Harapan Baru Mamalia Bersisik Di Lereng Welirang
Share

Di bawah langit yang mulai temaram di lereng Gunung Pundak, siluet seekor Trenggiling jantan melangkah pelan, tubuh mungilnya berlapis sisik yang memantulkan cahaya senja. Dalam hening malam yang lembap dan penuh kehidupan, satwa malam yang nyaris punah ini kembali ke pelukan hutan yang menjadi habitat aslinya, membawa harapan baru bagi konservasi satwa bersisik yang kian terdesak oleh perburuan dan hilangnya hutan.
Pelepasliaran Trenggiling (Manis javanica) yang dilaksanakan pada Selasa malam, pukul 18.21 WIB, menjadi titik penting dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati di Jawa Timur. Satwa tersebut dilepasliarkan oleh tim Matawali Balai Besar KSDA Jawa Timur bersama Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, UPT Taman Hutan Raya Raden Soerjo, dan Kepala Cabang Dinas Kehutanan (CDK) lingkup DInas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, dengan melibatkan Pengendali Ekosistem Hutan RKW 09 Mojokerto dan calon Polisi Kehutanan BBKSDA Jatim.
Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas pelepasan satwa, tetapi penanda penting atas kolaborasi lintas institusi dalam melindungi spesies yang kini tergolong Critically Endangered menurut Daftar Merah IUCN. Trenggiling, mamalia bersisik, kini nyaris tak bersuara di tengah kepungan ancaman perdagangan ilegal dan kerusakan habitat.
Dari Jalan Raya Padusan ke Jantung Hutan Pundak
Kisah satwa ini dimulai dua hari sebelumnya, saat seorang warga bernama Kukuh Hadi Wiyono, atau Mas Kukuh, menemukan seekor trenggiling terluka di tepi jalan raya wisata Air Panas Padusan, tepat di depan Villa Asia, Kecamatan Pacet, Mojokerto. Dengan naluri cinta alam yang tulus, Mas Kukuh sempat merawatnya. Namun, kesadarannya akan status hukum trenggiling sebagai satwa dilindungi membuatnya memutuskan untuk menyerahkan hewan tersebut secara sukarela kepada pihak Polsek Pacet. Setelah diterima oleh Babinsa Polsek Pacet, Sdr. Achmad Sodiq, satwa ini segera ditangani secara medis oleh tim Matawali BBKSDA Jatim.
Sebelum kembali ke habitatnya, satwa ini menjalani pemeriksaan morfologis dan perilaku oleh tim BBKSDA Jatim, serta diberi tagging dengan kode 991003001460244. Prosedur ini dilakukan untuk memantau keberadaan dan kondisi satwa pasca pelepasliaran, guna memastikan trenggiling dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan alaminya.
Gunung Pundak, Rumah yang Masih Menjanjikan
Lokasi pelepasliaran di kawasan Loka Wiyata Surya, Gunung Pundak dalam kawasan TAHURA Raden Soerjo, Desa Claket, Kecamatan Pacet dipilih secara cermat berdasarkan studi ekologi. Wilayah ini memiliki tutupan hutan yang masih lebat, ketersediaan pakan alami seperti semut dan rayap yang melimpah, serta perlindungan alami dari tekanan manusia.
Dalam suasana pembinaan CPNS 2024 Dinas Kehutanan Jawa Timur yang berlangsung di kawasan tersebut, pelepasliaran dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Para petugas, termasuk Calon Polisi Kehutanan dan PEH muda dari BBKSDA Jatim, menyaksikan dengan takzim saat trenggiling itu melangkah ke rimbunnya hutan, menghilang perlahan dalam kegelapan yang mengharukan.
Melindungi Satwa, Menjaga Masa Depan
Trenggiling bukan sekadar satwa unik yang bersisik. Ia adalah simbol keseimbangan ekosistem. Dengan memakan ribuan semut dan rayap per malam, trenggiling membantu menjaga ekosistem hutan dari ledakan populasi serangga yang bisa merusak pepohonan dan tanah.
Namun, manfaat ekologis ini tak mampu melindunginya dari jerat pasar gelap. Dagingnya diklaim sebagai makanan eksotis, dan sisiknya dipercaya memiliki khasiat medis, sebuah mitos yang telah menggerus populasi mereka di seluruh Asia.
Satu Pelepasliaran, Seribu Harapan
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa konservasi bukan sekadar kerja teknis, melainkan gerakan moral yang harus dilakukan bersama. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan generasi muda harus menjadi bagian dari solusi untuk memastikan bahwa satwa seperti trenggiling tidak hanya tersisa di buku pelajaran atau museum.
Dengan setiap langkah mungil yang diambil trenggiling malam itu, terselip harapan bahwa hutan-hutan Jawa Timur masih menjadi rumah yang aman bagi mereka. Dan bahwa di tengah gempuran zaman, masih ada manusia-manusia yang memilih untuk menjaga, bukan menguasai alam. (dna)
Sumber: Fadhli Dzil Fikri – Calon Polisi Kehutanan Pemula, Balai Besar KSDA Jawa Timur