Type to search

Berita

Kebun Raya Mangrove Surabaya Kurangi Emisi Karbon dan Mendukung Ketahanan Pangan Untuk Negeri

Share

Ketika pagi menyapa perlahan di antara kanopi mangrove dan semilir angin asin dari Selat Madura, Kebun Raya Mangrove Surabaya kembali menjadi panggung penting bagi masa depan bumi. Di tengah perayaan Hari Ulang Tahun ke-2 kawasan konservasi hijau ini, digelar Workshop Nasional bertema “Kebun Raya Mangrove Surabaya Kurangi Emisi Karbon dan Mendukung Ketahanan Pangan Untuk Negeri”, Sabtu (26/7), menyatukan suara pemerintah, ilmuwan, pegiat lingkungan, dan masyarakat sipil.

Workshop ini bukan sekadar diskusi meja bundar. Ia adalah cermin dari sebuah kesadaran kolektif bahwa hutan mangrove bukan hanya benteng alami terhadap abrasi dan perubahan iklim, tetapi juga sumber ketenangan jiwa dan pangan masa depan.

Direktur Rehabilitasi Mangrove Ditjen PDAS RH Kementerian Kehutanan, Walikota Surabaya, serta Wakil Kepala BRIN memberikan sambutan yang mempertegas peran strategis mangrove dalam lanskap pembangunan berkelanjutan. Sejumlah lembaga hadir, mulai dari UPT Kemenhut dan Kementerian Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup, akademisi dari ITS dan BRIN, NGO, sektor swasta hingga masyarakat pesisir.

Tak sekadar perayaan ulang tahun, kawasan ini menjelma ruang dialog yang menyatukan banyak suara pemerintah, akademisi, pegiat lingkungan, hingga masyarakat pesisir. dalam sebuah Workshop Nasional bertema yang menenangkan sekaligus mendesak mengurangi emosi dan mendukung ketahanan pangan.

Jauh dari hiruk-pikuk jalanan kota, jejak langkah mereka menapaki jalur setapak di bawah rindangnya pohon api-api dan bakau. Di sebuah aula yang berdiri bersahaja, rangkaian paparan ilmiah dan pengalaman lapangan mengalir, menggambarkan betapa mangrove tak hanya sekadar tanaman penahan abrasi, melainkan juga benteng emosi manusia yang kian rapuh di tengah tekanan zaman.

Ada yang datang membawa cerita tentang karbon yang diserap oleh akar-akar napas mangrove, menyelamatkan bumi dari panas yang mengganas. Ada pula yang membawa benih harapan: varietas padi yang mampu tumbuh di tanah pesisir yang mulai asin, menjanjikan panen bagi mereka yang selama ini kalah oleh pasang dan gelombang. Di sisi lain, muncul kisah tentang silvofishery, cara hidup yang menyatukan perikanan dan hutan dalam keharmonisan lestari. Semua berpadu dalam narasi besar: ketahanan bukan hanya urusan pangan, tetapi juga ketahanan jiwa dan ekosistem.

Dari sela-sela diskusi, tampak jelas bahwa hutan mangrove kini dipahami sebagai lebih dari sekadar ekosistem. Ia adalah penyeimbang. Bagi udara. Bagi laut. Bagi manusia. Ia hadir sebagai pelipur dalam kota yang riuh, tempat bernaung bagi spesies, sekaligus ruang kontemplasi bagi manusia yang terlalu lama jauh dari alam.

Surabaya boleh jadi kota megapolitan. Tapi di sudut timurnya, di kawasan Medokan Sawah Timur yang dulu terlupakan, tumbuh sebuah oase yang menyatukan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal. Kebun Raya Mangrove bukan lagi sekadar proyek penghijauan, ia telah berubah menjadi simbol dari arah baru pembangunan kota, yang tidak lagi menaklukkan alam, melainkan merangkulnya.

Dan pagi itu, di antara lumpur, akar napas, dan desir angin laut, lahirlah sebuah kesadaran bahwa menjaga mangrove bukan pilihan. Ia adalah kewajiban yang menyelamatkan bukan hanya bumi, tapi juga jiwa-jiwa yang lelah, yang mencari tenang, yang mendamba hidup yang lebih selaras. (dna)

Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur

Tags:

You Might also Like