Type to search

Artikel

Bertemu Jejak “Hantu” di Tepi Danau Kastoba Bawean

Share

Langit Bawean pagi itu begitu cerah (26/10/25). Mentari menembus celah kanopi hutan, menyalakan warna hijau lembap di sekeliling Danau Kastoba.

Angin berhembus pelan membawa aroma tanah basah dan dedaunan tua. Cuaca yang bersahabat itu menjadi saksi munculnya kisah baru dari jantung hutan Bawean, kisah tentang “hantu” yang tak menakutkan, melainkan mempesona yaitu anggrek hantu.

Siapa yang tak mengenal Danau Kastoba, danau purba di Pulau Bawean yang terkenal karena keindahan dan misterinya? Airnya jernih, dikelilingi hutan tropis yang rapat, menjadi rumah bagi beragam kehidupan yang tersembunyi. Kastoba bukan sekadar cagar alam, ia adalah lanskap purba yang menyimpan jejak evolusi flora dan fauna, sekaligus ruang hidup bagi jenis-jenis langka yang bertahan dalam kesenyapan.

Dalam suasana cerah itulah, tim Balai Besar KSDA Jawa Timur melakukan kegiatan survei potensi distribusi Prunus arborea di kawasan Cagar Alam Pulau Bawean, khususnya di blok Kastoba. Namun, di sela aktivitas ilmiah tersebut, pandangan tim tertuju pada sesuatu yang nyaris tak terlihat, rangkaian akar kecil berwarna pucat kehijauan yang menggantung di batang pohon inang.

Setelah diamati lebih dekat, bentuknya menyerupai Taeniophyllum sp., sejenis anggrek epifit mini tanpa daun yang juga pernah ditemukan di Cagar Alam Pulau Sempu beberapa waktu lalu. Keberadaan jenis ini kemungkinan menandakan kesamaan karakter ekologis antara Sempu dan Bawean, dua pulau berstatus Cagar Alam di sisi Selatan dan Utara Jawa Timur itu. Sama-sama memliki hutan lembap dengan kondisi mikrohabitat yang masih stabil.

“Anggrek hantu” dari genus Taeniophyllum memang unik. Ia hampir tidak memiliki daun, batangnya sangat kecil, dan seluruh permukaannya didominasi akar berwarna hijau yang menempel di kulit pohon. Akar tersebut berfungsi ganda, menyerap air sekaligus melakukan fotosintesis.

Bunga-bunganya muncul dari ujung akar, kecil, halus, namun memancarkan keindahan yang sederhana. Jenis ini hanya dapat bertahan di lingkungan yang memiliki kelembapan tinggi, sirkulasi udara lembut, dan pencahayaan redup, sebuah ciri khas ekosistem hutan dataran tinggi di sekitar Danau Kastoba.

Penemuan Taeniophyllum sp. di Bawean menambah daftar kekayaan flora anggrek liar di kawasan Suaka Alam Pulau Bawean yang berada dibawah pengelolaan Balai Besar KSDA Jawa Timur, yang sebelumnya telah mencatat beberapa genus lainnya. Keberadaannya menjadi indikator bahwa kawasan hutan lembap di sekitar danau masih berfungsi optimal sebagai habitat mikro bagi spesies epifit langka, sekaligus menunjukkan pentingnya menjaga tutupan vegetasi alami di sekitar sumber air.

Lebih dari sekadar temuan ilmiah, anggrek mungil ini adalah simbol kesunyian yang hidup di tengah keramaian alam. Ia tumbuh tanpa banyak jejak, seolah melayang di udara, menjadi pengingat bahwa keindahan sejati alam sering bersembunyi di tempat-tempat yang tak terduga.

Di balik air tenang Danau Kastoba, Bawean menyimpan rahasia kehidupan yang halus dan nyaris tak terlihat. Dan di sana, di antara akar dan embun pagi, “hantu” itu menampakkan diri, bukan untuk menakuti, melainkan untuk mengingatkan kita bahwa setiap kehidupan, sekecil apa pun, memiliki peran penting dalam menjaga harmoni ekosistem.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Pada Balai Besar KSDA Jawa Timur

Tags:

You Might also Like