Mengenalkan Konservasi Melalui Batik
Share
Namanya Dini Suryandari, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) di Seksi Konservasi Wilayah IV Pamekasan. Ia-lah yang memulai mengenalkan batik dengan motif Kakatua Kecil Jambul Kuning ke masyarakat.
Semua ini berawal dari seringnya Dini bertugas ke Pulau Masakambing. Pulau yang menjadi habitat asli Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea abbotti) yang populasinya diperkirakan tinggal 24 ekor saja. Namun, tak semua orang tahu akan kondisi tersebut. Sehingga perlu ada upaya penyadartahuan serta edukasi yang lebih untuk mengenalkan kondisi si paruh bengkok saat ini.
Bagi wanita yang memiliki hobi melukis ini, masakambing menjadi sumber inspirasinya untuk membuat desain batik dengan motif Kakatua. Ia mulai menuangkan ide-ide di atas kertas, yang sebenarnya hanya sebuah keisengan belaka. Ibaratnya, iseng-iseng berhadiah.
Dini mulai bekerjasama dengan salah seorang pembatik tulis untuk menggambar desain yang ia buat. Setelah jadi, ia perkenalkan batik tersebut melalui sosial media. Dan ternyata tanggapan warganet cukup antusias, banyak yang tertarik untuk membeli kain batik bermotif Kakatua tersebut.
Permintaan batik semakin banyak, yang awalnya hanya di kolom komentar mulai berlanjut ke pesan pribadi. Agar pemesan tidak kecewa, kain batik inipun mulai diproduksi masal dengan bekerjasama dengan pembatik di kabupaten Pamekasan dan Sumenep. Motifnya-pun tidak hanya Kakatua, ada yang mulai memesan motif satwa Merak, Elang, Macan dan lainnya. Bahkan, Balai Taman Nasional Bali Barat juga ikut memborong batik dengan motif Jalak Bali.
Dengan batik, Dini mencoba mengenalkan Konservasi. Dengan batik, masyarakat menjadi lebih mengenal Kakatua Kecil Jambul kuning. Ketika menggunakan batik satwa ke sebuah acara pernikahan secara tidak sadar kita telah mengedukasi masyarakat untuk mengenal satwa dilindungi.
Dan dengan batik, Dini ingin memperkenalkan Konservasi kepada masyarakat.
“Harapan saya dan teman-teman ingin mengajarkan membatik kepada masyarakat di Pulau Masakambing sehingga mereka juga merasakan buah manis dari Kakatua yang selama ini mereka jaga” ujar wanita asli Tegal itu. (Didik Sutrisno, Penyuluh Kehutanan di Seksi Konservasi Wilayah IV di Pamekasan)
Editor : Agus Irwanto