.
Sumber: mongabay.co.id