Type to search

Berita

Harapan Terlahir, 42 Monyet Ekor Panjang Kembali ke Alam Liar di Nusa Barung

Share

Di tengah kesunyian rimba Pulau Nusa Barung yang dibingkai debur ombak Samudra Hindia, Dua kelompok Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) akhirnya kembali menghirup kebebasan. Sebagian diantaranya sempat mengenakan topeng dan rantai di masa lalu, menjadi simbol eksploitasi manusia terhadap satwa liar. Namun hari itu, jeruji terganti dahan, dan rantai diganti cahaya mentari, menandai kelanjutan dari babak panjang perjuangan pemulihan satwa korban eksploitasi manusia.

Pelepasliaran ini bukan yang pertama, dan tentu bukan yang terakhir. Sejak tahun 2018, sampai dengan akhir tahun 2024 total 449 ekor Monyet Ekor Panjang telah dilepasliarkan di Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung oleh BBKSDA Jatim bersama JAAN/ Jaringan Satwa Indonesia (JSI). Sebagian besar merupakan hasil penyelamatan dari praktik kejam pertunjukan topeng monyet, perdagangan ilegal, dan relokasi dari fasilitas yang tak layak

17 Juni 2025, Pelepasliaran kembali dilaksanakan oleh BBKSDA Jatim melalui Resort Konservasi Wilayah 14 Jember, Seksi KSDA Wilayah V Banyuwangi, bekerja sama dengan Jaringan Satwa Indonesia (JSI). Hal ini menjadi salah satu aksi monumental dalam upaya pemulihan perilaku alami 42 ekor primata yang kerap kali dipandang sebelah mata. Satwa-satwa ini merupakan hasil penyerahan dari Balai Besar KSDA Jawa Barat (BBKSDA Jabar) dan penyelamatan dari lokasi Rehabilitasi di Cikole, Lembang, Bandung Barat, dimana mayoritas satwa berasal dari latar belakang sebagai “mantan topeng monyet.”

Pulau Nusa Barung, yang merupakan Suaka Margasatwa dan bagian dari kawasan konservasi penting di Jawa Timur, menjadi tempat yang dipilih sebagai habitat pelepasliaran. Dua blok habitat telah disiapkan. Sebanyak 11 ekor Macaca yang telah membentuk kelompok dilepasliarkan melalui fase habituasi di Blok Jeruk, sementara 31 ekor lainnya dilepas dengan metode hard release karena belum mampu membentuk struktur sosial yang stabil.

Sebelum dilepas, setiap individu menjalani pemeriksaan medis dan observasi kelayakan lepas liar oleh Tim Medis dan Biologi. Proses transportasi menantang melibatkan penyeberangan laut menggunakan perahu tradisional milik masyarakat Desa Binaan BBKSDA Jatim, Kelompok Putra Lestari.

Pelepasliaran ini tidak hanya menyatukan lembaga bidang konservasi, tapi juga merangkul berbagai elemen masyarakat dan institusi, termasuk personel dari Pos Angkatan Laut Puger, Koramil dan Polsek Puger, Camat Gumukmas, Mahasiswa Universitas Nasional Jakarta, komunitas pendaki gunung, hingga masyarakat lokal. Semangat gotong royong terasa hidup, menjadikan kegiatan ini lebih dari sekadar pelepasliaran, melainkan sebuah gerakan restorasi ekologis dan sosial.

Upaya konservasi tidak berhenti saat satwa menginjak tanah bebas. Tim gabungan dari BBKSDA Jatim dan JSI terus memantau perkembangan pascalepasliaran hingga akhir Juni 2025. Pemantauan mencakup pengamatan perilaku, mobilitas, dan adaptasi terhadap habitat alaminya.

Di sisi lain, momen ini dimanfaatkan untuk melakukan kajian daya dukung Pulau Nusa Barung terhadap populasi Macaca fascicularis dan pelaksanaan SMART Patrol di sejumlah titik grid prioritas untuk memastikan keamanan satwa dan kelestarian habitat.

Dalam heningnya hutan dan desiran laut, kisah 42 makhluk kecil yang menyusul 449 ekor saudaranya di Nusa Barung menjadi kisah besar. Kisah tentang harapan, pembebasan, dan komitmen manusia untuk memperbaiki kesalahan terhadap alam. Dari derita menjadi damai, dari panggung ke pepohonan. Dan Nusa Barung, kini menjadi simbol harapan dan rekonsiliasi manusia dengan alam. (dna)

Sumber: Bidang KSDA Wilayah 3 Jember – Balai Besar KSDA Jawa Timur

Tags:

You Might also Like