Type to search

Artikel

El Nino Datang Pada Juli Tahun Ini

Share

 

El Nino adalah suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di samudra Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru). Karena lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang saling terhubung, maka penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya penyimpangan iklim.
 
Dalam kondisi iklim normal, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia (pasifik equator bagian barat) umumnya hangat dan karenanya proses penguapan mudah terjadi dan awan-awan hujan mudah terbentuk. Namun ketika fenomena el-nino terjadi, saat suhu permukaan laut di pasifik equator bagian tengah dan timur menghangat, justru perairan sekitar Indonesia umumnya mengalami penurunan suhu (menyimpang dari biasanya). Akibatnya, terjadi perubahan pada peredaran masa udara yang berdampak pada berkurangnya pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.
 
Fenomena el-nino bukanlah kejadian yang terjadi secara tiba-tiba. Proses perubahan suhu permukaaan laut yang biasanya dingin kemudian menghangat bisa memakan waktu dalam hitungan minggu hingga bulan. Karena itu pengamatan suhu permukaan laut juga bisa bermanfaat dalam pembuatan prediksi atau prakiraan akan terjadinya el-nino, karena kita bisa menganalisis perubahan suhu muka laut dari waktu ke waktu. Di BMKG, pemantauan terhadap fenomena el-nino juga dilakukan dengan memanfaatkan data dari buoy-buoy tersebut. Pemantauan ini dilakukan dengan membuat peta perkembangan suhu lautan baik sebaran spasial (lintang-bujur) maupun irisan vertikal yaitu peta suhu laut untuk beberapa tingkat kedalaman. Produk-produk analisis ini tersedia di web resmi BMKG.
 
Sebagian besar kejadian-kejadian el-nino itu, mulai berlangsung pada akhir musim hujan atau awal hingga pertengahan musim kemarau yaitu Bulan Mei, Juni dan Juli. El-nino tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 adalah dua kejadian el-nino terhebat yang pernah terjadi di era modern dengan dampak yang dirasakan secara global. Disebut berdampak global karena pengaruhnya melanda banyak kawasan di dunia. Amerika dan Eropa misalnya, mengalami peningkatan curah hujan sehingga memicu bencana banjir besar, sedangkan Indonesia, India, Australia, Afrika mengalami pengurangan curah hujan yang menyebabkan kemarau panjang.
 
Di Indonesia, masih jelas dalam ingatan kita, pada tahun 1997 terjadi bencana kekeringan yang luas. Pada tahun itu, kasus kebakaran hutan di Indonesia menjadi perhatian internasional karena asapnya menyebar ke negara-negara tetangga. Kebakaran hutan yang melanda banyak kawasan di Pulau Sumatera dan Kalimantan saat itu, memang bukan disebabkan oleh fenomena el-nino secara langsung. Namun kondisi udara kering dan sedikitnya curah hujan telah membuat api menjadi mudah berkobar dan merambat dan juga sulit dikendalikan. Di sisi lain, kekeringan dan kemarau panjang juga menyebabkan banyak wilayah sentra pertanian mengalami gagal panen karena distribusi curah hujan yang tidak memenuhi kebutuhan tanaman.
 
Tahun ini, 2014, fenomena el-nino diperkirakan kembali terjadi. Rilis terbaru dari Earth Institute – Columbia University, (salah satu rujukan dalam membuat prakiraan el-nino), menyebutkan bahwa peluang kejadian el-nino mencapai lebih dari 60 %. El-nino tahun ini diperkirakan akan terjadi hingga awal tahun depan namun intensitasnya masih menjadi perdebatan. Sebagian memperkirakan el-nino lemah namun ada pula yang berpendapat akan terjadi el-nino sedang. Untuk mengantisipasi dampak el-nino, perlu kiranya kita mempelajari bagaimana perlaku iklim ketika dulu fenomena el-nino terjadi.
 
Pada kasus el-nino dengan intensitas lemah-sedang, untuk Bulan Juli – Agustus, el-nino akan berdampak pada pengurangan curah hujan dengan kisaran 40 – 80 % (dibanding normalnya) terutama dirasakan di sebagian Sumatera, Jatim-Bali-NTB-NTT, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan sebagian Papua. Sementara pada Bulan September – Oktober, dampak el-nino akan semakin parah ditandai dengan semakin luasnya area yang mengalami pengurangan curah hujan, meliputi seluruh Sumatera kecuali aceh, seluruh Jawa, Bali-NTB-NTT, sebagian besar Kalimantan, seluruh Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Papua. Pada daerah NTB, NTT dan Sulawesi Tenggara bahkan curah hujan bisa berkurang hingga 20 – 40 % dari normalnya.
Opini 5 elnino2
 
Sementara pada kejadian el-nino kuat, kejadian curah hujan di bawah normal melanda wilayah yang lebih luas. Wilayah-wilayah yang tidak terdampak oleh el-nino lemah-sedang seperti Sumbar, Bengkulu dan Kalbar, akan terkena pengaruh el-nino kuat. Di beberapa wilayah seperti Sumsel, Babel, Lampung, Jateng, Jatim, Bali-NTB-NTT, Kalsel, Sulsel, Sultra, Maluku dan sebagian Papua bahkan curah hujan hanya turun dalam kisaran 10-30 % dibanding normalnya, terutama pada Bulan September dan Oktober
Opini 5 elnino3
 
Jelaslah kiranya, bahwa fenomena el-nino berpengaruh kuat terhadap iklim di Indonesia. Berkurangnya curah hujan dan terjadinya kemarau panjang adalah dampak langsung yang bisa memicu masalah lain pada sektor pertanian seperti gagal panen dan melemahnya ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlulah kiranya segera dibuat peta daerah rawan dampak el-nino hingga level kabupaten agar bisa disusun kebijakan-kebijakan yang tepat dalam mengantisipasi fenomena el-nino. Ingat, tahun ini el-nino diperkirakan akan terjadi mulai bulan depan, Juli 2014.
 
Sumber : BMKG
 

 

Leave a Comment