Ekspedisi Besar Mencari Posisi Ranu Tompe
Share
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), pada 2-11 Oktober 2013, mennyelenggarakan ekspedisi untuk menemukan lokasi Ranu Tompe. “Kami belum pernah melihatnya, dan hanya tahu dari foto citra satelit dan peta kawasan,” kata Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar TNBTS Farianna Prabandari kepada Tempo, Jumat, 27 September 2013.
Menurut Farianna, yang diketahui selama ini bahwa di kawasan TNBTS terdapat enam ranu (danau), yakni Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo, Ranu Darungan, Ranu Pakis, serta Ranu Tompe. Ranu tersebut terbentuk akibat aktivitas vulkanik gunung-gunung di dalam kawasan TNBTS, terutama Gunung Bromo dan Gunung Semeru.
Namun, hingga saat ini pihak TNBTS belum mengetahui keberadaan Ranu Tompe, sehingga perlu dilakukan ekspedisi untuk mencarinya. Ekspedisi ini merupakan yang ekspedisi besar pertama sejak TNBTS berdiri pada 1982.
Staf Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan TNBTS, Elham Purnomo, mengatakan bahwa kawasan Ranu Tompe diduga menyimpan keanekaragaman flora dan fauna yang sangat banyak dan penting. Di antaranya berupa spesies anggrek dan pohon-pohon besar yang belum pernah dicatat dan diukur, serta burung pemangsa (raptor), khususnya Elang Jawa. Ranu Tompe juga diperikirakan menjadi tempat bersarang macan tutul.
Keragaman flora dan fauna tersebut diyakini masih aman, karena letaknya yang terisolasi dan jauh dari akses manusia. Diperkirakan Ranu Tompe berada di zona inti atau jantung TNBTS, yang merupakan zona perlindungan mutlak.
Berdasarkan peta kawasan, Ranu Tompe berlokasi di wilayah kerja Resor Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Seroja, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II. Ranu Tompe berada di lereng timur Gunung Semeru pada ketinggian 1.774 meter dari permukaan laut.
Secara administratif, lokasi Ranu Tompe masuk dalam wilayah Kabupaten Lumajang. Posisi geografis ini menjadikan Ranu Tompe sangat vital sebagai daerah tangkapan air bagi masyarakat Lumajang.
”Dalam ekspedisi, kami mengajak warga yang pernah ke sana sebagai pemandu. Beberapa aktivis lingkungan juga ikut. Wartawan juga boleh turut serta,” ujar Elham. Proses kompilasi data, analisis, pembahasan dan finalisasi laporan ekspedisi ditetapkan maksimal sebulan pasca-ekspedisi.
Sumber : Tempo.co