Ketika Cinta Alam Menyatukan Generasi Muda dan Penjaga Garis Pantai
Share

Di dua sudut Jawa Timur, dari ruang kuliah mahasiswa pecinta alam di Tulungagung hingga garis pantai penuh jejak penyu di Trenggalek, semangat konservasi menyala dalam langkah anak-anak muda. Verifikasi lapangan oleh tim pusat Direktorat Konservasi Kawasan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE) menjadi saksi bagaimana cinta pada alam bukan sekadar slogan, tapi gerakan nyata yang berakar dari hati.
Tulungagung (17/06/25) Di bawah langit kampus UIN Satu Tulungagung yang hangat dan cerah, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Mapala Himalaya menunjukkan kepada Indonesia bahwa cinta pada alam dapat ditanam, disemai, dan dirawat, secara harfiah maupun filosofis. Pohon-pohon yang ditanam bersama Rektor, Tim Penilai dari Direktorat Konservasi Kawasan, Dinas Kehutanan Jawa Timur, dan Balai Besar KSDA Jatim menjadi simbol perlawanan terhadap degradasi lingkungan sekaligus penanda pengakuan terhadap dedikasi.
Rangkaian kegiatan verifikasi lapangan dibuka dengan pemutaran video kegiatan Mapala Himalaya. Bukan sekadar dokumentasi, tetapi cermin dedikasi dan kerja keras yang terstruktur.
Dalam presentasi penuh semangat, para anggota Mapala menunjukkan bahwa gerakan konservasi bisa berpijak kuat di dunia akademik. Di sekretariat Mapala Himalaya, bukti-bukti kerja nyata diverifikasi dari dokumentasi kegiatan hingga diskusi langsung dengan para relawan muda. Semua mengarah pada satu kesimpulan bahwa konservasi bukan hanya teori, tetapi tindakan yang hidup dalam keseharian.
Setelah sesi tanya jawab yang intens, tim diajak ke Pendopo Bupati Tulungagung. Sambutan hangat Bupati dan Ketua DPRD menunjukkan bahwa semangat ini tak berdiri sendiri, ia tumbuh dalam ekosistem dukungan yang lebih besar.
Keesokan harinya (18/06/25), jejak langkah konservasi berpindah ke tepian Samudera Indonesia, di pantai Kili-kili, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek. Ari Gunawan, seorang kader konservasi alam sekaligus Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Taman Kili-kili, menerima tim verifikasi lapangan dengan sambutan yang tak kalah menggugah..
Di Kili-kili, langkah-langkah konservasi berjalan dalam diam yang penuh makna. Penanaman pohon cemara untuk melindungi pantai dari abrasi, serta diskusi lintas pihak dengan Muspika dan Kepala Desa, hingga simulasi kegiatan penyelamatan penyu.
Salah satu momen paling menyentuh terjadi saat 122 butir telur penyu dipindahkan dari zona rawan ke lokasi penetasan, yang kemudian diakhiri dengan pelepasliaran 50 tukik ke laut lepas saat senja mulai merunduk. Di titik ini, konservasi tak lagi hanya kerja teknis, ia menjadi ritual harapan, simbol keberlanjutan, dan pesan lintas generasi.
Kegiatan verifikasi yang berlangsung dua hari ini bukan hanya prosedur administratif. Ia menjadi panggung kecil tempat dua sosok, sebuah kelompok mahasiswa dan seorang kader desa, menunjukkan bahwa keberlanjutan bumi bisa dan harus diperjuangkan dari mana saja.
Dari ruang kelas hingga pasir pantai, dari teori ke aksi, dari kota ke desa, api konservasi menyala. Dan BBKSDA Jatim hadir di tengahnya, mengawal, mendampingi, dan memastikan bahwa warisan alam Indonesia tetap lestari di tangan generasi penerusnya. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 1 Madiun – Balai Besar KSDA Jawa Timur