Type to search

Berita

Menjaga Nadi Ekonomi Hutan, Ketika Angka Transaksi Menjadi Cermin Konservasi

Share

Surabaya, 12 Juni 2025. Di balik derap langkah penyuluh kehutanan yang setiap hari menembus batas-batas tapak dan pedukuhan, tersimpan data-data yang kini menjadi denyut nadi baru bagi ekonomi kelompok tani hutan (KTH), Nilai Transaksi Ekonomi (NTE). Dalam sebuah forum intensif bertajuk Bimbingan Teknis Penginputan NTE bagi Penyuluh Kehutanan di Jawa Timur, harapan akan kemajuan berbasis data kembali digemakan, dibalut dengan tantangan klasik di ranah teknis dan struktural.

Forum strategis ini digelar atas undangan resmi Pusat Penyuluhan Kehutanan (PUSLUH), dalam hal ini Balai Besar KSDA Jawa Timur dihadiri oleh Imam Talkah dan Eka Heryadi, yang membawa mandat untuk membuka jalan bagi keberadaan KTH binaan BBKSDA Jatim agar dapat ikut serta dalam skema digitalisasi NTE melalui aplikasi SIMLUH.

Ekonomi Hutan di Era Asta Cita
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur menegaskan bahwa kehadiran Biaya Operasional Penyuluh (BOP) bukan hanya bentuk dukungan, namun juga energi pendorong bagi penyuluh kehutanan untuk membina KTH secara lebih intensif dan berdampak. Sejalan dengan itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian Kehutanan menyampaikan bahwa arah pembangunan kehutanan kini tidak lagi semata pada fungsi ekologis, melainkan juga sebagai penyangga kedaulatan pangan dan energi, sesuai dengan program nasional Asta Cita Presiden Republik Indonesia.

Komoditas seperti aren, misalnya, kini dilihat tidak hanya sebagai sumber nira, tapi juga sebagai energi masa depan yang ramah lingkungan. Melalui program seperti WEMISYU (Webinar Kamis Penyuluhan Kehutanan), para penyuluh didorong untuk terus mengembangkan kapasitasnya sebagai ujung tombak konservasi berbasis masyarakat.

Digitalisasi dan Tantangan Lapangan
Salah satu misi utama kegiatan ini adalah mendorong penginputan NTE secara real-time dan akurat oleh penyuluh kehutanan ASN. Namun, kendala yang dihadapi masih cukup kompleks. Di antaranya adalah belum teregistrasinya 16 KTH binaan BBKSDA Jatim pada sistem Dinas Kehutanan Provinsi, serta keterbatasan akses akun SIMLUH bagi penyuluh PPPK.

Data yang dimasukkan ke dalam sistem tidak hanya berfungsi sebagai pelaporan administratif, tetapi juga sebagai indikator langsung produktivitas kawasan hutan dan keberhasilan pendampingan KTH. NTE bukan sekadar angka, tapi wajah ekonomi kerakyatan dari tapak hutan.

NTE Tinggi, PR Besar
Data menunjukkan bahwa capaian NTE Jawa Timur sudah menyentuh angka Rp 530 miliar, tertinggi nasional, namun baru 29,62% dari target ambisius Rp1,8 triliun pada tahun 2025. Beberapa faktor penyebabnya antara lain belum teregistrasinya KTH, belum meratanya kepemilikan akun SIMLUH, dan adanya KTH yang belum memiliki omzet.

Kepala Pusat Penyuluhan Kementerian Kehutanan pun mengingatkan bahwa capaian data harus dilihat dalam konteks progres, bukan euforia. Konsistensi pelaporan, validitas data, dan kualitas pendampingan menjadi satu paket yang harus digenjot untuk memastikan peran penyuluh bukan sekadar formalitas birokrasi.

Mendorong Registrasi, Menyalakan Asa
Menanggapi belum terealisasinya registrasi 16 KTH binaan BBKSDA Jatim, langkah koordinatif telah dilakukan dengan Admin Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Muhammad Nur Syamsi. Harapannya, dalam lima hari kerja ke depan, KTH tersebut dapat segera memperoleh nomor registrasi sehingga NTE-nya bisa diinput secara resmi dan legal.

Namun, PR lainnya tetap terbentang, memastikan semua penyuluh, baik PNS maupun PPPK, mendapatkan akun SIMLUH agar dapat menjalankan perannya secara optimal dan profesional.

NTE Bukan Sekadar Angka
Data bukan sekadar urusan administrasi, ia adalah cermin perjuangan di lapangan. Di balik NTE, ada tetes keringat penyuluh yang mengantar bibit, menyulut semangat petani hutan, dan membangun rantai ekonomi dari akar. Ketika NTE menjadi ukuran, maka kerja keras dari lapangan mesti dipastikan terukur dan dihargai.

BBKSDA Jatim terus berkomitmen menjadi bagian dari arus besar ini, menjaga agar ekosistem tetap lestari, dan masyarakat hutan turut sejahtera. (dna)

Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur

Tags:

You Might also Like