Type to search

Artikel

Kakatua, Paruh Bengkok Sejuta Pesona yang Merana

Share

Kakatua bukanlah nama burung yang asing di telinga kita. Selain memiliki penampilan fisik yang menarik, kakatua juga memiliki warna bulu dominan putih atau hitam yang dengan mudah kita tandai. Namanya makin berkibar karena diabadikan dalam lagu anak-anak bernada ceria.

 

 

 

Kakatua termasuk dalam bangsa burung paruh bengkok atau Psittaciformes. Anggota suku Psittacidae ini memiliki bentuk paruh membengkok (hooked bill), jari kaki zygodactyl (dua jari menghadap ke depan dan dua lainnya ke belakang), serta terdapat perbedaan penampakan antara jantan dan betina (dimorfisme seksual) pada beberapa jenis.

 

Khusus kakatua, ciri khasnya adalah berjambul. Burung ini umumnya pemakan buah-buahan (frugivora) meski kadang juga mengkonsumsi biji-bijian, bunga, pucuk daun dan serangga. Sebagian besar kehidupan kakatua dihabiskan di atas pohon siang hari. Indonesia patut berbangga karena memiliki tujuh jenis kakatua. Tujuh jenis itu adalah kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea), kakatua koki (Cacatua galerita), kakatua maluku (Cacatua moluccensis), kakatua putih (Cacatua alba), kakatua tanimbar (Cacatua goffiniana), kakatua rawa (Cacatua sanguinea), dan kakatua raja (Probosciger aterrimus).

 

Jika didasarkan pada wilayah sebarannya, tujuh jenis kakatua berada pada daerah terpisah. Dengan kata lain, hampir semua kakatua ini memiliki wilayah sendiri, kecuali kakatua koki, kakatua raja, dan kakatua rawa yang ketiganya ada di Papua.

 

Sementara, kakatua putih hanya hidup di Maluku Utara; kakatua maluku hanya hidup di Pulau Seram dan sekitarnya; dan kakatua tanimbar hanya hidup di Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Jenis terakhir yaitu kakatua-kecil jambul-kuning tersebar dari Kepulauan Masalembu terus ke timur Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, hingga Timor Leste.

 

Penyelundupan
Penyelundupan kakatua yang dimasukkan melalui botol air mineral tentunya mengundang keprihatinan semua pihak. Terlebih, caranya yang diluar batas kewajaran. Meski sadis, namun, penyelundupan yang dilakukan tersebut bukanlah hal yang pertama. “Sudah pernah juga dilakukan sebelumnya dengan modus yang berbeda. Hanya saja, jaringannya yang kuat yang hingga kini sulit diberantas,” ujar Hanom Bashari, Biodiversity Conservation Specialist Burung Indonesia, yang telah melakukan pemantauan kakatua sejak tahun 2000.

 

Terkait kakatua yang diselundupkan tersebut, Hanom berpendapat, memang agak sulit mengidentifikasinya dikarenakan tidak melihat langsung, hanya berdasarkan foto. Itu juga dalam botol yang tidak kelihatan keseluruhan fisiknya.

 

Namun, bila berdasarkan wilayah persebaran kakatua yang didatangkan dari Pulau Aru dan Papua, dapat dipastikan bahwa kakatu itu jenis kakatua koki. Kakatua ini merupakan kakatua yang paling terkenal di antara rekan-rekannya. Jenis ini sering disebut juga kakatua besar atau kakatua jambul kuning dan paling banyak diperdagangkan masyarakat sebagai burung peliharaan.

 

Sepintas, kakatua koki dan kakatua-kecil jambul-kuning (KKJL) terlihat jenis yang serupa. Namun, jika diamati lebih saksama kakatua koki memiliki ciri khusus. Ukuran tubuhnya yang lebih besar (38-51 cm) membedakannya dari KKJK (33-40 cm).

 

Selain itu, paruh kakatua koki berwarna hitam dan lebih tebal membulat serta memiliki lingkar mata biru. Sementara jambulnya yang panjang, kuning, dan melengkung seperti busur, makin memperjelas perbedaan jenis ini dari kakatua putih. Tanda lainnya adalah bagian bawah bulu terbang serta bagian bawah ekornya kuning dan kakinya abu-abu. Kakatua koki jantan memiliki iris cokelat gelap sementara pada betina cokelat kemerahan.

 

Untuk kakatua kecil jambul kuning, jenis ini didominasi warna putih dengan ciri khasnya berjambul kuning. Daerah persebarannya juga luas, mulai dari Sulawesi hingga Nusa Tenggara.

 

Dudi Nandika dan Dwi Agustina (Konservasi Kakatua Indonesia), berdasarkan penelitian yang dilakukannya di Kepulauan Masalembu, Sumenep, Jawa Timur, rentang waktu 2008-2013, menuturkan bahwa anak jenis KKJL ini masih dapat ditemui di pulau tersebut yang dinamakan Cacatua sulphurea abbotti. Pada anak jenis ini, ukuran tubuhnya lebih besar (40 cm) ketimbang anak jenis lainnya yaitu Cacatua sulphurea sulphurea (Sulawesi), Cacatua sulphurea parvula (Sumbawa dan Nusa Tenggara), maupun Cacatua sulphurea citrinocristata (Sumba).

 

Habitat
Kakatua koki memang hanya ada di Papua (dan pulau-pulau kecil sekitarnya termasuk Kepulauan Aru) serta daratan Australia bagian timur. Patut dicatat, secara administratif, Kepulauan Aru memang masuk wilayah Maluku. Akan tetapi, secara biogeografi merupakan bagian dari Papua sehingga tidak mengherankan bila jenis ini ada di Kepulauan Aru. Sedangkan keberadaan kakatua koki ini di beberapa pulau lain di Maluku merupakan hasil introduksi atau lepasan.

 

Secara habitat jenis ini menyukai luruh daun, hutan terbuka, tepi hutan dan lahan budidaya yang pohonnya jarang. “Berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) jenis ini masuk kategori Risiko Rendah (Least Concern) dan berdasarkan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, termasuk satwa dilindungi,” jelas Hanom di Bogor, Kamis (21/05/2015).

 

Sebagaimana habitat alaminya yang berada di Papua, sejatinya pengembalian kakatua koki yang diselundupkan ini harus pula ke rumah asalnya. Bahkan, dalam pelepasliaran sekalipun, harus diperhatikan pula sub-jenis dari kakatua koki tersebut yang secara umum ada empat. Yaitu, yang berasal dari Kepulauan Aru (C.g. triton), dari daratan Papua (C.g. eleonora), dan dua sub-jenis yang hidup di Australia (C.g. galerita dan C.g. fitzroyi).

 

Mengapa harus segera dilepasliarkan? Menurut Hanom, ini penting dilakukan agar kemampuan hidup kakatua di alam tidak berkurang karena terlalu lama hidup dalam kandang ataupun berdekatan manusia. Pastikan juga, kakatua tersebut bebas penyakit sebelum dilepaskan.

 

Johan Iskandar, Guru Besar Etnobiologi Universitas Padjadjaran (Unpad), pun menuturkan, seyogyanya pelepasliaran dilakukan tidak sembarangan. Harus dipastikan dahulu, burung tersebut tidak membawa penyakit yang dapat menularkan jenis lainnya di alam. Berikutnya, lokasi pelepasan memiliki daya dukung yang sesuai dan tidak akan ada kemungkinan orang yang menangkapnya kembali. Catatan penting menurut Johan adalah pelepasan harus di daerah sebaran aslinya, mengingat secara biogeografi ada jenis burung yang keberadaannya hanya di wilayah tertentu.

 

“Kembalikanlah kakatua tersebut ke tempat asalnya ditangkap. Bila tidak sesuai alamnya, kakatua ini akan mengalami kesulitan beradaptasi, baik dalam hal mencari makan terlebih bersarang. Belum lagi ancaman predator,” papar Hanom.

 

Sumber: mongabay.co.id

Leave a Comment