Type to search

Berita

Menilai Ulang Sebuah Kawasan, METT Ver. 4 Bongkar Tantangan dan Harapan SM. Dataran Tinggi Yang

Share

Suara angin dari lereng pegunungan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang berhembus pelan ketika ruang Balai Desa Baderan mulai dipenuhi para pemangku kepentingan. Pada Selasa, 18 November 2025, sebuah penilaian penting dilakukan: METT Ver. 4 untuk Suaka Margasatwa (SM) Dataran Tinggi Yang.

Hasilnya cukup menyentak, 57,72%, yang menempatkan kawasan ini pada kategori pengelolaan kurang efektif. Angka itu bukan sekadar statistik, ia adalah cermin yang memantulkan tantangan nyata sekaligus peluang besar untuk memperbaiki tata kelola salah satu kawasan konservasi kunci di Jawa Timur.

METT (Management Effectiveness Tracking Tool) Ver. 4 adalah alat ukur internasional yang menilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dari berbagai aspek, mulai dari perencanaan, input, proses, output, hingga outcome. Berbeda dari versi sebelumnya, METT terbaru memasukkan pertanyaan terkait perubahan iklim, karbon, dan nilai-nilai budaya yang mencerminkan tantangan global yang kini tak terhindarkan.

Dalam sidang penilaian yang dipandu oleh fasilitator, para peserta dari unsur pemerintah daerah, lembaga konservasi, desa-desa penyangga, pelaku wisata, hingga organisasi masyarakat sipil menyepakati jawaban atas setiap parameter. Tidak ada yang ditutup-tutupi, bahwa setiap kelemahan diakui, setiap kekuatan dicatat, setiap peluang dibicarakan.

Antara Kekuatan Perencanaan dan Rapuhnya Dukungan Lapangan
Meski berada di kategori pengelolaan kurang efektif, bukan berarti seluruh aspek SM Dataran Tinggi Yang rapuh. Justru, METT Ver. 4 menunjukkan bahwa perencanaan kawasan sangat kuat, mencapai 90,48%. Dokumen rencana pengelolaan, desain kawasan, dan perencanaan lahan-air dibuat baik dan lengkap. Status legal kawasan pun jelas dan kokoh.

Namun ketimpangan muncul ketika aspek input dinilai. Hasilnya hanya 38,89%, nilai terendah dalam keseluruhan komponen. Keterbatasan peralatan, minimnya dukungan anggaran, jumlah dan kapasitas personel yang belum memadai, serta kebutuhan inventarisasi sumber daya yang lebih intensif menjadi catatan serius.

Pada komponen proses, kawasan mencatat nilai 57,89%, yang menggambarkan bahwa sebagian besar kegiatan pengelolaan, mulai dari edukasi, jasa lingkungan, hingga penegakan peraturan sudah berjalan, tetapi belum konsisten dan belum didukung sumber daya yang ideal. Aspek output dan outcome yang menggambarkan dampak nyata pengelolaan, secara berturut-turut berada pada angka 46,67% dan 41,67%, menunjukkan bahwa manfaat konservasi bagi masyarakat, stabilitas habitat, hingga kondisi spesies kunci masih membutuhkan intervensi lebih kuat.

Peran Para Pihak, menjadi Sebuah Fondasi Harapan
Yang menarik dari kegiatan ini adalah tingginya partisipasi para pemangku kepentingan. Hadir perwakilan dari Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Situbondo, BPBD Situbondo, BPBD Probolinggo, unsur Muspika Krucil dan Sumbermalang, desa-desa penyangga (Bremi, Kalianan, Taman Kursi, Baderan), FK3I Korda Jatim, WIPAB, hingga kelompok pelaku wisata dan KTH Rengganis Timur.

Keterlibatan lintas sektor seperti ini menjadi modal besar bagi pengelolaan SM Dataran Tinggi Yang. Kawasan yang berada di jantung bentang alam pegunungan ini memiliki nilai ekologis luar biasa, sebagai habitat berbagai flora-fauna khas Jawa Timur, sumber mata air, dan benteng terakhir keanekaragaman hayati lokal.

Dalam sambutannya, Kepala Bidang KSDA Wilayah III Jember menegaskan pentingnya sinergi seluruh pihak. “Penilaian METT bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi menjadi kompas bagi kita semua. Kita melihat data, lalu bergerak. Kita membaca tantangan, lalu memperbaikinya. Inilah dasar dari pengelolaan kawasan konservasi yang adaptif dan visioner,” ujarnya.

Potensi Besar, Tekanan Nyata
SM Dataran Tinggi Yang adalah rumah bagi kekayaan ekologis yang belum seluruhnya terungkap. Hutan montana, aliran sungai, dan vegetasi khas pegunungan menciptakan ruang hidup bagi beragam satwa liar. Namun, seperti hutan-hutan lain di Jawa, kawasan ini tidak tanpa ancaman, tekanan pemanfaatan lahan, aktivitas wisata yang belum sepenuhnya terkelola, potensi kebakaran hutan, serta perubahan iklim global yang mempengaruhi pola vegetasi dan hidrologi.

Di sinilah METT Ver. 4 menjadi penting. Pertanyaan tentang carbon sequestration, climate resilience, hingga nilai budaya menciptakan gambaran lebih luas tentang bagaimana kawasan ini perlu dikelola dalam konteks konservasi masa depan, bukan hanya konservasi masa lalu.

Dari Data Menuju Aksi Nyata
Meski skor METT belum ideal, kegiatan ini justru menjadi titik tolak untuk memperkuat pengelolaan kawasan. Rekomendasi perbaikan nantinya akan menjadi pegangan bagi Balai Besar KSDA Jawa Timur untuk merumuskan strategi lebih tajam, dari peningkatan kapasitas personel, penguatan anggaran, kolaborasi multipihak, hingga program berbasis masyarakat.

Data hanyalah awal. Yang terpenting adalah bagaimana data tersebut diterjemahkan menjadi tindakan nyata di lapangan, memperbaiki jalur patroli, memperkuat koordinasi desa penyangga, meningkatkan monitoring biodiversitas, dan memastikan bahwa SM Dataran Tinggi Yang tetap menjadi benteng hidup keanekaragaman hayati Jawa Timur.

Membaca Masa Depan dari Penilaian Hari Ini
Ketika penilaian usai dan para peserta meninggalkan Balai Desa Baderan, suasana sore kembali dipenuhi kabut pegunungan. Namun kali ini, kabut itu tidak hanya menyelimuti hutan, ia seperti menyelimuti tekad para pengelola dan masyarakat yang hadir. Tekad untuk bekerja lebih baik, lebih terukur, dan lebih kolaboratif.

METT Ver. 4 telah membongkar tantangan dan menyingkap asa. Kini tinggal satu pertanyaan. Apakah kita siap bergerak bersama untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang tidak hanya dinilai, tetapi benar-benar dilestarikan? (dna)

Sumber: Bidang KSDA Wilayah 3 Jember – Balai Besar KSDA Jawa Timur

Tags:

You Might also Like