Mengembalikan Malang Selatan Sebagai Habitatnya Lutung Jawa
Share
Kawasan Hutan Lindung Kondang Merak di Sumbermanjing Kulon, selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur, kembali menjadi tempat pelepasliaran dua individu lutung jawa (Trachypithecus auratus). Sepasang lutung jawa muda usia 3 – 3,5 tahun itu dilepasliarkan setelah menjalani proses karantina dan rehabilitasi selama 17 bulan di Javan Langur Center (JLC), Coban Talun, Batu, Jawa Timur.
Pelapasliaran dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, dan The Aspinall Foundation Indonesia Program, 20 April 2017. Kedua lutung selanjutnya menjalani masa habituasi, atau penyesuaian terhadap kondisi lingkungan barunya sekitar 10 hari.
“Mereka juga dikenalkan dengan jenis-jenis makanan alami. Kondisinya sehat dan baik,” kata Iwan Kurniawan, Project Manager Javan Langur Center (JLC), The Aspinall Foundation Indonesia Program, baru-baru ini.
Iwan mengatakan, hasil analisis di beberapa pelepasan sebelumnya menunjukkan lutung usia dibawah 7-8 tahun, memiliki daya tahan dan adaptasi lebih bagus. Terutama adaptasi terhadap lingkungan, kompetitor dan predator.
Iwan memastikan, lutung-lutung yang dilepasliarkan dalam kondisi sehat, telah menjalani pemeriksaan kesehatan bertahap dan lengkap. Ini dilakukan agar lutung terbebas dari penyakit berbahaya, seperti TBC, hepatitis B, herpes, SIV (Simian Immunodeficiency Virus), STLV dan SRV (Simian Retro Virus). Untuk memonitornya, lutung jawa dipasangi microchip transponder.
“Tim monitoring yang ada di lapangan kita ambil dari masyarakat sekitar yang peduli.”
Sejak 2012 hingga sekarang, JLC telah melepasliarkan lutung jawa sebanyak 31 individu di hutan lindung Kondang Merak, Sumbermanjing Kulon, Malang. Sedangkan di Hutan Lindung Coban Talun, Batu, sekitar 23 individu.
JLC juga merawat dan merehabilitasi 15 individu lutung jawa hasil penegakan hukum dari penangkapan pedagang satwa liar. Pelapasliaran selanjutnya, direncanakan Oktober atau November 2017. “Pelepasliaran harus memperhatikan kondisi cuaca atau iklim setempat, karena berhubungan dengan kondisi habitat dan ketersediaan pakan atau air minum.”
Lutung jawa adalah jenis monyet pemakan daun, yang banyak tersebar di Pulau Jawa dan sedikit populasi di pulau-pulau kecil sekitarnya. Sejak 1999, Indonesia memasukkan lutung jawa sebagai satwa dilindungi, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-11/1999 tentang Penetapan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) sebagai Satwa Dilindungi. IUCN Red List of Threatened Species Versi 2016.3 tahun 2017 memasukkan lutung jawa pada kategori Vulnerable (Rentan).
Selain lutung jawa, pada hari yang sama juga dilepasliarkan 3 individu kukang jawa (Nycticebus javanicus) usia 3 tahun, terdiri 2 jantan dan 1 betina, di hutan pantai tidak jauh dari Kondang Merak.
Habitat
Hutan Lindung Kondang Merak di Sumbermanjing Kulon, masuk wilayah Perhutani KPH Malang. Kawasan seluas 1.000 hektare ini, kata Iwan, masih sangat memungkinkan diberi tambahan lutung jawa hasil pelepasliaran. Pada luasan 8 hingga 23 hektare, dapat ditempati satu kelompok lutung jawa, atau sejumlah 12 sampai 15 individu.
Dipilihnya Kondang Merak, karena awalnya tempat ini habitatnya lutung jawa. “Dulunya kondang merak dan sekitar memang tempatnya lutung jawa, hanya saja banyak perburuan. Survei kami tahun 2010 hanya menemukan 1 – 2 individu. Setelah dipetakan lagi ditemukan 18 individu yang terbagi tiga kelompok liar.”
Selain Malang selatan, di Jawa Timur juga terdapat habitat lutung jawa, seperti di Tahura R. Soerjo. Meliputi Gunung Arjuno-Welirang-Anjasmoro, di kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, serta beberapa hutan lindung dan taman nasional lain. “Kita memilih Kondang Merak karena relatif mudah memantaunya. Akses tidak terlalu sulit ketimbang Gunung Anjasmoro,” tandas Iwan.
Administratur Perhutani KPH Malang, Arif Herlambang mengatakan, pihaknya mendukung penuh upaya konservasi satwa liar di habitat asli lutung jawa. Terutama di Kondang Merak, yang masuk wilayah Perhutani KPH Malang. Bentuk dukungan diwujudkan dengan pemasangan papan larangan berburu.
“Kami juga rutin patroli hutan, serta melakukan penyadaran masyarakat.”
Arif menyadari, upaya pelestarian alam dan konservasi satwa liar harus melibatkan masyarakat. Masyarakat harus diberi pemahaman pentingnya menjaga lingkungan dan satwa liar yang ada. “Dulu, banyak masyarakat jadi pemburu satwa liar, sekarang kami rekrut sebagai anggota pemantau hutan yang areanya sangat luas ini.”
Arif menegaskan, hutan harus terus dijaga kelestariannya, terutama dari keinginan pihak-pihak yang ingin mengubah peruntukan dan fungsinya. “Kita jaga hutan, tidak semua area bisa digunakan untuk umum. Termasuk untuk wisata. Ada batasan yang harus diikuti,” pungkas Arif.
Sumber : mongabay.co.id