Bawean menjadi Saksi, Pengetahuan Warga Menjadi Kompas Konservasi
Share
Di Pulau Bawean, konservasi tidak hanya berjalan di rimba, ia hidup di tengah masyarakatnya. Selama delapan hari, mulai 3 hingga 10 November 2025, Tim RKW 10 Pulau Bawean bersama Masyarakat Mitra Polhut (MMP) Bawean Lestari melangkah menyusuri lereng-lereng Cagar Alam Pulau Bawean. Patroli SMART ini bukan sekadar tugas teknis, tetapi perjalanan yang menegaskan bahwa penjagaan hutan hanya akan kuat bila warga menjadi bagian dari denyutnya.
Patroli menyisir area ±73,75 Ha, dari Payung-payung hingga Gunung Besar, menyusuri jalur rutin dan jalur baru yang disarankan berdasarkan pengalaman lokal masyarakat. Para anggota MMP yang lahir dan tumbuh di Bawean mengenal setiap tikungan semak, setiap aliran air, setiap tanda perubahan hutan. Pengetahuan mereka menjadi kompas hidup yang memandu tim melewati topografi yang tak seindah dalam goresan peta digital.
Di tengah kanopi yang dihuni Pangopa, Gondang, Badung, dan Kesambi, tim mencatat kembali kemunculan satwa-satwa khas Bawean. Suara Merbah Belukar, kalong yang melintas, hingga gesekan serasah dan biawak air menjadi penanda bahwa ekosistem masih berfungsi. Namun bagi masyarakat Bawean, ini bukan sekadar daftar temuan. Ini adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, bagian dari rumah mereka yang harus dijaga.
Begitu pula dengan anggrek-anggrek epifit seperti Rhynchostylis retusa dan Pholidota imbricata. Warga setempat sering menjadi pihak pertama yang mengetahui perubahan pada lokasi tumbuhnya, dan informasi itu membantu tim memperbarui data secara akurat.
Pada beberapa grid penting, tim mencatat keberadaan mata air dan sungai yang menjadi tumpuan bagi satwa dan masyarakat. Warga desa yang mendampingi patroli sering memberi wawasan tambahan, kapan debit air berubah, kapan satwa datang mendekat, atau kapan kawasan mulai mengalami tekanan. Informasi lokal seperti inilah yang membuat patroli bukan hanya kegiatan pengawasan, tetapi juga riset ekologis berbasis pengetahuan lokal.
Selama kegiatan, tim melakukan koordinasi dengan pemerintah desa dan berdialog dengan warga. Penyampaian pesan konservasi dilakukan sederhana namun kuat, untuk mengajak masyarakat untuk menjaga hutan bukan karena kewajiban hukum, tetapi karena hutan adalah warisan yang menentukan kehidupan generasi mereka sendiri.
Dari percakapan santai di teras rumah hingga diskusi kelompok kecil, terbentuk pemahaman bahwa kelestarian kawasan bukan hanya tugas negara, tetapi juga kebanggaan bersama orang Bawean.
Patroli SMART ini menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat bukan pelengkap, melainkan inti dari pengelolaan kawasan konservasi di Pulau Bawean. Tanpa mereka, hutan mungkin hanya bertahan, namun dengan mereka, hutan memiliki harapan. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur

