Type to search

Artikel

Di Garda Terakhir, Kisah Para Penjaga Satwa Liar Jawa Timur

Share

Surabaya, 4 Desember 2025. Di tengah hiruk pikuk kota yang terus tumbuh, di balik suara mesin dan lampu-lampu yang tak pernah padam, ada dunia lain yang berjuang untuk tetap bernapas. Dunia yang senyap, tetapi penuh kehidupan. Dunia satwa liar, yang hari ini perlahan kehilangan tempat berpijak.

Hari ini, dunia memperingati Hari Konservasi Satwa Liar Sedunia. Sebuah peringatan, sekaligus pengingat bahwa tidak ada waktu yang tersisa untuk menunda. Karena di Jawa Timur, kehidupan liar tidak hanya menghadapi ancaman, tetapi bertahan dalam kepungan perubahan zaman.

Jawa Timur adalah rumah bagi ekosistem yang tersusun dari keheningan hutan, napas rawa-rawa mangrove, dan gelombang laut yang tak pernah lelah. Di Ujung Pangkah Gresik, ribuan burung air migran menempuh perjalanan ribuan kilometer dari Siberia, Cina, dan Jepang, hanya untuk singgah di tanah yang kini terus menyempit oleh eksploitasi dan perubahan iklim.

Di tengah ancaman itu, tim konservasi terus bergerak, memasang kamera jebak untuk memantau satwa liar, menyelamatkan satwa yang direbut kembali dari perdagangan ilegal, menangani interaksi negatif monyet ekor panjang dengan masyarakat, dan merawat satwa yang terluka hingga siap kembali ke alam.

Setiap satwa yang dilepasliarkan adalah secercah harapan. Setiap pelepasan adalah janji bahwa kehidupan belum menyerah.

Konservasi bukan sekadar kata-kata. Ia adalah peluh, jejak kaki di tanah basah, dan malam panjang tanpa tidur. Di sana berdiri, para Pengendali Ekosistem Hutan yang menembus rimba dengan kamera jebak dan GPS, menuliskan data yang menjadi nyawa kebijakan konservasi.

Polisi Kehutanan yang bertarung di garis depan, menantang jaringan perdagangan satwa liar yang tak mengenal belas kasihan. Penyuluh Kehutanan yang menanam harapan pada hati masyarakat, lebih dalam daripada akar pohon. Manggala Agni yang berdiri di barisan api, menjaga habitat tidak hangus menjadi arang, serta para Tenaga teknis, operator lapangan, dan staf administrasi, yang memastikan roda konservasi berputar setiap hari meski tidak pernah masuk headline.

Perguruan tinggi, laboratorium, dan para peneliti, yang mengubah ilmu menjadi senjata penyelamat kehidupan. Mahasiswa dan relawan, generasi yang memilih berjuang daripada berdiam diri. Mereka bukan tokoh dalam film dokumenter bersuara megah. Mereka adalah manusia biasa, yang setiap harinya mempertaruhkan yang luar biasa.

“Konservasi satwa liar adalah upaya menjaga keseimbangan kehidupan. Ini bukan perjuangan satu institusi, tetapi gerakan bersama seluruh elemen bangsa, perguruan tinggi, tenaga teknis, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Jika satwa liar hilang, manusia kehilangan masa depannya,” tegas Nur Patria Kurniawan, Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur.

Karena satwa liar adalah penyerbuk hutan, penyebar benih, pengendali hama, penyeimbang rantai makanan, indikator kesehatan bumi.Karena tanpa mereka, sungai menjadi mati, hutan menjadi bisu, dan langit kehilangan sayapnya. Karena ketika satwa terakhir hilang, manusia akan menyusul tanpa perlu bencana besar.

Satwa yang punah tak pernah kembali, mereka tidak meminta banyak, hanya ruang untuk hidup. Hari ini, kita adalah penentu apakah bumi akan terus bernyanyi atau tenggelam dalam sunyi.

Selamat Hari Konservasi Satwa Liar Sedunia!

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda di Balai Besar KSDA Jawa Timur

Tags:

You Might also Like