Membangun Asa Benteng Konservasi di Pulau Bawean
Share

Di balik hamparan hutan tropis Pulau Bawean yang dikelilingi samudra biru, dua satwa endemik sedang berpacu dengan waktu, Rusa Bawean (Axis kuhlii) dan Babi Kutil Bawean (Sus blouchi). Keduanya bukan sekadar penghuni pulau kecil di Laut Jawa, melainkan simbol rapuhnya keseimbangan alam Nusantara.
Rusa bawean telah lama menyandang status Critically Endangered (Kritis) menurut IUCN. Begitu pula dengan babi kutil bawean, spesies unik yang hanya ditemukan di pulau kecil ini, kini juga berada dalam kategori Critically Endangered. Populasinya yang amat terbatas tertekan oleh fragmentasi habitat, perburuan, konflik dengan anjing peliharaan, hingga aktivitas pertanian.
Pertemuan Penentu Arah Konservasi
Pada Rabu, 20 Agustus 2025, Balai Besar KSDA Jawa Timur (BBKSDA Jatim) menggelar rapat penting dengan Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen Pasuruan. Agenda utamanya, membahas rancangan Kerja Sama pendirian Pusat Konservasi Satwa Endemik Bawean.
Kepastian arah konservasi menjadi bara dalam hangatnya diskusi yang berlangsung. Pembangunan fasilitas baru ini tidak dimaksudkan sebagai penangkaran komersial, melainkan pusat penyelamatan, rehabilitasi, dan pendidikan. Dukungan lahan seluas 2 hektar di Desa Mombhul, Kecamatan Sangkapura, sudah diamankan melalui MoU dengan pemilik lahan, dengan sponsor utama Yayasan KASI.
Nur Patria Kurniawan, Kepala BBKSDA Jawa Timur, menegaskan arah kerja sama ini harus berpijak pada mandat konservasi negara.
“Rencana ini bukan sekadar membangun fasilitas fisik, melainkan membangun kepercayaan publik bahwa satwa endemik Bawean benar-benar kita jaga untuk masa depan. Dalam hal ini, konservasi tidak boleh menyisakan ruang bagi komersialisasi. Semua proses, mulai dari proposal hingga teknis lapangan, harus akuntabel, transparan, dan berpihak pada kelestarian satwa kunci,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut diuraikan rencana komprehensif, berupa rencana pembangunan fasilitas rehabilitasi mamalia, hingga fasilitas untuk menampung sekitar 30 ekor rusa bawean dan sekelompok babi kutil bawean (Sus blouchi). Fasilitas ini akan dilengkapi laboratorium kecil, klinik satwa, serta dapur pakan.
Konservasi yang Hidup dari Masyarakat
Keberadaan Pusat Konservasi Satwa Bawean, juga diarahkan sebagai pusat edukasi konservasi bagi masyarakat lokal dan siswa sekolah. Melalui program penyelamatan dan pelepasliaran satwa, masyarakat Bawean diharapkan bukan sekadar penonton, melainkan penjaga garis depan konservasi. Seluruh hasil reproduksi satwa dari pusat konservasi tersebut hanya boleh digunakan untuk restocking habitat alami di Pulau Bawean, bukan untuk kepentingan lembaga konservasi lain atau komersialisasi.
Pusat Konservasi Satwa Bawean bukan hanya sebuah proyek fisik. Ia adalah benteng terakhir bagi rusa bawean dan babi kutil bawean, sekaligus wadah lahirnya pengetahuan baru tentang ekologi satwa endemik pulau kecil., Pusat Konservasi Satwa Bawean diharapkan menjadi tonggak penting dalam upaya mencegah kepunahan satwa unik Bawean. Komitmen bersama bahwa, “Wildlife belongs to state”, satwa liar adalah milik negara, dan kelestariannya adalah tanggung jawab bersama.
“Dari Pulau Bawean, kita ingin menunjukkan bahwa konservasi bukan hanya menjaga satwa, tetapi menjaga harga diri bangsa. Jika rusa bawean dan babi kutil bisa kita selamatkan, maka kita telah memenangkan satu pertempuran penting melawan kepunahan,” tegas Nur Patria Kurniawan menutup rapat pertemuan siang itu.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur