Bukan Sekadar Pohon, Prunus Memetakan Jalan Menuju Ekonomi Hijau dan Kedaulatan Genetik di Bawean
Share
Kabut tipis turun perlahan di lereng Gunung Besar selepas hujan mengguyur, membalut pucuk-pucuk pohon yang berjaga bagai pilar waktu. Embun menggantung di ujung daun, memantulkan cahaya keperakan yang pelan-pelan menyingkap fajar. Suara burung tekukur menembus keheningan pagi, menandai awal hari bagi tim Balai Besar KSDA Jawa Timur yang sedang menapaki jalur setapak menuju hutan lembab di jantung Pulau Bawean.
Langkah mereka berhenti di dekat tegakan tinggi dengan batang krem halus dan percabangan mendatar. Pohon itu tampak biasa, seperti bagian tak terpisahkan dari wajah hutan. Namun pohon ini, Prunus javanica dan saudara dekatnya Prunus arborea diam-diam menyimpan potensi yang kini menggugah dunia ilmiah dan konservasi Indonesia.
Hasil Diseminasi Bioprospeksi BBKSDA Jawa Timur pada 3 Desember 2025 mengungkap data terbaru yang memberi harapan baru bagi arah pengembangan biofarmaka nasional berbasis keanekaragaman hayati lokal. Pohon yang selama ini dianggap biasa, ternyata menyimpan senyawa bioaktif berharga yang relevan untuk pengembangan obat herbal, antioksidan, dan antibakteri.
Dari hutan Pulau Bawean, Indonesia menemukan jalan menuju ekonomi hijau dan kedaulatan genetik.
Bawean, Pulau Kecil Dengan Peran Besar
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan biodiversitas tertinggi di dunia. Namun ironi besar menyertainya, banyak potensi biologis Indonesia yang selama ini belum tergarap optimal atau bahkan hilang sebelum sempat dipelajari.
Di tengah kondisi itu, Pulau Bawean menjadi salah satu kawasan yang masih menjaga kekayaan alamnya dengan teguh. Pulau kecil seluas 196 km² ini menaungi empat kawasan konservasi utama, Cagar Alam (CA) Pulau Bawean, Suaka Margasatwa (SM) Pulau Bawean, CA. Pulau Nusa, dan CA. Pulau Noko. Survei potensi bioprospeksi tahun 2024 mencatat 303 jenis tumbuhan dan 24 jenis herpetofauna, menjadikannya salah satu bank genetik paling penting di Jawa Timur.
Di antara keanekaragaman itu, dua pohon lokal kini merebut perhatian dunia akademik, Prunus javanica dan Prunus arborea, kerabat liar dari plum, ceri, dan almond.
Riset ilmiah ini diawali oleh cerita lokal. Tim traditional knowledge menelusuri pengetahuan etnobotani melalui wawancara dengan enam Hatra (penyehat tradisional). Sebanyak 46 ramuan herbal berhasil diinventarisasi, dan di antaranya terdapat penggunaan Prunus javanica dalam terapi tradisional.
Namun ancaman besar hadir, dimana sebagian besar Hatra berusia 50–60 tahun, dan hanya satu yang telah menurunkan ilmunya. Dan yang tidak kalah tragis para hatra itu tidak pernah mendokumentasikan tertulis pengetahuannya. Sehingga Jika tidak didokumentasikan, pengetahuan itu akan menghilang dalam satu dekade.
Traditional knowledge adalah pintu pertama menuju bioprospeksi. Tanpa masyarakat, riset kehilangan akar.
Dari Hutan ke Laboratorium
Sampel daun, batang, akar, dan buah Prunus javanica dan Prunus arborea dikumpulkan dari beberapa Blok Kawasan Suaka Alam Pulau Bawean. Hasil uji sementara ditemukan beberapa senyawa penting untuk antioksidan, antiinflamasi, dan antibakteri. Dalam standar riset awal, angka ini di atas rata-rata spesies lokal lain yang diteliti, menempatkan Prunus sebagai kandidat kuat biofarmaka masa depan.
Pemetaan populasi menunjukkan bahwa, Prunus arborea dominan dengan regenerasi alami baik dan Prunus javanica tersebar lebih luas, namun regenerasinya lebih rendah. Dua spesies ini saling melengkapi, P. arborea menjaga stabilitas ekosistem lembab, dan P. javanica menjadi indikator kesehatan habitat terbuka.
Nur Patria Kurniawan, S.Hut., M.Sc., Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, menyampaikan arah strategis yang menjadi kompas masa depan kegiatan bioprospeksi di kawasan konservasi Balai Besar KSDA Jawa Timur.
“Bioprospeksi bukan hanya penelitian. Ini adalah langkah strategis bangsa dalam membangun kedaulatan genetik dan ekonomi hijau. Prunus harus menjadi pintu masuk, bukan pintu kelua, bukan laporan yang berhenti di meja rapat, tetapi produk nyata yang memberi manfaat bagi masyarakat dan negeri,” ujarnya membuka sesi diseminasi.
Beliau juga menegaskan bahwa BBKSDA Jatim akan memastikan proses ini berkelanjutan, melibatkan akademisi, pemerintah, industri, dan masyarakat setempat.
“Kami ingin memastikan bahwa manfaat dari hasil riset ini kembali kepada masyarakat Bawean yang menjaga hutan ini sejak awal. Itulah makna sejati Access and Benefit Sharing.” tambahnya.
“Dalam 3–5 tahun ke depan, kita ingin melihat produk herbal atau farmasi berbasis Prunus lahir dari Bawean. Ini bukan mimpi. Ini target yang harus kita wujudkan bersama.” tegasnya mengakhiri dengan pandangan masa depan yang kuat.
Pernyataan tersebut menjadi momen penting transisi dari penelitian ke arah hilirisasi dan komersialisasi yang bertanggung jawab. Inilah jalur menuju apa yang disebut Kepala Balai Besar sebagai “Bioindustri berbasis konservasi yang memuliakan alam, ilmu, dan manusia.”
Janji di Balik Sekeping Daun
Pada akhirnya, tubuh pohon menyimpan bukan hanya kayu, tetapi cerita, daun menyimpan bukan hanya klorofil, tetapi masa depan, dan hutan menyimpan bukan hanya kehijauan, tetapi harapan. Jika Prunus adalah bab awal, maka masa depan ada pada kesungguhan kita merawatnya.
Menjaga Prunus adalah menjaga masa depan. Menjaga Bawean adalah menjaga jantung biodiversitas Jawa Timur. Masa depan ekonomi hijau Indonesia dimulai dari hutan kecil di tengah laut ini.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda di Balai Besar KSDA Jawa Timur

