Kepedulian pada Satwa dan Puspa Nasional, Saatnya untuk Beraksi
Share
Tak pernah ada kata terlambat untuk mulai peduli pada lingkungan. Tidak ada makna kosong di balik setiap aksi yang terpuji. Sekecil apapun langkah itu. Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional bisa menjadi momentum untuk lebih mendorong kepedulian itu.
Bentuk pengajaran cinta lingkungan ini sederhana saja. Anak-anak dikenalkan tentang berbagai tanaman ubi-ubian. Mereka juga belajar berkreasi dengan bahan daur ulang. Tapi menjadi istimewa karena mereka diajarkan untuk langsung berbuat. Seperti menanam pot-pot bunga dengan aneka tanaman hias. Nantinya, anak-anak itulah yang akan mengelola tanaman itu. Tentunya dibantu orangtua mereka masing-masing.
Peduli Satwa Liar
Tentunya, persoalan lingkungan tak hanya sebatas tanaman hias, ikan hias, atau buah-buahan. Banyak sekali cakupannya. Pun, ada seabreg masalah yang terkait dengannya. Mulai dari polusi, kabut asap, banjir, kebakaran hutan, tanah longsor, hingga semakin langkanya satwa liar khas negeri ini.
Mungkin itu sebabnya mengapa sejak 20 tahun lalu pemerintah menggagas Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional setiap tanggal 5 November. Agar kita selaku anak bangsa lebih peduli terhadap persoalan lingkungan. Khususnya peduli untuk lebih banyak menanam pohon guna penghijauan, dan peduli pada nasib satwa liar yang kian terancam punah.
Salah satu masalah yang jadi concern kita bersama adalah persoalan satwa. Khususnya menyangkut hak-hak hidup mereka layaknya manusia. Seperti persoalan habitat atau rumah tinggal mereka, dan juga sumber makanan. Semakin banyaknya manusia yang membabat habis hutan untuk membangun mega proyek, seperti proyek pertambangan dan perkebunan, berdampak pada rusaknya habitat satwa liar. Tak jarang kita mendengar adanya binatang yang “turun gunung” memasuki kawasan penduduk. Ini disebabkan habitat mereka sudah dirusak, hingga mereka kekurangan sumber makanan. Bahkan tak hanya satwa-satwa liar yang menderita. Perusakan hutan tentunya menyebabkan tanaman-tanaman di hutan juga ikut rusak.
Padahal sudah mengemuka sejumlah masalah akibat penebangan hutan secara liar. Mulai dari kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, hingga kabut asap, yang kesemuanya juga berdampak pada manusia. Tapi toh, pembabatan hutan secara besar-besaran tetap terjadi. Manusia seolah tak pernah kenyang untuk terus membabat hutan, atas nama pembangunan, apapun bentuk dan jenis pembangunan itu.
Belum lagi aksi para pemburu yang masuk hutan untuk memburu satwa langka. Orangutan misalnya, tak pernah kehabisan penggemar. Begitu banyak pihak rela membayar mahal untuk mendapatkannya. Mulai dari kolektor pribadi, hingga para pedagang yang memiliki konsumen hingga segenap penjuru dunia.
Negeri kita tercinta ini memang kaya akan tanaman dan satwa. Data dari situs resmi Kementrian Lingkungan Hidup, menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara pusat keanekaragaman hayati dunia. Kita menduduki tempat pertama di dunia untuk kekayaan jenis mamalia (515 jenis) dan kupu-kupu (121 jenis). Serta, di urutan ketiga untuk kekayaan reptilia (lebih dari 600 jenis), urutan keempat untuk kekayaan burung (1.519 jenis), urutan kelima untuk kekayaan amphibi ( 270 jenis), dan urutan ketujuh untuk kekayaan flora berbunga Itu sebabnya Indonesia bisa digolongkan sebagai negara megabiodiversitas dan megacenter keanekaragaman hayati dunia. Apa yang terjadi bila kekayaan hayati ini pelan tapi pasti menjurus pada kepunahan?
Data IUCN tahun 2011 menyebutkan sejumlah satwa liar Indonesia terancam punah. Yakni 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, dan 32 jenis amphibi. Sebanyak 68 spesies terancam punah dengan kategori kritis (critically endangered) ada 68 spesies, 69 spesies untuk kategori endangered dan kategori 517 spesies untuk kategori rentan (vulnerable). Satwa-satwa tersebut benar-benar akan punah dari alam jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkanya
Bagaimana jadinya bila pemerintah dan masyarakat tidak melakukan tindakan apapun untuk menyelamatkan mereka? Bisa saja 10 tahun mendatang nama-nama satwa orangutan, badak Jawa, atau gajah Sumatera, cuma tinggal sebuah cerita.
Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, semoga menjadi momentum untuk kita lebih peduli pada kekayaan hayati bangsa. Setidaknya kita, dan terutama saya, tersadarkan akan potensi musnahnya satwa liar di negeri ini. Dan mulai peduli untuk berbagi informasi akan pentingnya penyelamatan bagi mereka. Atau mungkin bergerak lebih jauh dengan menjadi donatur LSM yang concern pada penyelamatan satwa langka.
Langkah kecil semoga menjadi inspirasi. Karya sederhana menanam bunga hias dan buah-buahan dalam pot adalah aksi nyata. Bayangkan bila ada seribu orang melakukan hal yang sama setiap hari di seluruh Indonesia, betapa asrinya negeri ini. Polusi menjauh, banjir dan tanah longsor enggan datang. Dan semoga Cinta Puspa dan Satwa Nasional tidak hanya sekedar jadi acara selebrasi yang tak bermakna.
Selamat Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Waktunya untuk beraksi!
Wiwin Setiawati
Sumber : Kompasiana.com; Profauna.net