Bikin Resah, Monyet Ekor Panjang Dari Manyar Dievakuasi
Share

Suatu pagi yang biasa di kawasan Pongangan Krajan, Manyar, berubah menjadi sedikit gaduh ketika seekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) terlepas dari kendali pemiliknya. Bagi sebagian warga, kehadiran satwa liar di lingkungan padat permukiman kerap menimbulkan rasa penasaran, bahkan dianggap sebagai hiburan. Namun bagi sebagian lainnya, itu adalah ancaman yang nyata, terutama ketika naluri alaminya kembali muncul dan menimbulkan kegelisahan.
Dalam kasus ini, laporan warga berujung pada langkah cepat dari tim Damkar Kabupaten Gresik yang kemudian meneruskan laporan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (BBKSDA Jatim) melalui Seksi KSDA Wilayah III Surabaya. Unit MATAWALI, garda depan penyelamatan satwa liar di Jatim, segera meluncur ke lokasi dengan membawa perlengkapan evakuasi standar: senapan bius, jaring, dan kandang angkut.
Di lapangan, proses tak lantas mudah. Pemilik satwa sempat menolak dengan alasan satwa telah diikat dan “tak akan ke mana-mana”. Namun seperti yang dipahami dalam prinsip konservasi dan etika kesejahteraan satwa (animal welfare), penguasaan atas satwa liar tidak serta-merta menjadikan kita berhak atas kehidupannya.
Satwa liar, terlebih jenis seperti monyet ekor panjang, adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok, menjelajah hutan, dan memiliki sistem komunikasi kompleks. Memisahkan mereka dari habitatnya lalu menempatkannya dalam kurungan kecil sebagai hiburan bukan hanya keliru, namun dapat menyebabkan tekanan psikologis serius bagi satwa.
Setelah melalui proses dialog dan edukasi, termasuk meyakinkan sang pemilik bahwa keberadaan satwa ini berisiko bagi anak-anak dan masyarakat, akhirnya seekor monyet ekor panjang berhasil dievakuasi. Satwa kemudian dibawa ke Kantor Seksi KSDA Wilayah III Surabaya untuk observasi sebelum ditranslokasi ke kandang transit WRU BBKSDA Jaatim.
Evakuasi ini bukan sekadar pemindahan satwa. Ini adalah momentum untuk menegaskan kembali pentingnya etika dalam memperlakukan satwa liar, bahwa mencintai satwa bukan berarti memilikinya, dan merawat mereka tidak berarti mengurungnya. Prinsip animal welfare mengajarkan kita lima kebebasan dasar bagi hewan: bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit dan cedera, bebas mengekspresikan perilaku alami, dan bebas dari rasa takut dan stres.
Konservasi bukan hanya tentang menyelamatkan yang terancam punah. Ia juga tentang menjaga hubungan manusia dengan alam agar tetap selaras. Satu ekor monyet mungkin tampak sepele, tapi kepedulian terhadap satu makhluk adalah cermin dari bagaimana kita memperlakukan kehidupan secara keseluruhan. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik