Hari Anak Nasional 2025, Menanam Akar Konservasi di Penyangga Rimba
Share

Di ketenangan lereng Pegunungan Welirang, suara lantang bergema dari ruang perpustakaan sebuah sekolah kejuruan berbasis pondok pesantren di Pacet, Mojokerto. Bukan suara pelajaran biasa, melainkan gema komitmen dua institusi yang berbeda dunia, tapi satu visi, BBKSDA Jawa Timur dan SMK Walisongo Pacet.
Pada 21 Juli 2025, 138 siswa menyaksikan langsung penandatanganan sebuah Deklarasi Konservasi, bukan sekadar dokumen seremonial, tapi lembaran sejarah baru tentang kolaborasi pendidikan kehutanan dan konservasi alam yang konkret, sistematis, dan menyala hingga tahun 2028. Sebuah warisan panjang untuk generasi yang akan datang.
“Kami ingin menghadirkan pendidikan yang hidup dan menghidupkan.” ujar Erni Dwi Astutik, M.E., Kepala SMK Walisongo Pacet
Dari Sekolah ke Kawasan Konservasi
Deklarasi ini bukan janji kosong. Ia tersurat dalam 8 program nyata, mulai dari pembaruan kurikulum kehutanan adaptif, kehadiran guru tamu dari praktisi konservasi, praktikum langsung di cagar alam dan suaka margasatwa. Hingga keterlibatan siswa dalam peringatan Hari Bumi, Hari Keanekaragaman Hayati, dan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN).
“Konservasi bukan teori, ia adalah panggilan hidup yang harus dijalani dengan keberanian dan cinta. Anak-anak kita harus belajar dari alam, bukan hanya tentang alam,” jelas Nur Patria Kurniawan, S.Hut., M.Sc., Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur.
Di hari yang sama, jauh dari hiruk-pikuk kota, di sebuah pulau di tengah Laut Jawa, semangat yang sama menyala di Pulau Bawean.
Bisa dikatakan sebagai rangkaian peringatan Hari Anak Nasional ke-41 dan Road to HKAN 2025. Berkat dukungan Sumber Dana Kerja Sama Indonesia–Norwegia Tahap 2. Kelompok Pelestari Hutan (KPH) Bawean Lestari menggelar kegiatan bertajuk “FOLU Goes To School: Edukasi Konservasi Lingkungan dan Pencegahan Kebakaran Hutan untuk Generasi Muda di Pulau Bawean” Chapter 1.
Dalam kegiatan ini, Balai Besar KSDA Jawa Timur hadir sebagai narasumber utama, menyampaikan materi tentang kawasan konservasi, pentingnya menjaga ekosistem Bawean, dan bahaya laten kebakaran hutan dan lahan.
Bertempat di MA Al-Manar Menara, 50 siswa mengikuti pembelajaran konservasi yang disampaikan langsung oleh tim BBKSDA Jatim. Materi tentang fungsi kawasan konservasi dan ancaman kebakaran hutan disampaikan dengan interaktif dan membumi. Kuis-kuis sederhana dan pertanyaan kritis dari siswa menjadi bukti bahwa di Bawean, benih konservasi tengah tumbuh dalam diam.
“Menjaga hutan bukan hanya pekerjaan orang dewasa. Itu tugas kita semua, termasuk kalian, para penjaga bumi masa depan,” ujar Ahmad Firdansyah Utomo, Calon Polisi Kehutanan BBKSDA Jatim, mengawali sesi diskusi yang penuh antusiasme.
Tak ada proyektor megah atau auditorium mewah. Hanya ruang kelas sederhana, papan tulis, dan mata-mata muda yang penuh harapan. Tapi dari sinilah, generasi penjaga hutan lahir.
Dari Rimba ke Ruang Kelas, Menyatukan Manusia dan Alam
Kolaborasi antara BBKSDA Jatim, lembaga pendidikan, dan masyarakat lokal ini membuktikan bahwa konservasi bisa dimulai di mana saja. Di Pacet, siswa-siswa SMK akan belajar menemukenali kegiatan konservasi sehari-hari. Sementara di Bawean, anak-anak belajar bahwa satu batang korek bisa menghanguskan rumah semua makhluk di hutan.
Peringatan Hari Anak Nasional ke-41, yang tahun ini mengusung tema besar “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”. Sebuah pesan besar sedang dibangun, bahwa jalan menuju Indonesia Emas bukan hanya ditopang oleh teknologi, infrastruktur, atau ekonomi, tetapi juga oleh ekologi yang terjaga dan generasi muda yang sadar akan harmoni antara manusia dan alam.
Dalam suasana haru, KH. Muslich Abbas, S.H. Pengasuh Pondok Pesantren Fatchul Ulum sekaligus Pembina Yayasan Saraswati Mojokerto, berpesan bahwa bukan finansial yang kita harapkan, tapi nilai ilmu.
“Ilmu yang tertanam di dada anak-anak inilah yang akan tumbuh menjadi penggerak masa depan, memberi manfaat finansial dan spiritual, bagi dirinya, masyarakat, dan bumi tempat mereka berpijak”, ujar Muslich.
Program Hijau, Menuju Perubahan
Kegiatan ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang. Karena Indonesia Emas 2045 tidak akan dicapai hanya dengan beton dan baja. Tetapi dengan hutan yang lestari, air yang mengalir jernih, udara yang bisa dihirup bebas, dan manusia-manusia yang ingat darimana mereka berasal.
Dalam semangat ini, kawasan konservasi tidak hanya dijaga oleh pal pal batas atau patroli rutin. Ia dijaga oleh cinta yang tumbuh dalam hati anak-anak yang pernah bermain di tepinya, menanam bibit di lerengnya, atau sekadar menyimpan foto trenggiling di dalam buku tulis mereka.
BBKSDA Jatim tidak sedang membangun menara gading konservasi, BBKSDA Jatim menanam akar di tanah yang sesungguhnya. Di akar itulah, tumbuh tunas-tunas kecil bernama Harapan. Tunas yang suatu hari akan menjadi hutan baru, hutan anak-anak Indonesia yang mencintai negeri ini secara utuh, manusia dan alamnya.
BBKSDA Jatim memandang bahwa anak-anak hari ini adalah penjaga bumi esok. Tugas kita adalah memastikan bahwa mereka tidak tumbuh dalam kebisingan kota saja, tetapi juga dalam bisikan hutan, desir angin pegunungan, dan keheningan rimba yang dalam.
Dari Sudut Rimba Pacet dan Pulau Bawean, Menyalakan Asa, Menjaga Semesta. Karena konservasi bukan hanya tentang menyelamatkan satwa atau pohon. Ini tentang menyelamatkan kita manusia.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji – Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda – BBKSDA Jawa Timur