Arboretum Mini di Pulau Bawean, Jejak Hidup dari Rimba yang Dikenang
Share
Bawean, 29 Oktober 2025. Di halaman hijau kantor Resort Konservasi Wilayah (RKW) 10 Bawean, kehidupan baru perlahan tumbuh. Sejumlah bibit dan cabutan muda hasil survei bioprospeksi kini berbaris dalam polybag, dirawat dengan telaten oleh para petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur bersama masyarakat Mitra Polhut Bawean Lestari.
Mereka bukan sekadar tanaman, tetapi penanda kehidupan yang dibawa keluar dari rimba, untuk hidup lebih dekat dengan manusia. Inilah cikal bakal Arboretum Mini Bawean, ruang belajar terbuka yang menjadi arsip hidup kekayaan flora Pulau Bawean.
Menghadirkan Rimba Lebih Dekat
Arboretum mini ini dibangun dari hasil kegiatan bioprospeksi dan pendataan populasi tumbuhan yang dilakukan di berbagai titik hutan Bawean. Beragam jenis tumbuhan kini tumbuh di polybag, mulai dari Prunus javanica, Prunus arborea, Cinnamomum sp., Ixora sp, berbagai jenis anggrek hutan, Hoya, tanaman Seribu Rasa, hingga Kunyit Kebo. Semua dikumpulkan dengan pengawasan ketat, dengan prinsip tidak mengganggu populasi alami di habitat asalnya.
Menurut Nur Syamsi, Polhut Penyelia sekaligus Kepala RKW 10 Bawean, bahwa mereka ingin menjadikan halaman kantor ini sebagai ruang belajar yang hidup.
“Masyarakat dapat mengenali jenis-jenis tumbuhan hutan Bawean tanpa harus masuk ke kawasan. Inilah cara sederhana kami mendekatkan konservasi kepada publik, agar alam tidak hanya dikenang, tapi dipahami dan dicintai,” tambahnya.
Warisan Hijau Menjelang Akhir Tugas
Bagi Nur Syamsi, yang bulan ini akan mengakhiri masa tugasnya setelah puluhan tahun mengabdi di Balai Besar KSDA Jawa Timur. Arboretum mini ini memiliki makna yang dalam.
Ia bukan sekadar proyek kecil di akhir masa dinas, melainkan warisan hidup, simbol dedikasi yang tumbuh dari cinta terhadap alam dan masyarakat Bawean. Setiap polybag yang berisi tunas muda, baginya, adalah kenangan masa pengabdian yang kini berwujud kehidupan baru.
“Sebelum saya pensiun, saya ingin meninggalkan sesuatu yang tumbuh di sini, sesuatu yang bisa terus hidup, memberi manfaat, dan mengingatkan bahwa konservasi adalah kerja hati,” tuturnya lirih.
Arsip Hidup dari Hutan yang Dikenang
Berbeda dari herbarium yang merekam bentuk dalam lembaran kertas, arboretum mini adalah arsip hidup yang tumbuh bersama waktu. Di bawah naungan langit Bawean, daun-daun muda bergetar lembut disapu angin laut, sementara aroma rempah dari Cinnamomum sp. dan Kunyit Kebo bercampur dengan wangi tanah lembab selepas hujan. Setiap spesies menjadi perwujudan nyata dari hubungan ekologis antara manusia dan hutan.
Arboretum Mini RKW 10 Bawean diharapkan mampu menjadi laboratorium alam terbuka, tempat siswa sekolah, peneliti muda, dan masyarakat desa bisa belajar langsung mengenal tumbuhan asli Bawean. Melalui daun, batang, dan aroma, mereka belajar membaca “bahasa hutan” yang selama ini hanya terdengar samar dari kejauhan.
Menyemai Pengetahuan, Menumbuhkan Kepedulian
Kegiatan pembibitan ini dilakukan secara swadaya dan berbasis kolaborasi antara petugas lapangan dan masyarakat mitra. Prinsip konservasi tetap menjadi pegangan utama, pengambilan biji dan cabutan dilakukan secara selektif tanpa merusak populasi induk, disertai pencatatan detail mengenai lokasi dan waktu pengambilan.
Bibit yang tumbuh nantinya akan berfungsi ganda, sebagai koleksi edukatif untuk pengenalan jenis tumbuhan hutan, sekaligus sumber bahan rehabilitasi vegetasi di kawasan konservasi dan desa penyangga. Ketika masyarakat bisa menyentuh daun, mencium aromanya, dan mengenal fungsinya, maka mereka juga sedang menanam rasa peduli. Dan dari rasa itulah hutan akan terus dijaga.
“Konservasi tidak selalu harus dilakukan di dalam hutan,” tambah Nur Syamsi.
Menjaga yang Tumbuh, Merawat yang Hidup
Langkah kecil di halaman kantor RKW 10 Bawean adalah bagian dari upaya besar Balai Besar KSDA Jawa Timur dalam memperkuat pendidikan konservasi berbasis masyarakat. Arboretum mini ini menjadi simbol bahwa pelestarian alam bisa dimulai dari sepetak tanah, asal disirami dengan cinta dan ketulusan.
“Menanam bukan sekadar menumbuhkan batang dan daun, tetapi menumbuhkan kesadaran dan rasa hormat pada kehidupan yang lebih luas dari diri kita sendiri.” tegas Nur Patria Kurniawan, S.Hut., M.Sc., Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur secara terpisah.
Kini, di bawah cahaya matahari pagi yang lembut, polybag-polybag itu bukan hanya wadah tumbuhan, melainkan wadah harapan. Setiap tunas yang tumbuh di Arboretum Mini RKW 10 Bawean menjadi perpanjangan napas dari dedikasi panjang seorang penjaga hutan, sekaligus pesan dari alam bahwa kehidupan akan terus berlanjut selama manusia masih mau merawatnya.
Setiap tunas adalah doa, setiap daun adalah pesan dari hutan untuk manusia, agar kita tidak lupa pada akar kehidupan yang telah memberi segalanya.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda di Balai Besar KSDA Jawa Timur


